Mohon tunggu...
Safanja Azka Djatmiko
Safanja Azka Djatmiko Mohon Tunggu... Lainnya - a 16 years old girl

siswa SMAN 28 jakarta, kelas XI MIPA 5, no absen 33

Selanjutnya

Tutup

Nature

Gurun Sahara Dulu Hijau? Kok Bisa?

30 Agustus 2020   14:32 Diperbarui: 30 Agustus 2020   14:33 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Coba anda bayangkan Gurun Sahara. Anda mungkin membayangkan daratan luas yang gersang tertutup bukit pasir. Hampir tidak ada air. Ini bukan tempat yang nyaman untuk ditinggali. Tapi seniman kuno di Afrika utara dulu melihat Sahara yang sangat berbeda. Seperti seniman lainnya, mereka melukis apa yang mereka lihat disekeliling mereka. 

Dan apa yang mereka lukis, setidaknya 12.000 tahun yang lalu, benar-benar berbeda dengan apa yang baru saja anda bayangkan. Mereka melukis kuda nil dan jerapah, dan hewan sabana lain yang perlu hidup dekat air. Bahkan ada gambar ternak dan penggembalaan hewan, seperti sapi dan domba. 

Jadi ini berarti iklim di Sahara pasti sangat berbeda ribuan tahun yang lalu. Yaitu iklim yang begitu basah untuk waktu yang lama sehingga hewan dan manusia dapat tinggal di Gurun Sahara. Banyak seniman batu yang tinggal di sana menciptakan catatan perubahan ekologi ini.

Pada pertengahan 1800-an, seorang penjelajah Jerman menyeberang Sahara menemukan lukisan dan ukiran yang ditinggalkan oleh para seniman Holosen awal. Dan dia bingung atas ketidakcocokan antara pemandangan yang digambarkan dalam seni batu dan gurun di sekitarnya. Sejak itu, ahli geologi modern telah mampu menggunakan banyak bukti untuk mengkonfirmasi bahwa Afrika Utara dulu lebih basah, mulai dari 15.000 dan 11.000 tahun yang lalu, dan berakhir 5.000 tahun lalu. 

Ahli geologi menyebut rentang waktu ini sebagai Afrika Periode Lembab, juga dikenal sebagai Green Sahara. Salah satu bukti terbaik berasal dari sedimen laut dalam yang ditemukan di lepas pantai Mauritania. Inti sedimen ini menunjukkan bahwa sedikit debu ditemukan di dalam laut, menandakan dulu Sahara lebih basah daripada sekarang ini. Dan ilmuwan yakin bahwa dulu di Sahara ditutupi rumput dan pepohonan sampai ke Semenanjung Arab.

Jadi apa yang bisa mengubah gurun panas terbesar di dunia menjadi hijau? Nah, pendorong utama di balik periode lembab ini disebabkan oleh perubahan orbit bumi. Pada awal periode lembab, bumi beredar mengelilingi matahari mengubah kemiringan dan orbitnya. 

Sehingga 4-8% lebih banyak energy matahari yang masuk ke bumi dan menghangatkan belahan bumi utara. Karena Sahara semakin hangat, angin kencang cenderung bergerak melalui Sahara, membawa banyak uap air. Itu karena udara naik di area yang lebih hangat, dikombinasikan dengan angin untuk menambah kelembapan atmosfer.

Siklus ini, disebut monsun Afrika, terjadi dalam skala kecil setiap tahun, selama musim panas dan musim dingin. Karena Afrika Utara mendapatkan sinar matahari lebih banyak, musim panas berlangsung lebih lama dan monsun Afrika mampu bergerak lebih jauh ke arah utara. Kemudian, saat tumbuh-tumbuhan tumbuh, tanaman tersebut mampu menahan kelembaban lebih baik daripada pasir biasa. Dan karena itu, sinar matahari yang dipantulkan menjadi berkurang. Dan ini membantu menjaga Sahara lebih hangat dan lebih basah. 

Seiring waktu, peningkatan kelembaban membuat Sahara sangat basah bahkan ada danau dan sungai. Bahkan setidaknya ada satu danau yang benar-benar dalam, hingga 160 meter dan mencakup lebih dari 340.000 kilometer persegi. Dan lukisan batu yang seniman kuno dulu buat menegaskan bahwa memang ada danau yang dalam disana. Lingkungan yang lembab ini juga merupakan rumah bagi banyak orang hewan dan tumbuhan, jenis yang saat ini kita lihat di sabana, bukan gurun. 

Dan mereka meninggalkan fosil besar dan juga kecil, bahkan di tempat yang paling kering. Ambil contoh gurun Tnr, yang merupakan bagian dari Sahara selatan. Sekarang ini dikenal sebagai gurun di dalam gurun. Tetapi para arkeolog telah menemukan bukti bahwa periode lembab juga ada di sana. Misalnya, ada jejak-jejak kuno danau di sana yang penuh dengan sisa-sisa buaya, kuda nil, dan penyu, juga kudanil. 

Sekarang, bersama dengan danau, ada juga sistem sungai yang melintasi Sahara. Di Aljazair dan Libya, para peneliti telah menemukan endapan sungai dan bukti penghunian manusia, seperti kail ikan, di sekitar dasar sungai kuno. Alur sungai ini memungkinkan Sahara tengah untuk terhubung ke Atlantik dan Mediterania, yang membantu migrasi manusia dan hewan. 

Di sepanjang jalur air yang sekarang hanya diisi pasir, dulu, terdapat bekas perapian, gerinda batu, alat berburu, dan bahkan gundukan tulang ikan. Peneliti juga berhasil mendapatkan radiokarbon berasal dari sedimen dan artefak yang kaya organik seperti keranjang, yang menunjukkan populasi manusia di Sahara memuncak antara 9.000 dan 5.000 tahun yang lalu. 

Nahkan ada sedikit petunjuk tentang Afrika periode lembab di beberapa budaya Afrika saat ini. Misalnya bahasa dari Mali, di Afrika Barat, dan Etiopia, di Afrika timur sekarang sangat berbeda satu sama lain. Tapi mereka masih memiliki kata yang mirip untuk "kuda nil". Beberapa ahli bahasa berpikir bahwa ini berarti orang dari budaya ini pernah tinggal di tempat yang sama di antara kuda nil.

Tentu saja, Sahara kembali ke pasir gurun pada waktunya. Para seniman batu terus melukis, dan lukisan mereka kemudian menunjukkan bahwa hewan baru tiba di Sahara dan danau dan sungai mulai mengering, dan ekosistem bergeser dari sabana ke gurun. Ahli paleoklimatologi telah menggunakan hal yang sama yaitu inti sedimen samudra yang mengungkapkan permulaan dari Sahara hijau untuk mengetahui kapan masa Sahara hijau berakhir. Rekaman debu menunjukkan bahwa memang terjadi penurunan kelembaban pada sekitar 5.500 tahun lalu dan periode lembab hanya memakan waktu beberapa abad untuk berakhir.

Saat orbit Bumi bergeser sekali lagi, energi matahari yang masuk menurun, dan bagian utara belahan bumi menjadi dingin. Ini mendorong monsun ke selatan lagi, seperti sekarang ini. Dan memang benar, catatan arkeologi menunjukkan bahwa orang yang tinggal di Sahara meninggalkan situs utara mereka terlebih dahulu, baru situs lain kemudian di selatan. 

Secara keseluruhan, periode lembab Afrika berakhir dengan cepat, setidaknya dalam istilah geologi. Dan ketika itu terjadi, orang-orang berkumpul kembali Sungai Nil dan sumber air lainnya, sedangkan Sahara berubah menjadi gurun pasir seperti yang kita ketahui sekarang. Jadi, berkat kolaborasi antara seniman batu kuno dan ilmuwan iklim modern, kita sudah bisa mengetahui bahwa dulu Gurun Sahara berwarna hijau. 

Tapi, bisakah ini terjadi lagi? Nah, yang kita sebut periode lembab Afrika sebenarnya hanya salah satu dari 230 periode Sahara hijau yang telah terjadi selama 8 juta tahun terakhir! Dan karena radiasi matahari selalu berubah karena siklus orbital alami, Sahara hijau pasti akan terjadi lagi. Mungkin ribuan tahun dari sekarang, dan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia menjadi salah satu faktor juga. 

Bagimanapun juga, kita berharap bahwa ketika Sahara kembali hijau, seniman masa depan akan menangkap transformasi itu dalam pekerjaan mereka. Mereka mungkin tidak melakukannya di atas batu, tetapi pesan mereka akan sama: dunia di sekitar kita selalu berubah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun