Mohon tunggu...
Safina Bahiz
Safina Bahiz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi kota Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Berbagai Makna Bahasa Sunda yang Terdapat di Kampung Adat Cireundeu

29 Juni 2022   23:02 Diperbarui: 29 Juni 2022   23:08 3758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cireundeu merupakan nama kampung adat yang terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan. 

Nama Cireundeu diambil dari kata 'ci' yang artinya air dan 'reundeu' yang berarti "Pohon Reundeu", hal ini dikarenakan sebelumnya terjadi banyak sekali populasi pohon reundeu dikawasan ini dan dikatakan pula dengan menitipkan sumber air serta pepohonannya dikawasan tersebut. Oleh sebab itu kampung ini dinamakan Kampung Cireundeu.  

Dokpri
Dokpri

Bahasa yang digunakan di kampung ini ialah dengan menggunakan bahasa sunda. Aksara yang masih dipelajari, ialah aksara sunda yang diambil dari Hanacaraka Datasawala. Guru yang mengajar dikampung ini tidak bisa menggunakan aksara, oleh karena itu setiap hari minggu pemuda adat yang berada di desa ini memberikan pemahaman serta mengajarkan tentang aksara sunda kepada anak-anak di desa ini.

Adapun bebagai pepatah bahasa sunda yang menjadi suatu moral kehidupan di desa cireundeu. Bekal kehidupan dalam konsep adat terdapat "Tritangtu", yang dimana 'tri' memiliki arti tilu dalam bahasa sunda atau tiga dalam arti Bahasa Indonesia dan 'tangtu' memiliki arti pasti atau tentu. Pengertian ini merupakan terdiri dari tekat, ucap, lampah. 

Dalam bahasa ini mencakup segala bekal kehidupan ataupun memiliki arti lain seperti suatu bentuk pola berpikir masyarakat tradisional sunda. Dalam kalimat ini juga memiki suatu ketentuan yang pasti. Tritangtu dijadikan suatu falsafah kehidupan oleh Masyarakat tradisional sunda.

Dokpri
Dokpri

Masyarakat adat Cireundeu dikenal begitu taat dengan segala kepercayaan, kebudayaan, dan adat istiadatnya. Masyarakat adat ini mempunyai suatu tonggak hidup seperti dalam kalimat, "Ngindung ka kaktu, Mibapa ka jaman". "Ngindung ka waktu" mempunyai pengertian bahwa masyarakat adat Cireundeu tanda, cara, serta keyakinannya masing-masing. 

Sementara itu, "Mibapa ka jaman" mempunyai pengertian bahwa masyarakat desa Cireundeu tidak menolak dengan adanya perubahan zaman, mereka tentu akan mengikuti berbagai perkembangannya.

Salah satu kalimat yang sangat terkenal dari kampung Cireundeu ialah, "Teu boga sawah asal boga pare, teu boga pare asal boga beas, teu boga beas asal bisa nyangu, teu nyangu asal dahar, teu dahar asal kuat." Dalam kalimat ini memiliki arti, tidak ada sawah asal ada beras, tidak ada beras asal dapat menanak nasi, tidak ada nasi asal makan, tidak makan asal kuat." 

Kalimat ini memiliki makna bahwa yang memberi kekuatan itu tidak hanya dari beras. Makna 'Kuat' disini bukan berarti tidak makan tetap kuat, tetapi tetap makan walaupun hanya mengkonsumsi umbi-umbian saja tetap dapat menghasilkan energi atau kekuatan dalam tubuh.

Adapun makna bahasa lainnya seperti, "Mangut Ka Ratu Raja Raranggeuyan" yang memiliki arti taat kepada pemerintahan. Dari mulai presiden, gubernur, walikota, dan sebagainya. Masyarakat adat Cireundeu ini pun selalu taat untuk membayar pajak. Mereka selalu menghormati pemimpinnya.

Dokpri
Dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun