Ramadan tiba, iklan sarung beraneka merk mulai bermunculan. Melihat iklan tersebut, lagi-lagi saya teringat pada nenek.
Dulu semasa nenek masih ada, menjelang lebaran tiba beliau selalu mendapatkan beraneka ragam corak dan merk sarung setiap tahunnya. Entah itu didapatkan dari masjid, tetangga, kolega, dan kerabat. Nenek selalu menyimpan rapi setiap pemberian tersebut.Â
Setelah almarhumah nenek meninggal dunia, sarung peninggalannya jika dikumpulkan keseluruhan bisa mencapai puluhan dan mungkin bisa ratusan. Itupun sebagian sudah dipindah tangankan ke orang lain. Namun bukan itu kisah yang sesungguhnya.Â
6 tahun silam...Â
2 Helai Sarung untuk Paman
Sebelum berangkat ke perantauan. Nenek menitipkan 2 helai sarung. Sarung tersebut diperuntukkan untuk paman saya. Nenek sudah sangat lama tidak bertemu dengan anak lelaki satu-satunya. Karena usia yang tak kemungkinkan untuk bepergian dan kesibukan sang paman. Komunikasi yang terjalin hanya via telepon dan sesekali video call.Â
Saat itu Nenek berpesan "iko untuk Om. Antaan ka rumahnyo yo, bia basuo au samo Om. Kecek an, acok-acok maagiah kaba ka Nenek". (Red : Ini untuk Paman. Tolong diantarkan ke rumahnya ya, supaya kamu bisa ketemu sama Paman. Bilang sama dia, sering-sering memberi kabar sama nenek).Â
Sarung tersebut akhirnya saya berikan langsung pada paman. Paman saya saat itu menangis dan mengungkapkan keinginannya untuk pulang menemui nenek. Paman mengelus-ngelus sarung tersebut. Dia terlihat sangat menyukai sarung pilihan nenek dan berkata "warna, motif dan bahannya bagus, Om suka. Nanti Om pakai ya". 3 bulan lalu saya masih melihat sarung tersebut dipakai untuk shalat.Â
Pesan dan titipan yang terlihat sederhana, namun bisa menyentuh hati si penerimanya.Â
Ibarat pepatah. Kasih sayang ibu sepanjang masa, kasih sayang anak sepanjang galah.