Mohon tunggu...
Safira Nur Rahma
Safira Nur Rahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah Seorang Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Book

Resensi Novel "Tarian Bumi" Karya Oka Rusmini

5 Mei 2023   15:28 Diperbarui: 5 Mei 2023   15:59 3773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Judul                  : Tarian Bumi

Penulis             : Oka Rusmini

Penerbit           : PT Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit  : 2007

Tebal                  : 177 Halaman

ISBN                   : 978-602-03-3915-3

Novel yang berjudul "Tarian Bumi" karya Oka Rusmini ini berfokus tentang kebudayaan, adat istiadat dan masalah sosial yang terjadi di Bali. Novel ini mengangkat tema tentang perjuangan para perempuan Bali untuk mendapat kesetaraan dan hak antara kehidupan laki-laki dan perempuan tanpa memandang kasta. Dalam novel ini masalah sosial yang terjadi di Bali menceritakan tentang ketidakadilan terhadap tokoh perempuan, dan  terjadi kemiskinan karena adanya perbedaan pengelompokkan kasta. Novel ini menggunakan alur campuran yang maju mundur serta menggunakan sudut pandang orang ketiga.

Konflik dalam novel ini berfokus kepada tiga tokoh perempuan dengan generasi yang berbeda sehingga menghasilkan beberapa masalah dalam waktu yang berbeda yaitu Sagra, Sekar, dan Telaga. Sejalan dengan judulnya novel ini menceritakan tentang seorang penari bali yang handal tetapi ia berasal dari kasta Sudra (kasta terendah dalam masyarakat Bali) bernama Luh Sekar yang tak pernah bosan berdoa kepada Dewa agar keinginannya menikah dengan laki-laki Brahmana terwujud. 

Karena menurut Luh Sekar jika ia berhasil menikah dengan laki-laki Brahmana ia bisa mengangkat derajat keluargnya, dan kehidupannya pun akan jadi lebih baik. Berkat doa dan kerja keras Sekar, pada akhirnya ia berhasil menikah dengan seorang bangsawan yaitu Ida Bagus Ngurah Pidada. 

Ida Bagus Ngurah Pidada merupakan anak keturunan bangsawan dari pasangan Ida Bagus Tugur dan Ida Ayu Sagra Pidada. Sebenarnya kedua orang tua khususnya ibu dari Ida Bagus Ngurah Pidada sangat tidak merestui pernikahan anaknya itu dengan Luh Sekar. Karena orang tua Ida Bagus Ngurah Pidada ingin anaknya menikah dengan perempuan yang sederajat kastanya. Setelah Luh Sekar menikah ternyata hidupnya berubah, ia harus meninggalkan kebiasan-kebiasannya, selain itu Luh Sekar juga Mengganti namanya menjadi Jero Kenanga dan dia harus meninggalkan semua yang pernah membesarkannya.

Ia harus membiasakan diri dengan nama baru, Jero Kenanga. Nama yang harus diperkenalkan pada napasnya bahwa itulah napas barunya. Ni Luh Sekar, perempuan Sudra itu, telah pergi. Sekarang ia telah memulai reinkarnasi menjadi bangsawan. Itulah yang harus dikorbankan Luh Sekar, ia tidak hanya kehilangan kebiasaan-kebiasaan lama. Tetapi, ia juga telah kehilangan dunia yang pernah membantu kesempurnaan wujud perempuannya. Perempuan itu harus mulai membentuk dunia baru, dan kini Luh Sekar lebih tinggi derajatnya dari semua orang Sudra bahkan ibunya sendiri.

Pernikahan Luh Sekar dengan Ida Bagus Ngurah Pidada dikaruniai seorang anak perempuan bernama Ida Ida Ayu Telaga Pidada. Saat Telaga semakin dewasa, ia harus memasuki masa yang paling menyulitkan, masa yang selalu memiliki pertanyaan-pertanyaan yang begitu beragam tentang hubungan laki-laki dan perempuan.

Menurut Telaga, orang-orang dalam rumahnya hanya membuat Telaga seperti buku kosong yang ditulisi dengan paksa dan terburu-buru. Di mata Telaga dua orang perempuan di rumahnya itu telah membuatnya menjadi serba salah. Jika Jero Kenanga masuk ke kamar Telaga, Neneknya pasti akan menatap dengan perasaan tidak senang, dan berkata "Apa saja yang dilakukan Kenanga di kamarmu?" "Hati-hati jika kau mendengar nasihatnya. Jangan-jangan didikannya akan membuatmu sesat!".

Ibunya juga begitu, sering menasihati dengan cara-cara yang aneh, "Harus hati-hati mendengar nasihat tuniangmu (nenekmu). Perempuan itu tidak banyak pengalaman. Dia seorang perempuan bangsawan yang hidupnya sejak kanak-kanak sampai hari ini selalu berlimpah. Tidak ada perjuangannya dalam hidupnya. Pegalaman hidupnya sangat miskin. Tidak ada yang menarik untuk dijadikan pdoman hidup. Kalau Meme (Ibu dalam bahasa Bali), Meme banyak menderita. Meme pernah tidak makan satu hari. Belum lagi menjadi perempuan yang tersisih." Suara Jero kenanga ini kadang-kadang lebih mirip pengharapan bahwa apa yang dilakukannya untuk hidup harus ditebus oleh Telaga.

Singkat cerita, Telaga terpikat dengan Wayan Sashmita (teman menari Telaga) ia berkasta Sudra, dan memiliki bakat melukis. Telaga menyukai laki-laki itu sejak masih kanak-kanak,Telaga tumbuh bersama Wayan Sashmita, Wayan sering ke griya untuk menemui Ida bagus Ketu Pidada (Kakek Telaga), Wayan sudah dianggap sebagai anak angkat oleh Tukakiang (Kakek dalam bahasa Bali). Semakin hari, perasaan yang Telaga simpan sendiri itu makin bertambah banyak, untungnya ternyata Wayan juga memiliki perasaan yang sama kepada Telaga. Kisah hidup Telaga sangatlah rumit, karena cintanya pada Wayan si lelaki berkastra Sudra itu ia harus menerima konsekuensinya yaitu meninggalkan kebawangsawanannya.

Mulanya, pernikahan Telaga dengan Wayan tidak mendapat restu dari orang tuanya. Mereka takut pernikahan Telaga dengan Wayan menjadi contoh yang tidak baik oleh Ida Ayu yang lainnya sehingga menjadi aib pada keluarga griya Brahmana. Tetapi pada akhirnya pernikahan Telaga dan Wayan tetap dilangsungkan karena suatu alasan. Usia pernikahan mereka masih seumur biji jagung, tapi naasnya Wayan ditemukan meninggal di studio lukis miliknya karena mengidap penyakit jantung sejak kecil. Dari pernikahannya dengan Wayan, Telaga dikaruniai seorang anak perempuan bernama Luh Sari.

Setelah suaminya meninggal, Telaga beberapa kali di ganggu oleh adik iparnya yang membuat hidup Telaga dan Luh Sari tidak tenang. Kemudian, Luh Gumbreg (ibu mertua Telaga) menyarankan Telaga untuk melakukan Upacara Patiwangi. Tujuan diadakannya upacara untuk melepaskan statusnya sebagai kaum Brahmana dan supaya terbebas dari permasalahan. Akhirnya Telaga melaksanakan upacara itu di griya, dan ia pun berubah menjadi perempuan Sudra seutuhnya.

Penulis berhasil membawa beberapa para pembaca masuk ke dalam kehidupan para tokoh, seolah-olah penulis menghipnotis para pembacanya untuk ikut larut dalam novel tersebut. Novel ini membukakan mata kita mengenai perjuangan perempuan untuk hak kesetaraannya

 Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari novel ini antara lain yaitu bagi kita orang dari luar Bali yang ingin mengetahui tentang kehidupan masyarakat Bali novel ini dapat menambah khazanah baru, memberikan pemahaman tentang sistem kasta dan budaya masyarakat Bali, dan berani mengangkat isu dan topik yang bagi sebagian orang tabu. Tetapi karena ceritanya cukup vulgar sebaiknya bagi anak-anak dibawah umur memperhatikan dulu rating umur yang ada pada cover belakang buku.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun