Mohon tunggu...
Gadis Shafira
Gadis Shafira Mohon Tunggu... Freelancer - live and learn

dont forget to live your life and learn the journey guys 💕

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Let Them be Them

4 April 2019   21:03 Diperbarui: 4 April 2019   21:42 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

” a lot of parents will do anything for their kids, except let them themself”

-bansky

   

Hayo ... bener gak nih ? dari kecil udah les berenang, les vokal, les biola, les piano, itu yang mau si dedek sendiri atau bunda yang mau ? murni keinginan anak atau keinginan ayah / bunda yang tidak tercapai lalu di berikan ke anak ?

Jangan memaksa anak untuk menjadi "kloningan" dari orangtua / memaksa anak untuk menjadi apa yang ayah dan bunda mau, karena jika tidak berhasil bukan hanya ayah bunda saja yang stress tapi anak juga akan stress.

Ga percaya ? Anak kecil juga bisa stress loh bunda, dan faktanya stress anak paling sering disebabkan oleh orangtua. Tanpa sengaja perlaku yang orangtua berikan malah menimbulkan tekanan yang mengakibatkan stress pada anak. Apa saja contohnya ?

1. Membuat anak mengikuti banyak kegiatan.

Seperti mengikui les sejak  dini. Senin les berenang, selasa les matematika, rabu les piano, kamis les biola.........

Memang anak terlihat baik-baik saja dan tetap mengikutanya, tapi apakah bunda tau di balik nurutnnya si kecil dalam mengikuti les ada kejenuhan yang ia rasakan ?

2. Hati-hati dalam memberikan kata-kata motivasi

Dalam meng-suport anaknya pasti kita sebagai orangtua ingin melakukan segala hal yang terbaik untuk mendukung anak. Tapi terkadang kata-kata motivasi yang kita berikan justru malah membebani anak. Kenaapa ? jangan samakan pola pikir kita dan pola pikir anak, karna mayoritas anak anak langsung menyerap kata-kata yang ia dengar tanpa menyaring dan memproses kata-kata yang ia dengar dengan sempurna sepert yang orang dewasa lakukan.

3. Membeda-bedakannya.

Apalagi jika membeda-bedakannya dengan temannya dalam menempuh proses belajar anak, sehingga tanpa sadar orangtua seperti membuat suatu perintah yang mengharuskan anak menjadi sosok yang lebih baik dari yang dibandingkan dengannya. Hati-hati bunda, memang ada sebagian anak yang bersedia untuk menerima tantangan tersebut, tapi sisannya ?

4. Labeling pada anak.

Duh....jangan deh bunda, apalagi jika labeling pada anak sembari dengan membandingkannya dengan  anak lain, karna itu akan membuat anak tertekan dan terluka secara batin. Mungkin maksud bunda dalam melakukan labeling pada anak semata --mata hanya untuk bercanda saja, tetapi hal tersebut bisa membuat anak kepikiran, tertekan, dan mengalami luka batin yang akan ia bawa hingga anak dewasa.

5. Menuntut kesempurnaan.

Ya itu tadi bunda, membuat anak untuk mengikuti banyak les agar bisa menjadi apa yang bunda inginkan, smart dan multitalent. Menuntut anak hanya akan membuatnya stress, dari pada seperti itu bagaimana dengan memberinya kesempatan untuk mencoba segala hal agar ia bisa mengetahui keahliannya.

Memang tidak sedikit orangtua yang menginginkan anaknya seperti apa yang ia inginkan, menjadi sempurna seperti apa yang orangtua bayangkan. Tapi perlu disadari bahwa masing-masing anak mempunyai kepribadian, karakteristik, keahlian, dan keunikan masing-masing. Maka biarkan anak menjadi dirinya sendiri, let them be them. 

Jangan usik masa-masa keemasannya dengan keegoisan kita yang menginginkan kesempurnaan dari anak kita. Yang terpenting bagi anak kita adalah kenyamanan mereka saat mereka menjadi diri sendiri, kenyamanan mereka saat mereka bersama-sama dengan orangtua, karna dengan begitu tanpa kita tuntut dan kita suruh lambat laun anak akan mengerti kemampuannya dan mengerti akan dirinya dan bagaimana cara membanggakan kedua orangtuanya. 

Tugas kita sebagai orang tua hanya  perlu meng-suport apa yang anak kita lakukan, memfasilitasi apa yang menjadi hobby dan kesukaannya agar anak bisa berkembang dengan optimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun