Mohon tunggu...
Safitri N
Safitri N Mohon Tunggu... Lainnya - Homo Ludens

Homo Ludens

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Doa dalam Cerita untuk Anak Banten

2 Mei 2018   17:56 Diperbarui: 2 Mei 2018   18:20 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
credit photo @haheho.community (instagram)

"Mengaji"

"Belajar bikin layangan, kalau emang ngga bisa, yaudah, Kamu pintar mengaji"

Dia tersenyum.

"Kalau jadi petani aja boleh?"

"Boleh, tapi tetap harus sekolah."

Meyakinkan pada mereka untuk tak meninggalkan sekolah bukanlah hal yang mudah. Membayangkan bagaimana mereka kelak akan meningggalkan Sekolah Dasar, apakah benar mereka akan melanjutkan sekolah atau ia akan di rumah mengantar rantang makan siang untuk ayahnya di Sawah,  Kakaknya sudah berkerja memang, sekolah hanya sampai tingkat SMP.

Raihan. Namanya Raihan. Ia bukan satu - satunya anak yang memiliki keinginan jadi Petani, ia bukan satu - satunya anak yang ragu untuk melanjutkan sekolah.

Masih ada puluhan atau bahkan ratusan cerita dari anak - anak Banten. Mereka yang bekerja keras untuk bisa datang ke bangunan sekolah ala kadarnya, atau anak - anak yang sesekali tidak masuk sekolah karena harus membantu orang tua mereka bekerja. Pantas dipersalahkan kah mereka? Atau, salah orang tua mereka kah ketika anak tidak bisa datang ke sekolah?

Banten yang gagah dengan Badak bercula satu, Banten yang teguh dengan keyakinan orang - orang Baduy, kini bahkan tak hanya yang jauh di tengah hutan, kenyataan yang ada di depan mata pun tak terlihat. 

Sebuah jalan yang beraspal, kendaraan ramai lalu lalang, letaknya persis di salah satu jalan utama, mereka, anak - anak masih berhitung kancing apakah sekolah masih akan berdiri esok hari. Kepedulian tak hanya bisa terhenti pada kata. Sekelompok Pemuda dan Pemudi tergerak untuk mengambah sumber ilmu, sebuah sekolah di Panimbang, mereka dimanjakan dengan luasnya langit, mereka diberkati dengan sinar matahari yang hangat, yang sejuk senja dan subuhnya menyerap ke dalam hati siapapun yang melangkahkan kaki ke sekolah itu.

Pemiliknya adalah sebuah keluarga, dengan dana yang mereka miliki, mengukir secercah harapan untuk anak - anak di Cangkudu. Nama desanya Cangkudu, anak - anak Cangkudu yang ceria dan baik hati. Tentu saja kusebut baik hati, mereka tak berpikir ulang untuk mengulurkan tangan mereka, membantu kami yang kewalahan membawa setumpuk sampah dari desa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun