[caption caption="Ada kesan tim penulisnya melakukan pelintir terjemahan hadist Nabi Muhammad SAW"][/caption]
Inilah buku yang menurut saya perlu diluruskan segera. Sebab ada kesan tim penulis buku Ahok yang berjudul "Merubah Indonesia (The Story of Basuki Tjahaja Purnama)" ini melakukan pelintir dari terjemahan hadist Nabi Muhammad SAW soal menuntut ilmu ke negeri China.
Buku setebal 130 halaman itu, dalam kata pengantarnya memberikan judul "Tuntutlah Ilmu Hingga ke Negeri China". Kata pengantar itu dibuat oleh wartawan senior yang juga mantan Direktur PDBI (Pusat Data Bisnis Indonesia), Christianto Wibisono.
Pada alinea kedua pengantar itu ditulis, Basuki berlatar belakang Kristen dan konsisten ingin menerapkan iman dan doktrin agama tentang benar atau baik, haram atau halal secara konsisten dalam menyikapi praktek KKN dalam berpolitik. Ia mencari makna dan berargumentasi dengan pelbagai kata bersayap dari Alquran maupun Injil. Salah satu ialah yang saya kutip sebagai judul.
Pada alenia berikutnya, Christianto Wibisono menulis, Pengantar ini. Tuntutlah ilmu hingga ke negeri China. Ia sibuk berdiskusi tentang kenapa ayat itu muncul. Saya pikir Nabi Muhamad adalah seorang strateg dan politisi ulung yang mengetahui bahwa iptek merupakan rahasia keunggulan suatu bangsa.
Walau maksudnya baik, tetapi menurut saya kata pengantar ini padat dengan muatan politis, ketimbang agamis. Pertama, harus saya luruskan dulu bahwa terjemahan kalimat judul kata pengantar itu bukan ayat Alquran, tetapi hadist. Dalam kelompok hadist pun masih dipertanyakan kebenarannya oleh kalangan ulama. Kalaupun masuk kategori hadist, namun sayang hadist Nabi Muhammad SAW ini salah dan keliru diterjemahkan sehingga maknanya pun berbeda serta memiliki implikasi tafsir yang sangat jauh perbedaannya.
Kedua, kalimat lengkap hadist tersebut sebenarnya adalah sebagai berikut: "Carilah ilmu meskipun di negeri Cina, karena menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim". Memang banyak kalangan ulama meragukan hadist ini. Tetapi hadist tersebut terlanjur populer serta dimuat banyak dalam kitab-kitab hadist masyhur (diyakini kebenarannya). Para perawi atau periwayat hadist pun juga banyak dan mengakui hadist ini.
Artinya, tidak salah kalau hadist ini dipakai, tetapi tidak dalam pengertian " orang Islam wajib menutut ilmu ke Cina" kalau kemudian dipahami secara salah dan keliru. Bahkan kalangan selebriti dan pembawa acara di televisi nasional pun sering mengucapkan hadist ini sesuai terjemahan buku Pak Ahok. Disitulah saya menilai ada kesan pelintir hadist untuk kepentingan politik. Moga-moga kesan saya ini salah.
Harus dipahami bahwa, apabila terjemahan hadist ini seperti dikutip dalam buku Ahok tersebut, memiliki pemahaman bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan umat Islam untuk wajib menuntut ilmu ke Cina. Padahal hadist ini tidak bermaksud demikian. Maksud dan tujuan hadist ini.sebenarnya, Nabi Muhammad SAW mewajibkan umat Islam menuntut ilmu. Adapaun kalimat "walau" atau "walaukana" yang terdapat dalam hadist tersebut memiliki arti "walaupun" atau "meskipun" untuk menggambarkan jarak tempuh terjauh dari Mekkah atau Madinah pada saat itu ialah Cina.
Namun saya paham mengapa kemudian Ahok senang banget dengan hadist ini. Kalau boleh saya jujur, hadist inilah yang menempatkan Ahok sebagai politisi sukses ketika mencalonkan diri sebagai Bupati Belitung Timur. Ketika itu, ia mengundang tokoh pluralisme nasional, Gus Dur untuk berkampanye bagi dirinya.Â
Dalam kampanye itu terdengar nyaring bahasa Gus Dur yang menyebutkan hadist yang dirawaikan oleh Ibn Adiy (356 H) dalam bukunya al Kamil fi Dhuafa Rijal, Abu Nu'aim (430 H) dalam bukunya Akhbar Ashbihan, al Khatib al Bahdadi (463 H) dalam bukunya Tarikh Bagdad, dan al Rihlah fi Thalab al Hadist, dan sebagainya ini sebagai bahan pembuka kampanye.
Gus Dur mengatakan, bahwa ada hadist yang mengatakan "Tuntutlah ilmu itu walaupun hingga ke negeri Cina". Lanjut Gus Dur ketika itu, " lha, sekarang orangnya sudah ada di sini, tinggal milih saja nggak perlu ke Cina lagi". Geerrrr tawa hadirin pun terdengar. Namanya juga Gus Dur, tiada hari tanpa canda.
Maaf Pak Ahok, walaupun kita sama-sama dari Belitung, tetapi soal kebenaran harus ditegakkan, yang salah harus kita perbaiki atau betulkan. Sebab membiarkan sesuatu yang salah, akan membawa suatu kehancuran kelak dikemudian hari. Semoga kekeliruan terjemahan dalam buku tersebut segera diperbaiki. Salam perjuangan wahai anak bangsa Indonesia.(*****).
Â
Â
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H