Mohon tunggu...
SAFITRI ROMADHONI
SAFITRI ROMADHONI Mohon Tunggu... -

saya lahir di sragen

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pembantahan Terkait Isu Revisi Do’a Belajar

22 Desember 2014   02:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:46 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terdengar isu di berbagai media bahwa salah satu permasalahan yang akan dievaluasi oleh Anis Baswedan adalah berkenaan dengan tata cara membuka dan menutup proses belajar.Persoalan ini dimunculkan oleh sejumlah orangtua murid yang mengeluhkan tata cara agama tertentu yang mendominasi dalam proses belajar mengajar. Hal itu membuat siswa penganut agama lain menjadi tidak nyaman.

Banyak guru dan orangtua yang menampik isu tersebut sebagai suatu ketidaknyamanan mengingat proses belajar-mengajar sudah diawali dan diakhiri dengan doa sejak puluhan tahun republik ini berdiri, dan tidak ada keluhan dari siswa yang beragama minoritas. Sekolah-sekolah negeri selama ini menjadi pilihan netral bagi seluruh masyarakat Indonesia karena mengakomodasi seluruh ummat beragama dengan baik.

Pertama, kalau guru dilarang meneladankan doa dalam secara Islam, maka yang terjadi adalah sekulerisasi, yakni menjauhkan kaum Muslimin dari ruh ibadah.Selama ini, siswa Muslim yang belajar di sekolah non-Muslim juga dibimbing doa menggunakan tata cara non-Islam, dan hal tersebut dimaklumi oleh kaum Muslimin mengingat fungsi kelembagaan mereka memang untuk mendidik sesuai ajaran agamanya. Jadi, toleransi beragama kaum Muslimin sudah berjalan cukup baik dalam dunia pendidikan Indonesia.Kedua, bila guru dituntut berdoa secara semua agama, maka itu pluralisasi.

Di sekolah-sekolah yang mayoritas non muslim, berdoanya juga pakai cara agama mereka. Juga ada mengkritisi ketidakadilan pada umat Islam yang selalu disuruh bertoleransi, sementara kaum minoritas banyak menuntut. Bertolak belakang dengan kondisi di negara yang di sana jumlah muslim minoritas, umat Islam dizalimi seperti kasus Rohingya, Kasmir, dan lainnya.Di Bali, pegawai yang muslim pakai jilbab dilarang disuruh menghormati masyarakat Bali yang mayoritas Hindu. Kenapa kalau yang minoritas agama lain cara Islam dianggap mengganggu kenyamanan agama lain? Disarankan agar mantan Rektor Paramadina itu blusukan dulu melihat kondisi di lapangan sebelum menerapkan rencana tersebut.

Pendidikan bagi ummat Islam merupakan bagian dari ibadah, tak (boleh) terpisahkan. Selama ini umat beragama lain diperbolehkan berdoa sendiri menurut keyakinannya, tanpa paksaan. Maka biarlah tetap begitu. Sebagaimana bila dalam sekolah Nasrani, murid-murid Muslim juga seharusnya diperbolehkan berdoa menurut keyakinanya. Namun kita bersyukur, bahwa Anies Baswedan menampik akan mengatur doa di sekolah sebagaimana yang diberitakan di media massa. Dia menyebut itu hanya wacana. Bahkan sebaliknya, beliau malah akan mendorong semangat religiusitas. Dengan demikian, masyarakat dapat kembali tenang dan melanjutkan proses belajar mengajar sebagaimana biasanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun