Anak merupakan seorang yang secara fisik, emosi, psikis, serta pola pikirnya tidak bisa disamakan dengan orang dewasa. Anak – anak lah yang kerap kali harus mendapat pendidikan dan pengetahuan yang lebih luas agar bisa mengantisipasi terjadinya hal – hal yang tidak diinginkan, seperti kekerasan pada anak baik secara fisik ataupun psikis.Kekerasan anak pada saat ini merupakan kasus yang sangat serius. Banyaknya kasus kekerasan pada anak yang membuat para orang tua lebih waspada terhadap kejahatan – kejahatan yang menimpa anak mereka. Kasus kekerasan pada anak telah mencapai angka 63,9% di Indonesia per tahun 2024. Kejahatan tidak hanya dari orang luar ataupun orang asing tetapi seringkali yang menjadikan pelakunya adalah orang terdekat kita sendiri.
Seperti halnya pada kasus salah satu artis di salah satu sosial media yang berasal dari Malang yaitu Aghnia Punjabi. Sekitar 2 bulan yang lalu, ia mendapatkan kejadian yang tidak mengenakan. Anak perempuannya berinisial CA yang berusia 3,5 tahun itu mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh pengasuhnya sendiri. Awal mula pada saat Agnia sedang ada pekerjaan di luar kota sehingga harus meninggalkan anaknya. Tindakan kekerasan pada anak tersebut terungkap akibat pengasuh nya yang berbohong dan melapor kepada Aghnia bahwa CA terjatuh hingga mengalami memar di area mata. Walaupun Aghnia sebagai ibu mengendus adanya kejanggalan pada hal tersebut. Budi Hermanto mengatakan dalam konferensi pers bahwa seluruh tindakan sang suster nya itu terekam kamera pengawas di rumah nya tersebut, dalam rekaman tersebut diketahui bahwa sang suster atau yang berinisial IPS (27) ini melakukan pemukulan dengan buku, menyiram dengan minyak gosok, hingga membekap CA dengan boneka. Aghnia juga mengatakan bahwa kejadian tersebut berlangsung selama 1 jam tiada henti. Sehingga, Polres Malang Kota menetapkan IPS sebagai tersangka pada kasus ini.
Keterangan dari kuasa hukum IPS yaitu Heri Budi, mengatakan bahwa IPS sebagai tersangka ini merasa jengkel karena orang tua CA sering telat memberikan gajinya. “Karena terlambat terus, akhirnya tersangka ini jengkel lalu melampiaskan ke anak yang diasuh nya tersebut” ujar Heri Budi selaku pengacara IPS. Namun, hal tersebut langsung ditepis oleh Aghnia. Aghnia memberikan bukti melalui laman sosial media nya bahwa ia tidak pernah memberikan gaji yang telat kepada suster anaknya itu, bahkan Aghnia memberikan gaji kepada suster nya itu lebih cepat dari waktu yang seharusnya. Pada bulan april, suster nya tersebut sudah dipenjara dan Aghnia tetap memberikan gaji nya melalui kepolisian dan diterima langsung oleh ibunya. Kemudian Kasat Reskrim Polresta Malang Kota membenarkan adanya faktor lain yang menyebabkan terjadinya kekerasan tersebut. Walaupun demikian, tindakan kekerasan pada anak yang dilakukan tersangka itu tidak dapat dibenarkan. Pada saat konferensi pers, Aghnia menyatakan bahwa “selama satu tahun ini, ada beberapa hal yang mencurigakan. Seperti terdapat bekas cubitan, cuma saya melihat susternya dengan perangai yang sangat sopan. Pada saat itu saya masih percaya kepada susternya, namun dibuktikan pada hari ini”. Sabtu (30/3/2024)
Dari hasil visum yang didapat, bahwa terdapat luka memar pada mata sebelah kiri, luka goresan di telinga sebelah kanan dan kiri, serta bagian kening dan juga jidat. Sang anak mendapat perlakuan tersebut kurang lebih selama 1 jam. Menurut sang ibu yaitu Aghnia Punjabi, perbuatan keji tersebut dapat dilihat sendiri dari rekaman CCTV yang diunggahnya di akun sosial media nya. Hanya karena keajaiban Tuhan itulah sang anak masih bisa bertahan sampai detik ini. Aghnia juga memberi keterangan bahwa terdapat beberapa orang di dalam rumah nya. Namun, kejadian tersebut berlangsung saat tengah makan sahur di lantai bawah sedangkan sang anak berada di kamar nya dan di kunci oleh tersangka. Akibat perbuatannya tersebut, IPS sebagai tersangka harus mendekam di balik jeruji besi dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Tersangka juga dikenai pasal 80 ayat 2 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan terhadap Anak dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun. Budi Hermanto selaku Kapolresta Malang Kota menambahkan bahwa “Ancaman hukuman penjara 5 tahun tindakan kekerasan dengan benda atau barang dan ancaman denda paling banyak Rp. 100.000.000,”
Aghnia merasa kecewa dan memberikan keterangan dalam akun sosial media nya bahwa kasus ini sudah berlangsung selama kurang lebih 2 bulan tetapi belum ada putusan dari pengadilan hingga detik ini. Maksimal hukuman pada tersangka yaitu 5 tahun, ternyata bisa lebih rendah bahkan bisa tidak ditahan hanya wajib lapor saja. Karena bisa saja luka sang anak itu dianggap hanya luka ringan. Sementara secara psikis, sang anak mengalami trauma yang mendalam hingga sekarang. Sang anak seringkali mengigau ketakutan berkali – kali saat tidur malam, takut bertemu orang terutama perempuan, dan juga takut dengan suasana sepi.
Lantas, keadilan seperti apakah yang dapat diterapkan di Indonesia ini? bila keadilan pada anak korban kekerasan fisik saja tidak dapat ditegakkan secara tegas di Negara kita ini.
Aghnia juga berharap kepada warga Indonesia untuk dapat membantu serta mengawal kasus ini agar anaknya mendapat keadilan serta pelaku mendapat hukuman yang seharusnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H