Mohon tunggu...
Siti Nurjanah
Siti Nurjanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Hobi saya membaca dan menulis, konten yang saya sukai seputar topik pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Santri Kauman Lasem dalam Mewujudkan Persatuan Indonesia

4 November 2023   18:40 Diperbarui: 4 November 2023   19:07 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keberagaman merupakan anugerah Tuhan yang tak dapat dihindari, namun perlu dijaga dengan baik. Kenyataan adanya keragaman penduduk di Indonesia juga membawa sejumlah sudut pandang, opini, kepercayaan, dan kepentingan yang berbeda di antara warganya, termasuk dalam hal beragama.

Misalnya, di Kecamatan Lasem, Rembang, Jawa Tengah, menurut data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil tahun 2023, terdapat sekitar 51.225 penduduk yang memeluk tujuh jenis agama yang berbeda. Agama Islam diikuti oleh sebagian besar penduduk, mencapai 49.523 jiwa, sementara Kristen diikuti oleh 971 jiwa, Katholik oleh 555 jiwa, Hindu oleh 1 jiwa, Budha oleh 159 jiwa, Konghucu oleh 34 jiwa, dan terdapat pula sejumlah 12 jiwa yang memeluk kepercayaan lainnya.

Keanekaragaman kepercayaan di Lasem tentu memerlukan upaya untuk mengurangi potensi konflik dan ketegangan sosial dalam interaksi mereka. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah menerapkan prinsip moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Implementasi Moderasi Beragama dalam Pendidikan Islam (Kementerian Agama, 2019: 6), moderasi beragama diartikan sebagai sikap yang menekankan keseimbangan dalam keyakinan, moral, dan watak, sebagai ungkapan dari sikap keagamaan individu atau kelompok tertentu.

Penerapan moderasi beragama dapat diterapkan melalui pendidikan, termasuk di pesantren, yang merupakan lembaga pendidikan agama di Indonesia. Contohnya, Pondok Pesantren Kauman di Lasem, Rembang, yang diasuh oleh KH Zaim Ahmad, dalam segi bangunan menunjukkan adanya kolaborasi antara unsur budaya Islam dan budaya Tionghoa dalam arsitekturnya.

Ketika memasuki wilayah Pesantren Kauman, terlihat sebuah pos penjaga dengan desain yang menyerupai klenteng berwarna merah, lengkap dengan lampion-lampion yang terletak di atasnya. Ketika memasuki area pesantren akan disambut oleh pemandangan ndalem, tempat yang digunakan untuk menerima tamu, yang dihiasi dengan karakter kanji pada pintu masuk.

Di Pesantren ini dengan unsur-unsur seni Tionghoa yang khas, para santri diajari berbagai aspek dari ilmu agama sambil menekankan pentingnya karakter yang moderat. Menurut KH Zaim Ahmad, pendidikan Islam yang berbasis pada moderasi di Pondok Pesantren Kauman Lasem dilakukan melalui dua jalur, yaitu pembelajaran di dalam forum pengajian dan di luar forum pengajian.

Pembelajaran di dalam forum pengajian sering berlangsung di musholla yang terletak di depan ndalem, di mana terdapat lampion-lampion merah yang menghiasinya. Melalui proses pembelajaran ini, mereka memfokuskan pada internalisasi nilai-nilai moderasi agama dengan memeriksa isu-isu kehidupan yang moderat saat mempelajari kitab kuning yang merupakan khas pesantren dan diajarkan dengan metode bandongan. Proses internalisasi nilai-nilai moderasi ini diwujudkan dengan menggabungkan pengalaman KH Zaim Ahmad dalam berinteraksi dengan masyarakat non-muslim.

Walaupun hanya melakukan sapaan kepada warga yang berlalu di sekitar pesantren dan menghadiri setiap kegiatan yang diadakan oleh komunitas pecinan ternyata memberikan pengalaman berharga bagi para santri mengenai pentingnya menerapkan sikap moderasi dalam beragama.

Menurut pendapat  salah satu warga  yang tinggal di sekitar Pondok Pesantren Kauman, yakni Cristhian Anthony. Dia menyatakan bahwa karakter moderasi dalam beragama yang diperlihatkan oleh kyai dan santri di Pesantren Kauman sangat positif dan dirasakannya dengan baik. "Saya merasa dihargai dengan sikap yang telah mereka tunjukkan kepada saya dan masyarakat sekitar secara umum," ujarnya.

Menurutnya, KH Zaim Ahmad selalu menunjukkan sikap baik terhadap masyarakat sekitar. Dia sering kali keluar dari pesantren hanya untuk mengunjungi tetangga atau mendatangi warung kopi, di mana dia menikmati secangkir kopi sambil berbincang-bincang dengan masyarakat dari berbagai latar belakang, tanpa mempermasalahkan perbedaan keyakinan yang dimiliki oleh mereka.

Selain itu KH Zaim Ahmad juga memiliki karakter moderat yang aktif diajarkan kepada para santri, dengan harapan mereka akan memiliki karakter yang sama. Dia mengakui bahwa sikap yang ditunjukkan oleh KH Zaim Ahmad telah menciptakan kenyamanan bagi masyarakat dengan adanya Pondok Pesantren Kauman Lasem di tengah-tengah kampung pecinan.

Tentu, Anthony juga menyatakan bahwa sikap yang ditunjukkan oleh santri Pondok Pesantren Kauman sangat ramah terhadap masyarakat sekitar. Ini terlihat dari kebiasaan santri yang sering menyapa saat berinteraksi dengan masyarakat non-muslim.

"Kemungkinan besar, ini karena ajaran dari Gus Zaim selama di pesantren. Jadi, ketika mereka bertemu dengan saya, mereka selalu menyapa dengan senyuman, mengucapkan 'monggo,' dan sebagainya," demikian penuturannya.

Selain itu, karakter persaudaraan, yang merupakan indikator sikap moderasi dalam beragama, juga tercermin dalam santri, terlihat dari kebiasaan mereka makan bersama dalam satu nampan dengan teman-teman mereka, meskipun dengan hidangan sederhana. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun