Mohon tunggu...
Saffanatul Ula Almufidah
Saffanatul Ula Almufidah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Malang

seni

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Saring Sebelum Sharing

21 Mei 2022   18:05 Diperbarui: 21 Mei 2022   18:07 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kasus Covid-19 yang sangat tinggi pada tahun 2020 sampai 2021 kemarin membuat pemerintah memberhentikan kegiatan masyarakat diluar rumah atau lockdown. Namun Indonesia, bahkan dunia, terkena dampak buruk dari lockdown itu sendiri seperti rusaknya perputaran ekonomi. Akhirnya pemerintah membuat kebijakan Penetapan Pembatasan Sosial dalam Skala Besar (PSBB), guna memperbaiki perekonomian. Masyarakat dihimbau untuk tetap produktif diluar rumah, tentunya dengan beberapa aturan seperti pembatasan sekolah tatap muka, jaga jarak, sering mencuci tangan, memakai masker dan mengurangi interaksi dengan orang lain.

Selain dampak ekonomi, pandemi juga merusak interaksi langsung masyarakat hingga interaksi mereka bergantung kepada media. Kegiatan yang dilakukan secara online juga membuat meningkatnya pengguna media saat itu. Kita mengetahui dengan adanya media semua bisa dilakukan dan semua bisa menggunakannya. Isi media juga beragam mulai dari yang mendidik, berita hingga hiburan. Tidak jarang juga ditemukan hoax pada media. Penyebaran hoax meningkat seiring banyaknya pengguna media saat itu.

Banyak pengguna media yang belum mengerti etika dalam bermedia. Mereka hanya sekedar membaca suatu berita tanpa menggali sumbernya dan dengan mudah menyebarluaskan berita tersebut. Tidak telitinya mereka dalam menyaring dan menyebarkan berita sehingga menimbulkan banyak hoax dan berbagai macam perkelahian pro kontra.

Contohnya dalam kasus di Kendari, Sulawesi Tenggara ini. Pemuda berinisial MF (22) ditangkap polisi karena menyebarkan hoax terkait vaksinasi Covid-19 di media sosial. Kasat Reskrim Polres Kendari AKP l Gede Pranata Wiguna, di Kendari, mengatakan bahwa tersangka menyebar hoax dengan menggunakan rekaman suara di WhatsApp, dan menyebut terdapat korban akibat vaksinasi yang diselenggarakan oleh Polres Kendari. Rekaman suara tersebut kemudian viral dan membuat publik heboh. Namun, pelaku hanya diamankan sementara dengan syarat harus memberikan klarifikasi terkait informasi bohong yang disebarkan.

Pelaku penyebaran hoaks termasuk dalam tindakan hukum, dan akan dikenakan sanksi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pada pasal 45A ayat (1) UU ITE disebutkan, setiap orang yang sengaja menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik bisa dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar.

Tidak hanya untuk menyebarkan berita palsu, media sosial juga banyak disalahgunakan untuk menyebar kebencian. Bahkan tidak jarang pula disalah gunakan untuk menghujat suatu kelompok atau individu tertentu. Yang permasalahannya akan berujung kepada persidangan karena beberapa sudah melanggar Undang-Undang atau norma kemanusiaan.

Maka dari itu, masyarakat Indonesia harus lebih teliti lagi dalam memilih berita yang akan disebarkan. Tidak hanya melihat tanggal dibuatnya berita, namun kejelasan sumber berita harus diketahui terlebih dahulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun