Mohon tunggu...
Safira Aulia Faqiha
Safira Aulia Faqiha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

An INFJ

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Alasan Diperberatnya Putusan Pidana

28 Juni 2022   21:15 Diperbarui: 28 Juni 2022   21:48 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seorang Hakim mempunyai tanggungjawab atas putusnya sebuah amar putusan di Pengadilan. Dalam hal menjatuhkan putusan pidana salah satu hal yang harus termuat adalah keadaan yang memberatkan dan meringankan”, hal ini berdasarkan pada pasal 197 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Keadaan-keadaan memberatkan adalah situasi yang berlaku dalam tindak pidana yang menggambarkan tingkat keseriusan tindak pidananya atau tingkat bahayanya pelaku tersebut, yang mempengaruhi ukuran beratnya pidana yang akan dijatuhkan.

Undang-undang mengatur tentang tiga dasar (alasan) yang menyebabkan diperberatnya pidana umum, ialah:

  • Karena jabatan;
  • Karena menggunakan bendera kebangsaan;
  • Karena pengulangan (recidive).

1. Alasan Karena Jabatan

Pasal 53 KUHP menerangkan pemberatan karena jabatan yang rumusan lengkapnya adalah:

Bilamana seorang pejabat karena melakukan tindak pidana melanaggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya atau pada waktu melakukan tindak pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiga.

Dasar pemberat pidana karena jabatan tersebut terletak pada keadaan jabatan dari kualitas pejabat atau pegawai negeri dalam melakukan tindak pidana. Bentuk-bentuk tindak pidananya antara lain :

  • Melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya
  • Memakai kekuasaan jabatannya
  • Menggunakan kesempatan karena jabatannya
  • Menggunakan sarana yang diberikan karena jabatannya

2. Alasan karena menggunakan bendera kebangsaan

Melakukan suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana bendera kebangsaan dirumuskan dalam Pasal 52 a :

Bilamana pada waktu melakukan kejahatan digunakan bendera kebangsaan Republik Indonesia, pidana untuk kejahatan tersebut dapat ditambah sepertiga.

Cara penggunaan bendera dalam pasal tersebut tidak ditentukan. Hal ini menunjukan bahwa menggunakan bendera kebangsaan dengan cara apapun saat melakukan kejahatan termasuk perbuatan tindak pidana.

3. Alasan karena pengulangan (recidive)

Alasan pemberatan pidana pada pengulangan ini ialah terletak pada 3 (tiga) faktor:

  • Faktor lebih dari satu kali melakukan tindak pidana
  • Faktor telah dijatuhkan pidana terhadap si pembuat oleh negara karena tindak pidana yang pertama
  • Pidana itu telah dijalankannya pada yang bersangkutan.

Seseorang yang melakukan tindak pidana yang kedua kalinya dinilai bahwa dia menghiraukan peringatan negara tersebut. Dia tidak merasakan efek jera dari ancaman tindak pidana yang dia lakukan, sehingga perlu pemberat pidana pada peringatan yang kedua kalinya.

Pemberatan pidana dengan dapat ditambah sepertiga dari ancaman maksimum dari tindak pidana yang dilakukan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 486, 487 dan 488 harus memenuhi dua syarat essensial, yaitu:

  • Orang itu harus telah menjalani seluruh atau sebagian pidana yang telah dijatuhkan hakim, atau ia dibebaskan dari menjalani pidana, atau ketika ia melakukan kejahatan kedua kalinya itu, hak negara untuk menjalankan pidananya belum daluarsa.
  • Melakukan kejahatan penanggulangannya adalah dalam waktu belum lewat 5 (lima) tahun sejak terpidana menjalani sebagian atau seluruh pidana yang dijatuhkan.

Dalam hal pengulangan, pelaku tindak pidana harus sudah dipidana karena melakukan tindak pidana yang pertama kali, karena dalam Pasal 486, 487 dan 488 disebutkan telah menjalani pidana yang dijatuhkan.

Bahwa mengenai pelaksanaan pidana yang telah dijatuhkan terdapat beberapa kemungkinan, ialah:

  • Pertama dilaksanakan seluruhnya
  • Kedua dilaksanakan sebagian
  • Ketiga pelaksnaannya ditiadakan
  • Keempat tidak dapat dilaksanakan berhubung sesuatu halangan yang tidak dapat dihindarkan, misalnya sebelum putusan yang mempidanya itu dieksekusi narapidana melarikan diri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun