Mohon tunggu...
Safinatun Naja Akaleva
Safinatun Naja Akaleva Mohon Tunggu... -

Lahir di Ukraina, tapi tanah airku Indonesia. Mahasiswa Tingkat Akhir, Suka Menulis Tentang Apa Saja. Mari Belajar Tentang Banyak Hal, Jangan Batasi Ilmu di Ruang Sempit Fakultas.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kebebasan Memilih Tercederai di Papua

16 Agustus 2014   17:29 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:23 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14081596621555969535

[caption id="attachment_353231" align="aligncenter" width="261" caption="(sumber foto:bincangmedia.wordpress.com)"][/caption]

Persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) terus berjalan terkait gugatan atas pelaksanaan pemilu presiden (pilpres) lalu. Hingga kini, pihak penggugat terus mengumpulkan bukti-bukti terkait kecurangan yang ditemukan tim penggugat.

Salah satu kecurangan yang paling anyar terungkap yakni kasus intimidasi yang terjadi pada para pemilih di Papua. Oleh sumber dari pihak penggugat, ditemukan kasus adanya pemaksaan atas kehendak bagi para pemilih yang merujuk pada salah satu calon pasangan tertentu. Terlebih lagi, intimidasi suara ini dilakukan oleh pihak parpol dan aparat.

Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 42 tahun 2008 pasal 2 dengan tegas menyebutkan asas pelaksanaan pemilu yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Asas ini berlaku di seluruh daerah pemilihan tanpa terkecuali. Dengan ditemukannya sejumlah kasus intimidasi oleh pihak tertentu kepada para pemilih di Papua maka hal ini menjadi semacam aib bagi KPU daerah setempat.

Kebebasan menjadi aspek utama yang disoroti dalam kasus ini. Semestinya jika merujuk pada UU yang berlaku maka tidak boleh lagi ada intimidasi yang merujuk pada pemaksaan untuk memilih pada salah satu pasangan calon presiden pada waktu itu. Asas kebebasan tercederai di tanah Papua. Mencuatnya kasus ini jika telah dinyatakan diterima oleh pihak MK maka menjadi noda hitam bagi pelaksanaan pilpres yang oleh banyak pihak disanjung atas kedemokratisan pelaksanaannya.

Sudah semestinya hal ini tidak dianggap angin lalu oleh pihak yang terkait terlebih MK sebagai pemutus perkara persengketaan hasil pemilu. Tercederainya asas kebebasan pemilu bisa menjadi catatan buruk tersendiri bagi panitia penyelenggara pemilu sekaligus majelis hakim apabila mengabaikan hal ini begitu saja. Selayaknya pemilu menjadi ajang negara ini menunjukkan pada masyarakatnya kematangan demokrasi yang dimiliki. Namun sayang, dengan adanya kasus ini terlebih jika tidak ditanggapi dengan serius maka demokrasi yang dibanggakan akan hanyut tanpa bekas.

Semoga majelis hakim dapat memutuskan perkara dengan adil dengan menimbang segala aspek yang ada. Semoga kasus ini menjadi pembelajaran penting bagi kita semua sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang demokratis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun