Sudah beberapa minggu semenjak penayangan film SAW X di bioskop Indonesia. Ketika awal penayangan, banyak sekali artikel bersebaran di internet, mengagung-agungkan film baru dari seri legendaris Jigsaw Killer ini. Namun, sayangnya segala pujian itu tak lebih dari sekadar hiperbola yang sebetulnya tidak perlu.
SAW X bisa dibilang merupakan sebuah midquel, mengambil setting waktu setelah film SAW 1 dan sebelum SAW 2. Meski begitu, SAW X tak memiliki plot yang terlalu krusial untuk memahami jalan cerita SAW 2 dan seterusnya.Â
Malah, penonton akan terkena spoiler yang baru akan diungkap di film-film sekeuelnya (setidaknya sampai ending dari SAW 4). Jadi, menonton film ini tepat setelah SAW 1 merupakan kesalahan fatal kecuali jika kalian hanya mencari elemen slashernya saja.
Secara plot, SAW X tak memberi kejutan yang sangat signifikan. Seperti yang dituliskan di dalam sinopsis film, cerita akan membawa penonton kepada John Kramer yang mendapat informasi mengenai sebuah organisasi medis yang beroperasi di meksiko yang dapat mengangkat tumor yang dideritanya.Â
Namun, lalu diketahui bahwa Kramer ternyata menjadi korban penipuan akan janji tersebut. Film berhasil membawa emosi sakit, sedih, sekaligus kesal kepada penonton di saat Kramer mengetahui realita yang dialaminya, terutama kepada para penonton yang sudah mengetahui nasib hidup Kramer di film-film setelahnya. Namun hal spesial dari film ini berhenti hanya di titik itu saja.
Game pertama, yang akhirnya dijadikan cover dari film ini, tak sebetulnya terlalu menarik. Game ini tak memiliki filosofi apa pun terhadap kejahatan yang dilakukan oleh subjek. Bayangkan saja, misal kalian mencuri sebuah perhiasan atau uang, jelas-jelas menggunakan tangan, namun mata juga harus menanggung atas kriminal itu. Cukup tidak masuk akal, bukan? Dan game-game tak berfilosofis lain juga dapat ditemukan setelahnya.
Game utama, yang berisi empat orang, orang-orang yang bertanggung jawab akan operasi John Kramer, juga tak sebetulnya terlalu bisa dibanggakan. Empat orang dikumpulkan di satu ruangan yang sama seperti di film-film lainnya. Namun, para peserta haruslah memainkan game mereka sendiri satu per satu dengan John Kramer yang muncul langsung di hadapan mereka.Â
Hal ini cukup memuakkan bagi saya pribadi. Pasalnya, Jigsaw yang kita kenal bukanlah orang yang akan menampakkan diri. Malahan, dengan apa yang ada di SAW X, seperti mencoba memperlihatkan bahwa Kramer tidak memberi "Kesempatan kedua" melainkan memaksa para peserta untuk menyiksa diri mereka sendiri.
Langkah Gabriela untuk menyelesaikan game terlalu memalukan untuk ditonton. Nasib Mateo yang berkebalikan dari harapan penonton juga memberi rasa frustrasi.
Karakter John Kramer juga terkesan terlalu lembek dibandingkan dengannya ketika di SAW 2 dan di event-event sebelum SAW 1. Meski tau bahwa para pemain ini menari di telapak tangannya, ia tak lagi bersikap tangguh seperti di film-film sebelumnya yang mana  malah jadi terkesan out of character.
Secara cinematografi, film ini patut diacungi jempol. Enak sekali dipandang dan... tak lagi memakai darah berwarna pink (Ehem, SAW 7). Tiap gambar yang diambil berhasil menyampaikan suasana dan emosi dari cerita itu sendiri. Hanya saja, logo yang dipakai terlalu jelek. Kenapa tidak memakai desain logo seperti film SAW 1 -7 saja? Ketimbang menggunakan logo super simpel yang mana sangat tidak niat.
Secara gore, maaf sekali, mungkin film ini tak akan dapat memuaskan kalian para pecinta darah. Pasalnya, game yang benar-benar memuaskan di sini hanya ada 3 (Diego, Valentina, dan Mateo) sedangkan sisanya biasa saja, bahkan tidak sadis sama sekali.
Secara singkat, film ini masih cukup lemah di sana-sini, namun (secara standalone) tak sepenuhnya jelek dan masih bisa dinikmati (7/10 oleh saya pribadi). Juga, memberi rasa lega kepada para pecinta seri SAW yang sudah bertahun-tahun tak melihat Kramer beraksi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H