Mohon tunggu...
Safar Sirajuddin
Safar Sirajuddin Mohon Tunggu... Administrasi - Pengajar

My life is brilliant my life is pure

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Narsis dalam Ibadah

12 Maret 2014   02:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:02 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sering terdengar jelas seorang  ikhwanul muslimin, amirul mukminin, pemuka agama, atau “lokalnya” disebut ustadz mendoktrin kita tentang pentingnya ibadah. Seperti potongan yang sering saya dengar di dalam duduk sadarku di dalam masjid karena sering ku tak sadarkan diri ketika memasuki masjid. “Hubungan kita dengan Allah dan Hubungan Kita dengan manusia. Hablum minallah, hablum minannas” –maaf kalo salah-. Sebenarnya potongan itu tidak begtu berhubungan dengan apa yang akan coba saya bahas dengan secuil pengetahuan yang ada.

Ada kalimat yang sederhana tapi begitu mencengangkan dan tertanam jelas di logika jongkok yang kumiliki ketika seorang ilmuan agama atau cendikiawan agama berdiri anggun di mimbar, depan kedua mata ini, “lihat, dan saksiskan saudara-saudara kita yang  ada di luar sana….”. sejak saat itu memperhatikan orang-orang di sekitarku adalah kebiasaan yang sering kulakukan walaupun tidur adalah hobby yang sedang ku geluti.

Narsis adalah sikap yang menjelma menjadi sifat  yang orientasinya berlebihan terhadap berbagai hal –seperti itu pemahamanku hingga saat ini-. Sedangkan ibadah adalah urusan lahiriah dan batiniah yang ujung pangkalnya hanya karena ridho Allah SWT.

Realitas yang  saya amati, Sebagai contoh, Narsis dalam beribadah muncul di dalam bulan ramadhan ini. Sebagian ulama mengatakan ini anugrah/berkah ramadhan. Awalnya mungkin berkah tapi mengapa Allah memberikan berkah/anugrah itu kok setengah-setengah. Tapi, saya selalu berkeyakinan bahwa semua itu rahasia Allah swt. Bulan ini istimewa khawan, sehingga orang-orang memberikan perlakuan “ISTIMEWAH” juga. Ingat, IstiMEWAH. Semua orang Nampak dermawan, nampak religius daripada bulan biasanya. Dan lagi-lagi, doktrin Mimbar, seakan memberikan kompensasi terhadap adanya bulan yang dapat dijadikan sebagai tempat menimbun amal dan akan digunakan untuk mengganjal dosa-dosa 11 bulan berikutnya. Saya kira sebagian besar orang beribadah karena orientasinya yang berlebihan terhadap “Doktrin Mimbar ” tadi. Apakah sah-sah saja ketika orang-orang melakukan praktek yang demikian? (jawabannya tolong disampaikan langsung ke saya)

IstiMEWAH, hanya bagi orang-orang mewah. Masih hangat di ingatan ketika pak ustadz mengatakan “ada 3 hal yang mesti kita perbanyak dalam bulan ini, yaitu ibadah malam, sedekah dan membaca al Qur’an”. Kalau saya sih, lebih cenderung tidak ketiga-tiganya karena kalo siang ketiduran, malam kelayapan dan akhirnya lupa membaca al Qur’an -Pengakuan yang sempurna-. Mari kita telaah, Perbandingan orang-orang  yang diberikan waktu yang sama 24 jam sehari Siangnya mereka sama-sama bekerja tapi apatah mereka mengeluarkan energi yang sama? Si kuli, Kalau malam kecapean, waktu untuk membaca al Qur’an hanya tersisakan di malam hari dan itupun kalau tidak terlelap dan uang hasil kerja hanya cukup untuk makan harian tidak cukup untuk di sedekahkan. Sedangkan si pekerja kantoran, pulang sore istirahat dan ibadah malam cukup dan untuk membaca al Qur’an sungguh luang serta sumbangan/sedekahnya Alhamdulillah setiap hari. TAPI, saya tidak mengijinkan anda berprasangka buruk terhadap Tuhan karena sesungguhnya Dia-lah yang lebih tahu dibandingkan apa yang kita ketahui.

Narsis dalam beribadah layaknya siaran langsung  sepakbola yang harus terus ditayangkan agar orang tahu bahwa sekarang  sudah atau belum, lagi di awal atau di akhir, “lagi berada diantara dua sujud pemirsah, dia mulai ingin sujud dan kembali dan ooooo,,,ternyata……GOOOOOL”. Hahaha. Nah, ribet kan!

Ibadah itu kan bukan bahasa khusus tapi bahasa general. Ibadah itu ada di mana-mana seperti kata Cak Nun namun saya sedikit modifikasi “Main bola itu ibadah, belajar itu ibadah, makan itu ibadah, dan anda tidak akan terlepas dari ibadah”. Jadi, beribadah itu yang kalem nggak usah Narsis Khawan.

Karena saya berada di bawah tiang bendera organisasi, maka tidak salah pula ketika saya mengatakan bahwa berorganisasi itu ibadah. Berorganisasi juga jangan Narsis karena bisa jadi anarkis dan tidak terlalu kalem karena bisa jadi palem yang berdiri kokoh tapi tidak bisa bergerak. Karena segala sesuatu yang berlebihan itu terkadang menimbulkan efek samping. Yang baik itu proporsional dan makna proporsional itu silahkan anda menerjemahkannya sendiri.

Silahkan menyimpulkan sendiri, karena di dalam Rancangan Pembelajaran (RPP) yang sering saya buat, Fasilitator hanya menuntun dan silahkan penyimak menyimpulkan. Karena penonton selalu lebih baik dibandingkan dengan pemain di lapangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun