Rao-Rao merupakan salah satu desa di Kabupaten Tanah Datar, Kecamatan Sungai Tarab. Jika menyebut Rao-Rao, mungkin orang tidak akan mengenalnya. Namun jika disebut kotanya yakni Batusangkar, mungkin ada yang tahu. Batusangkar atau di daerahnya disebut "Batusangka".
Disebut sambalado tulang karena terdiri dari tulang sapi atau kerbau.Â
Tulang ini selalu dijual di balai Rao-Rao setiap hari Rabu dan Sabtu. Karena hari balai di desa tersebut hanya 2 hari. Biasanya saat suasana lebaran seperti sekarang ini, banyak para perantau yang baru saja pulang ke kampung halaman akan berburu tulang.Â
Selain tulang, mereka juga akan memborong ketumbar muda yang merupakan salah satu bahan membuat sambalado tulang. Jadi tak heran, rata-rata yang mereka bawa kembali ke kota adalah tulang dan ketumbar muda tersebut. Karena di kota tidak akan ditemukan.
Bagaimana proses sampai didapatkan tulang dari sapi atau kerbau tersebut saya kurang paham. Namun yang saya lihat, si pedagang mengambil tulang bagian kaki yang sudah berwarna putih dengan cara memukul menggunakan kapak berukuran sedang.Â
Saat memukul, di alas menggunakan kayu tebal berbentuk bulat. Tulang ini biasanya akan dibungkus dengan daun pisang kering.Â
Tulang sapi atau kerbau ini akan digiling bersamaan dengan cabe, ketumbar dan bahan lainnya. Setelah digiling biasanya akan direbus atau di uwok. Di desa Rao-Rao sendiri masih banyak rumah yang menyediakan tungku.Â
Nah, kebanyakan sambalado tulang ini akan di uwok bersamaan dengan memasak nasi ditungku. Aroma dan kenikmatannya berbeda dengan memasak menggunakan kompor ataupun merebusnya sendiri.Â
Saat direbus atau di uwok, biasanya ditambahkan teri, pete, kucai, tomat, dan rimbang. Rimbang di daerah lain disebut takokak atau leunca. Kucai tetap disebut kucai karena saya pernah menemukannya di salah tempat perbelanjaan dengan nama yang sama, di bawah saya kasih contoh.Â