Berbicara mungkin terbilang lebih mudah dibandingkan dengan menulis karena mengelola kata dalam suatu tulisan itu lebih sulit dibandingkan dengan mengucapkannya secara langsung. Maka tak jarang ditemukan orang yang mampu berbicara di depan umum, namun sulit jika harus menuliskannya kembali.
Kaedah dalam menulis dan berbicara berbeda. Jika menulis jurnal ilmiah, skripsi, tesis, atau pun disertasi diperlukan kalimat baku yang baik dan benar, SPOK nya harus jelas. Namun saat berbicara, kita bebas asalkan orang yang diajak bicara mengerti dan paham maksud yang disampaikan. Lagi pula ketika berbicara kita akan mengeluarkan ekspresi dan intonasi tertentu yang membuat si pendengar cepat mengerti maksud dari sebuah pembicaraan.Â
Sebenarnya menulis diblog juga memerlukan SPOK yang benar agar lebih mudah dipahami oleh si pembaca. Namun tidak seformal saat menulis ilmiah.Â
Kebanyakan dari tulisan ilmiah yang selama ini saya baca punya beberapa kendala dan ini nampaknya bisa dijadikan acuan pula saat menulis diblog karena tujuannya sama yakni mengembangkan suatu gagasan. Setelah menemukan ide atau pemikiran yang hendak ditulis, ada baiknya perhatikan beberapa hal berikut :Â
1. Referensi
Saat menulis karya tulis ilmiah tentu kita harus punya referensi atau bahan rujukan yang bertujuan untuk menguatkan argumen kita. Menulis disebuah blog pun sama, kita butuh referensi. Menurut KBBI, referensi adalah sumber acuan atau bahan rujukan dan petunjuk. Dengan kata lain, referensi adalah sumber ilmu atau bahan acuan yang harus kita baca saat hendak menulis baik itu berupa buku, artikel yang kredibel, atau pun narasumber terpercaya.Â
Narasumber diperlukan jika kita ingin menulis berdasarkan fakta yang terjadi atau disebut juga true story. Referensi yang telah dikumpulkan dapat dikembangkan berdasarkan imajinasi si penulis. Maka tak jarang, 1 cerita yang sama dapat ditafsirkan berbeda oleh masing-masing orang yang mendengar atau membacanya. Disini kita perlu berhati-hati, karena pandangan yang salah dapat menggiring pembaca pada sesuatu yang salah pula. Jangan sampai menimbulkan problem baru dan kemudian menimbulkan hoax.Â
Semakin banyak referensi yang dibaca saat hendak menulis maka semakin padat dan dalam isi dari suatu tulisan. Sama bukan dengan menulis karya tulis ilmiah? Semakin banyak acuan yang disitasi maka semakin dalam ilmu yang digali oleh si penulis.Â
2. Konsep
Setelah menemukan banyak referensi akan sesuatu yang ingin kita gali, maka mulailah menulis konsep atau kerangka tulisan. Berdasarkan konsep tersebut dapat dikembangkan lagi secara detail dan terarah apa saja yang akan kita kemukakan.Â
3. Membaca kembaliÂ
Kemudian setelah menjabarkan semua pemikiran yang tertuang pada konsep, maka usahakan untuk membaca kembali tulisan tersebut. Biasanya banyak kesalahan yang terjadi saat menulis, entah itu tanda baca, tulisan yang typo, padanan kata yang tidak tepat dalam kalimat, susunan kata yang terbolak-balik dan bahkan kalimat yang berulang. Jadi tujuan membaca kembali tulisan tersebut adalah mengoreksi kesalahan saat menulis.
Ketika suatu tulisan sudah tayang maka kamu dianjurkan untuk tidak mengeditnya karena kabarnya akan mempengaruhi jumlah viewer artikelmu. Makanya saat membaca artikel atau berita online kita sering menemukan typo, kata berulang dan bahkan kalimatnya yang terbolak-balik dibiarkan begitu saja oleh si penulis. Selain itu, mengedit tulisan yang sudah tayang juga membuang waktu dan memecah konsentrasi saat menulis topik lain.Â
Sekian...
Salam literasi..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H