Mohon tunggu...
Safir Firdaus Mumtazi
Safir Firdaus Mumtazi Mohon Tunggu... Konsultan - Atlet

Penyuka sepak bola

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Filsafat Dalam Membangun Critical Thingking di Era Revolusi Industry 4.0

15 Juli 2021   23:40 Diperbarui: 15 Juli 2021   23:42 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang tidak pahami bahwa saat ini kita berada di era revolusi industry yang masa akan datang Yang merupakan bentuk keniscayaan. Ketika manusia hidup, ketika proses terjadi maka selalu ada saja perubahan dan orang yang siap dengan perubahan itulah yang akan eksis sebaliknya, mereka tidak berubah yang stagnan dia akan bertindas  maka, tepat sekali tema yang di usung pada kesempatan ini "filsafat dalam membangun critical thinking di era revolusi industry 4.0". Memang bahwa saat ini keputusan yang harus kita miliki dalam menghadapi saingan global di era yang tadi dikatakan industry 4.0 bahkan sa yang sekarang sudah meloncat. Berbeda pada masa-masa dulu ini termasuk generasi kolonial. Jadi pesan dengan tema industry yaitu kita di tuntut untuk berubah dan kita di tuntut dengan juga kemampuan, kita di tuntut berkarakter, kerja keras dan kompetensi. 

"BERPIKIR DI DUNIA DAN UNTUK DUNIA"

Secara umum, filsafat memang dianggap mampu ambil peranan untu menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, dan karena itu sangat berguna untuk tarbiyah. Tapi, kenyatannya tidak selalu demikian, banyak aliran filsafat, tapi tidak semua aliran filsafat itu betul-betul berfaedah. Mengapa? Karena sebagian corak filsafat yang berkembang dewasa ini sudah keluar dari khittahnya, yakni sebagai sarana bagi pencari kebijaksanaan dan pecinta kebenaran.

Praktik filsafat modern mainstream, misalnya, tidak lagi dimaknai cinta kebijaksanaan, "philosophia", melainkan benci kebijaksanaan aka, "misosophia" (Syed Hussein Nasr), sebagai contoh, ada orang yang mengatakan "tidak ada kebenaran, kebenaran adalah ilusi" atau "tidak ada realitas dunia kecuali dalam benak manusia". Jika ada skandal dalam filsafat, maka skandal terbesar dalam filsafat adalah keluar dari khittahnya. Mari kita keluar dari "misosophia" semacam itu, dan kembali pada "philosophia" yakni Ikhtiyar untuk mencari kebijaksanaan dan meraih kebenaran. Hasil Ikhtiyar epistemic ini bias keliru, karena itu orang juga dituntut untuk punya "intellectual humility".

BERPIKIR DI DUNIA

Dunia ini real, kita tidak bisa menyangkalnya. Dunia ini terdiri dari banyak sesuatu. Bebatuan, tetumbuhan, binatang, manusia, matahari, Jupiter, galaksi-galaksi benar-benar real. Begitu pula kebudayaan, struktur social, norma, nilai, filsafat, ideology, sains, ilusi-ilusi atau eror-eror, dan lain-lainnya juga real. Kita menyebut real karena: bisa diindera, dan/atau, punya efek, yang punya efek tidak selalu bisa diindera. Kita hidup di dunia yang semacam itu. 

Kita, manusia, berotak, berdarah, berdaging, manusia adalah bagian dari dunia ini. Saat kita (entah filsuf, ilmuwan atau orang-orang biasa terdidik) berpikir, kita berpikir di dunia ini, (dunia dimana kita hidup dan berada sekarang); kita tidak bisa "lari" dari kenyataan ini, kita berada di dunia ini, dan menghadapi dunia. Saat anda berpikir di bilik kamar, dan rumah anda kebakaran, misalnya, tubuh anda pun bisa di lumat api.

Jadi, penting artinya kita menyadari keberadaan kita di dunia ini saat kita berpikir, kita mesti punya kepekaan. Karena kita bagian dari dunia ini dan menghadapi dunia ini, saat berpikir juga harus benar-benar memperhitungkan realitas dunia ini. Di dunia ini real dan kita tidak bisa menyangkalnya.

Berpikir di dunia ini berarti kita menyadari bahwa pikiran kita akan dikonfrotasikan dengan realitas, atau diuji di hadapan realitas; dan akan punya efek-efek atau dampak --dampak sejauh sang pemikir dan orang-orang yang lain juga mempercayainya dan membimbing tindakan mereka di dunia. Itulah mengapa berpikir juga menuntut suatu tanggung jawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun