Cukup dengan Instruksi Presiden RI kepada Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Bappenas, dan OJK bahwa lahan tambang, perkebunan, perikanan, dan industri yang telah memiliki izin lengkap dapat dijadikan aset perbankan milik Pemerintah. Jika aset bank plat merah besar, maka aset Bank Indonesia bertambah besar sehingga bisa mencetak rupiah lebih banyak lagi agar Pemerintahan Jokowi dapat membangun tanpa harus meminjam ke pihak asing.
Oleh: Safari ANS
Negara yang memiliki kekayaan alam seperti Indonesia harus memiliki kebijakan keuangan dan investasi yang pas. Bukan meniru konsep Amerika, Eropa, Jepang, atau pun Cina yang kekayaan alamnya pas-pasan. Konsepnya harus konsep investasi ala Indonesia.
Persepsi bahwa alam Indonesia kaya itu telah tertanam dalam benak dan pikiran perbankan dan para kapitalis asing. Apapun perusahaannya dan siapapun orangnya bukan masalah bagi mereka, yang penting izin lengkap.
Bahkan surat Izin Usaha Penambangan (IUP) yang diteken seorang Gubernur di Indonesia dinilai milyaran dollar sebagai supporting letter dalam dunia perbankan asing. Surat pejabat itupun berporsi hingga 80% dari total proses kredit perbankan mereka. Selebihnya baru mereka melihat studi kelayakan dan sebagainya.
Ketika saya memimpin koperasi lada terbesar di Belitung 16 tahun silam, surat perjanjian dengan pembeli (user) di Jepang dapat mereka jadikan jaminan kredit dalam perbankan di Jepang yang waktu bernilai USD12 juta.
Persepsi tersebut juga sama bentukannya dengan pemahaman bahwa hutan gambut Indonesia yang ada di Kalimantan dan Sumatra adalah paru-paru dunia. Sehingga apapun yang diminta Indonesia untuk mengamankan hutan gambut itu, akan diberi dalam porsi yang wajar. Tetapi mengapa justru Indonesia menyerahkan pengelolaan dananya kepada George Soros? Apakah orang Indonesia bodoh?
Ketika grup Rio Tinto take over secara terselubung tambang emas di Sulawesi dengan harga puluhan milyar rupiah saja, grup penguasa tambang dunia ini mampu meraih trilyunan dalam hitungan hari di bursa New York dan London begitu lahan tambang tersebut dalam dalam daftar grup mereka.
Kini, begitu keran investasi dibuka bebas oleh Pemerintah Jokowi, pengusaha asal Tiongkok kalap bagaikan anjing kelaparan. Mereka menyerbu semua sektor usaha, utamanya perkebunan dan pertambangan. KTP palsu pun mereka bikin, karena memang disengaja e-KTP digantung agar proses itu mudah. Tak sampai setahun, pengusaha asal Tiongkok telah dapat sekitar 1.600 lebih proyek di Indonesia.
Padahal rumusan investasi untuk negara kaya seperti ini Indonesia gampang. Lahan tambang yang berizin lengkap tetapi belum ditambang saja sudah dapat uang. Lahan perkebunan berizin lengkap belum ditanam saja sudah mendapatkan uang. Industri perikanan yang telah berizin lengkap bisa mendapatkan uangnya sebelum menangkap ikannya. Kontraktor di Indonesia begitu menang tender tetapi belum dikerjakan saja sudah bisa dapat pembayaran 100% atau bertahap dari perbankan Indonesia. Mestinya begitu. Seperti juga bank di luar negeri memberlakukannya.
Jadi semua ini hanya perlukan instruksi Presiden Jokowi agar perbankan Indonesia jemput bola. Kejar peluang pola investasi seperti tersebut di atas dengan suatu jaminan asuransi. Jaminan asuransi juga harus dibenahi, jangan seperti sekarang ujung akhir keuntungan asuransi saat ini adalah perusahaan asuransi asing. Apakah bangsa Indonesia juga masih bodoh?
Jika perbankan dan dunia asuransi Indonesia berbenah, hidupkan kembali jasa konsultan investasi sebagai pengawas dan penanggungjawab investasi kepada bank, Indonesia tidak membutuhkan investor asing. Juga Indonesia tidak membutuhkan tenaga kerja asing karena anak bangsa Indonesia dikenal cekatan, pandai, dan pintar dalam segala hal bidang pekerjaan.
Bangsa Indonesia bukan bangsa yang bodoh. Bangsa Indonesia bukan bangsa yang miskin. Bangsa Indonesia adalah Bangsa Yang Besar. ******
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H