Pemikiran Politik Abu Hasan Ali Ibnu Habib Al Mawardi Al Bashri

Pemikiran Politik Al Mawardi

Siapakah sosok Al Mawardi?

Abu Hasan Ali ibn Habib Al Mawardi Al Bashri hidup antara tahun 364-450 H. Dia seorang pemikir yang terkenal terutama dalam bidang Fiqh Siyasah, tokoh utama madzhab Syafi'i, pejabat tinggi yang besar pengaruhnya pada masa pemerintahan Abbasiyah.

Al Mawardi meraup penulis yang produktif, karyanya meliputi beberapa disiplin ilmu, mulai dari ilmu bahasa, sastra, tafsir hingga ketatanegaraan. Salah satu karyanya tentang ketatanegaraan yang cukup hangat sambutannya di dunia Islam adalah Al Ahkam Al Sulthaniah.

Bagi Mawardi, manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup di bumi sendirian tanpa bantuan orang lain. Manusiawi diciptakannya oleh Allah sebagai makhluk yang lemah, karenanya Allah membekali potensi intelektual kepada manusia yang akan menuntunnya berperilaku tertentu dan yang akan membimbing menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

Hal yang tidak bisa dipungkiri adalah dari berbagai macam manusia banyaknya perbedaan pendapat yang mengharuskan mereka untuk saling bekerja sama satu dengan yang lainnya. Berangkat dari kerjasama ini manusia sepakati untuk mendirikan sebuah negara. Negara merupakan hajat manusia untuk memenuhi kebutuhan bersama dan tentang bagaimana mengadakan ikatan satu sama lain.

6 sendi dasar yang harus diupayakan untuk menegakkan suatu negara :

Agama yang dihayati, sebagai pengendali hawa nafsu dan pengawasan melekat atas hati nurani

Penguasa yang berwibawa, yang mampu menyatukan aspirasi yang berbeda sehingga dapat menghantarkan negara mencapai tujuan.

Keadilan dalam arti luas, keadilan terhadap bawahan, atasan dan terhadap yang setingkat.

Stabilitas keamanan yang terkendali dan merata.

Kesuburan tanah atau lahan yang berkesinambungan.

Harapan kelangsungan hidup.

Menurut Al Mawardi, yang berwenang memilih kepala negara adalah lembaga legislatif dengan beberapa persyaratan :

Memiliki keadilan

Memiliki pengetahuan dan mampus mengetahui siapa yang berhak menjadi kepala negara.

Memiliki wawasan yang luasnya yang memungkinkan mereka memilih siapa yang tepat menjadi kepala negara.

Dalam hal ini Al Mawardi tidak mempersyaratkan harus orang kaya dan harus dari penduduk ibu kota.

Sementara itu, untuk jabatan kepala negara terdapat beberapa syarat diantaranya :

Adil dalam arti luas.

Ilmu pengetahuan yang memahami untuk ijtihad.

Sehat pendengaran, penglihatan dan lisannya.

Sehati jasmani sehingga tidak terhalang melakukan aktivitas.

Pantai dalam mengendalikan urusan rakyat.

Berani dan tegas dalam menghadapi rakyat dan menghadapi agresor.

Keturunan etnis Quraisy

Dalam suksesi pemilihan kepala negara dapat ditempuh melalui dua sistem yaitu, pemilihan oleh abl al ball wa al aqd atau wasiat kepala negara sebelumnya, atau dengan cara penunjukkan. Akan tetapi, khazanah suksesi kepala negara dalam islami uang telah diimplementasikan oleh parah sahabat ada 3 sistem yaitu :

Pemilik umum yang dilakukan oleh lembaga legislatif seperti kasus Abu Bakar R.A.

Pemilihan sistem komisi yang dipilih untuk menentukan pergantian kepala negara kemudian penentuan komisi ini dipromotori kepada rakyat untuk bisa disahkan.

Sistem pemerintahan oleh kepala negara sebelumnya dengan terlebih dahulu memperhatikan suara politik rakyat sebagaimana naik tahtanya Ustman bin Affan R.A

Sekian, sedikit sejarah tentang ulama y

ang mahir di bidang ketatanegaraan.