Mohon tunggu...
Nur Safitri Rahmania
Nur Safitri Rahmania Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Nur Safitri Rahmania biasa dipanggil Safitri, umur saya 19 th saya saat ini menempuh pendidikan di Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Empat Poin Perlu Dikritisi dalam RUU Kesehatan, Apakah Wajar?

11 Mei 2023   22:20 Diperbarui: 11 Mei 2023   22:25 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

RUU Kesehatan akhir-akhir ini menjadi sorotan bagi warga Indonesia khususnya para tenaga kesehatan di Indonesia salah satunya Perawat. Bagaimana tidak, RUU Kesehatan yang harusnya bisa mengembangkan kemajuan profesi kesehatan malah tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Banyak poin-poin yang merugikan profesi kesehatan, tipisnya perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan, mudahnya tenaga kesehatan asing yang masuk ke Indonesia, banyak hal merugikan yang tercantum dalam RUU Kesehatan saat ini. Bagaimana bisa citra profesi yang dibangun sebegitu lamanya akan dengan mudahnya dihancurkan hanya dengan sebuah hitam diatas putih. 

Tidak masalah jika RUU Kesehatan yang dikeluarkan dapat membuat perubahan sistem kesehatan Indonesia menjadi lebih baik lagi. Tetapi banyak perubahan yang membuat tenaga kesehatan merasa dirugikan, apakah hal tersebut sangat wajar? Tentu perlu dipertanyakan. Bahkan, RUU Omnibus Law Kesehatan tidak mengatur dengan baik standar utama profesi khususnya profesi keperawatan. Terdapat empat poin dalam RUU Kesehatan yang dikritisi dapat merugikan tenaga kesehatan khususnya perawat. 

Pertama, isi RUU tersebut berpotensi menghilangkan sistem yang sudah berjalan dengan baik, membatalkan beberapa undang-undang yang masih sangat penting dan mirisnya keberadaan undang-undang tersebut dapat mendukung peningkatan sistem kesehatan. Seperti UU no 38 tahun 2014 tentang keperawatan, dengan mengganti standar esensial dalam UU tersebut yang sangat dibutuhkan oleh profesi keperawatan, maka tidak dapat mengembalikan posisi keperawatan dalam sistem pelayanan kesehatan seperti 30 tahun yang lalu. 

Sebagaimana tercantum dalam latar belakang UU no 38 tahun 2014 tentang Keperawatan. Ketentuan Undang-undang Keperawatan memastikan pemberian layanan keperawatan yang bertanggung jawab, akuntabel, berkualitas tinggi, aman dan terjangkau oleh perawat yang kompeten, berwibawa, beretika, dan bermoral tinggi. Tujuan ini akan direalisasikan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pencabutan UU Keperawatan akan melemahkan profesi keperawatan Indonesia yang sedang proses menjalani persaingan global. Sehingga akan meninggalkan profesi keperawatan dalam keadaan tidak memiliki dasar yang kuat untuk pengembangan profesional, bahkan dampak negatifnya lagi akan menyebabkan masalah dan konflik hukum di profesi sosial dan dalam sistem perawatan kesehatan. 

Bagaimana bisa dasar yang sudah ditetapkan sebegitu lamanya akan dihapus dengan mudahnya. Sistem yang sudah dikembangkan dengan baik, dibangun puluhan tahun lamanya, dan penuh perjuangan untuk hal itu. Lalu dengan mudahnya akan diubah bahkan dihapus? Terdengar sedikit konyol tapi ini benar adanya. Bahkan apakah ada solusi yang ditawarkan ketika kemungkinan-kemungkinan buruk terjadi? 

Kedua, Proyek undang-undang kesehatan tampaknya tidak cukup serius untuk mereformasi sistem kesehatan, apalagi sumber daya kesehatan masih diskriminatif dalam pengaturannya. UU Kesehatan menggambarkan kompetensi sumber daya kesehatan dari berbagai sudut pandang, yaitu tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya. Ini menimbulkan masalah tersendiri di kemudian hari yang memunculkan pebedaan jawaban antara organisasi profesi yang satu dengan lainnya mengenai sistem penataan kesehatan di Indonesia. Perbedaan ini menyebabkan disparitas dalam layanan, yang menyebabkan hambatan koordinasi dan kolaborasi. Dunia saat ini sedang mengembangkan kolaborasi kesehatan, yang mengharuskan semua sumber daya fokus kepada klien. Jika perbedan tetap berlanjut, maka pada akhirnya akan berdampak pada efisiensi dan layanan yang berkualitas kepada masyarakat. 

Ketiga, ada rencana pengurangan peran organisasi profesi, dimana hal ini mungkin sangat berpengaruh terhadap organisasi profesi lainnya. Sejauh ini, PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) sudah berperan aktif membantu pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan kesehatan di Indonesia, meningkatkan profesionalisme perawat, dan mengadvokasi kesejahteraan perawat, lalu apa urgensi dalam pengurangan organisasi profesi ini? Padahal organisasi profesi sudah menjadi wadah untuk menyalurkan aspirasi anggota kepada pemangku kepentingan. 

Keempat, Undang-undang kesehatan dapat memudahkan perawat asing yang mengikuti kebijakan investasi untuk bekerja di Indonesia. Jika hambatan teknis ini tidak ketat, maka bisa menjadi ancaman karena akan membatasi kesempatan kerja bagi perawat Indonesia. Sedangkan jumlah lulusan keperawatan di Indonesia mencapai 65.000-75.000 per tahun. Di sisi lain, pemerintah tidak berupaya untuk meningkatkan kondisi kerja perawat dan kesejahteraan mereka, terutama di sektor swasta yang masih banyak menerima tunjangan di bawah kualifikasi, bahkan di bawah UMR. 

Apakah tidak terpikirkan dampak yang terjadi atas RUU Kesehatan yang diterbitkan ini? Apakah tidak ada pertimbangan plus minus dari RUU Kesehatan sendiri? Bagaimana nasib anak negeri jika tenaga kesehatan asing dapat mudah masuk ke negeri ini? Indonesia tidak kekurangan orang-orang berbakat, banyak potensi dari generasi muda Indonesia pada saat ini. Apakah tidak terpikirkan sama sekali? 

Organisasi profesi hanya ingin anggota yang dinaunginya sejahtera. Tetapi hal yang tidak masuk akal malah terjadi dan mengatakan penghapusan terhadap landasan profesi. Kecewa? Tentu saja, sebagai calon tenaga kesehatan masa depan tentunya saya pribadi menginginkan adanya landasan hukum yang dapat menaungi organisasi profesi. Hilang sudah kebanggaan profesi jika landasan sebuah profesi dihapuskan. Berharap semoga RUU Kesehatan bisa segera di-revisi dengan mempertimbangkan pendapat dari berbagai belah pihak. Buka mata, buka telinga, suara rakyat patut dijadikan pertimbangan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun