Mohon tunggu...
safar udin
safar udin Mohon Tunggu... -

nama saya muhammad safarudin fakultas ilmu sosial dan humaniora nim 09730023

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pelet Boyband

15 Oktober 2012   06:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:50 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin ketika saya melakukan KKN (kuliah Kerja Nyata) di kabupaten gunung kidul , anak-anak asuh saya di TPA mengajukan sebuah permintaan yang menurut saya agak kurang pas diminta oleh anak-anak seusia SD. Permintaan mereka yaitu ingin diadakan lomba dance ala boyband. Saya dan teman-teman merasa agak terkejut dengan permintaan anak-anak. Saya bilang “agak” terkejut karena di satu sisi saya tidak terlalu kaget karena yang meminta adalah anak usia SD yang memang masih mudah dipengaruhi , sementara di sisi lain saya kaget karena anak begitu aware dengan grup yang menyanyikan lagu cinta dan berpenampilan lemah gemulai yang identik dengan perempuan. Padahal, anak-anak belum sesuai mengkonsumsi lagu-lagu dengan lirik percintaan serta penampilan yang “menyerupai” perempuan.

Hal itu membuat saya berfikir, bagaimana bisa penyanyi yang mempunyai kualitas tidak terlalu memadai seperti itu menjadi idola, bahkan mampu meng.influence khalayak sebegitu dahsyatnya. Sementara menurut saya, sejatinya seorang penyanyi adalah seorang yang mempunyai kualitas suara dan teknik menyanyi yang bagus guna menunjang predikatnya sebagai penyanyi. Tetapi, belakangan terjadinya fenomena dimana seorang penyanyi yang notabene harus bersuara dan teknik menyanyi diatas rata-rata khalayak umum justru tidak mempunyainya.

sumber dari inilah.com

Setahu saya sih, boyband asal negeri gingseng, Korea, yang menjadi kiblat boyband indonesia berlatih vokal dan koreo selama 5 tahun sebelum siap tampil di media. Ini sebenarnya merupakan bentuk keseriusan industri musik dan produser di Korea untuk membentuk konsep musik yang bisa mendunia. Tetapi disini, di Indonesia tercinta, boyband dibentuk ibaratnya adalah “program instan” yang diciptakan oleh produser yang mencari talent hanya berdasarkan pada tampang dan penampilan luar tanpa memperhatikan kemampuan menyanyinya.

Yang membuat heran adalah dengan kualitas yang “pas-pasan” serta penampilan yang lebih mirip disebut “shemale band” bukan boyband bisa menguasai puncak top chart di berbagai media dan mampu meng-influence khalayak dengan sangat kuat. Sebenarnya apakah fenomena ini terjadi karena pengetahuan khalayak tentang musik yang kurang, produser yang pandai “memanfaatkan” khalayak, atau memang si boyband yang mempunyai karisma luar biasa?. Yang jelas, apapun penyebab fenomena boyband yang menjamur, mereka berhasil mempengaruhi khalayak terutama anak-anak dan remaja labil.

Entah anda setuju atau tidak, yang jelas itu adalah realita yang terjadi di industri musik mainstream di Indonesia saat ini. Dengan tampilan yang gemulai, tampang yang tampan cenderung cantik para penyanyi karbitan mampu menarik hati khalayak labil di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun