Mohon tunggu...
Muhammad Arif
Muhammad Arif Mohon Tunggu... Mahasiswa - Author Wannabe

Cuma pengen nulis apa yang pengen aku tulis. Sastra Inggris UNDIP angkatan 2019

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Derkathanatos - Naga Abadi Penunggu Alam Kehampaan

11 Agustus 2022   07:00 Diperbarui: 11 Agustus 2022   07:07 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustration by NEMO Art ArtStation

Derkathanatos adalah seekor naga yang memiliki wujud fisik seperti dalam dongeng legenda dari Benua Barat. Memiliki empat kaki dan dua buah sayap. Meski Derkathanatos memiliki ukuran tubuh setinggi puncak tertinggi di Terakuukyo (Alam Kehampaan/The Land of Emptiness), namun naga ini hanya sepertiganya dari Bran, seorang ksatria terbesar dalam peradaban manusia, seorang ksatria yang dihianati oleh manusia, seperti yang tertuang pada kitab Bhayankaramaina, sebuah kitab peradaban kuno yang tidak dikenal siapa penulisnya.

Dilihat dari teknik penulisan dan bentuk hurufnya, para arkeolog berpendapat bahwa kitab Bhayankaramaina dahulunya berasal dari bangsa Timur yang pada sejarahnya selalu mendapat deskriminasi dari Barat. Kitab ini ditemukan di sebuah bekas kota yang hancur di sebuah lembah dekat ngarai besar di wilayah kerajaan Arasuji di benua utara. Ngarai itu sendiri dipercaya merupakan tempat bersemayam seorang dewa yang terlupakan, dan merupakan sarang hewan-hewan buas, sehingga, tidak ada orang yang berani secara iseng mendekat ke sana. Konon, pengikut kitab ini merupakan para leluhur umat manusia setelah terjadinya insiden besar yang hampir melenyapkan seluruh umat manusia..

Derkathanatos atau yang umat manusia sebut sebagai The Watcher of Eternity, memiliki nama asli Koharu, sebuah nama sederhana yang memiliki makna "Kecil dan Periang". Setelah tumbuh dewasa, Koharu ditunjuk oleh manifestasi dewa angin di alam Terakuukyo, Anemo, sebagai pengawal pribadinya.

Meski harus terpisah dari keluarganya dan tinggal di kuil suci puncak tertinggi Terakuukyo, Koharu tidaklah sendirian. Anemo bukanlah manifestasi dewa yang berwatak jahat, melainkan ia pun memberi kasih sayang kepada Koharu layaknya keluarga sendiri. Berkat itulah, kegigihan Koharu dalam menjaga perdamaian Terakuukyo, maupun melindungi tuannya, berkobar begitu besar. Anemo sudah seperti sosok ayah baginya.

Satu hari, datang seorang petani yang mengembara dari alam fana, alam tempat manusia hidup,  yang masuk ke Terakuukyo demi mencari ilmu pengetahuan mengenai astronomi dan udara. Namun, ia tak mendapat banyak hal mengenai astronomi di alam ini karena langit Terakuukyo berisi konstelasi yang hanya dapat dipelajari oleh seorang utusan Tuhan berkemampuan membaca bintang. Di Terakuukyo, sang pengembara itu dianggap sebagai tamu istimewa oleh para tetua. Namun kedatangan pria jangkung itulah permulaan yang membawa bencana kepada alam ini.

Di tanah kelahirannya, sang pengembara menceritakan pengalaman dan mulai menciptakan teknologi baru. Tak lupa, ia sering kali menceritakan betapa indahnya alam Terakuukyo kepada kerabat dan anak-anak yang datang. Indah bagaikan bulan dan bintang yang menemani malam, bahkan jauh lebih menakjubkan daripada itu.

Para petualang pun berlomba-lomba meminta pendeta besar untuk mengirim mereka ke Terakuukyo demi mencari ilmu yang sama dan keinginan untuk melihat alam yang begitu cantik, namun sang pendeta menolak. Mereka tidak boleh masuk Terakuukyo karena manusia merupakah mahkluk paling hina dari segala makhluk di seluruh alam. Para petualang itu tidak bisa melakukan apa-apa karena hanya manusia dengan anugerah pendeta yang dapat mengirim manusia ke alam hampa. Sedang pendeta merupakan anugerah yang sulit sekali didapatkan, yaitu seseorang harus dapat melewati dengan penuh ketabahan cobaan yang lebih menyakitkan dari kematian.

Satu hari, sang petani yang sempat singgah di Terakuukyo tadi diculik dan dilemparkan ke sebuah penjara bawah tanah reruntuhan kota Karam . Si Pahlawan yang menculik, menginterogasi sang petani, namun karena dia bungkam, ditebaslah kepala orang tak bersalah itu. Lalu si Pahlawan mengembara kembali ke ibukota.

Pahlawan merupakan satu anugerah yang hanya bisa didapat oleh beberapa orang di dunia. Sebuah gelar yang menunjukkan bahwa dirinya adalah manusia terkuat di alam semesta. Gelar itu didapatkannya setelah beberapa tahun sebelumnya dengan membabi-buta membantai sepuluh ribu pasukan ras iblis yang menyerbu Ibukota demi mendapat permata agung dari mahkota Sang Raja.

Si Pahlawan kembali ke Ibukota. Kali ini bukan untuk melindungi sang Raja, namun membantai para penduduk dan mengancam Raja demi meminta pendeta mengirimnya ke Terakuukyo. Setelah melalui perdebatan, sang Raja dan para pendeta setuju mengirim Si Pahlawan ke Terakuukyo dengan harapan para tetua di alam sana dapat menangani manusia angkuh ini.

Singkat cerita, Si Pahlawan sudah tiba di Terakuukyo. Kedatangannya yang begitu tiba-tiba hampir tidak disambut sama sekali oleh para tetua, namun sang astrologis secara kebetulan bertemu dengan si Pahlawan dan menuntunnya menuju  perpustakaan agung tempat para tetua biasanya berkumpul.

Kekejian si Pahlawan di Ibukota bukanlah demi ilmu pengetahuan, namun murni kejahatan dari hatinya, efek samping dari memakan buah jantung iblis. Sesampainya di perpustakaan agung, dibantailah para tetua itu menggunakan pedang terkutuk dari peninggalan sang kuasa pertama, pusaka yang pernah dipergunakan oleh raja pertama menumpas kekalutan yang terjadi di seluruh benua. Sebuah pedang yang berisi jiwa-jiwa rusak berkat insiden kelam itu. Sebuah pusaka yang seharusnya disimpan di penjara bawah tanah paling dalam melebihi palung Carina. Sebuah pusaka yang tak seharusnya kembali ke dunia.

Perpustakaan agung bersimbah darah hanya dalam sekejap mata. Dan dalam sekejap mata itu, sebuah penyiksaan yang begitu keji diberikan kepada tetua. Di mata orang lain itu hanya satu detik, namun rasa sakit yang diterima oleh mereka melebihi satu dekade penderitaan. Mereka melihat neraka oleh pusaka itu.

Mendengar hal ini, Koharu yang kala itu sedang berbincang dengan Anemo mengenai masa depan Terakuukyo, berniat langsung terbang ke menuju si Pahlawan demi menyelamatkan yang mungkin masih bertahan. Namun, Anemo menahan, berkata kepada Koharu bahwa pedang kutukan itu hanya dapat disegel kembali oleh tetes air mata sang manifestasi dewa. Sebagai manifestasi dewa angin, ia menyatu dengan angin dan sampai ke tempat si Pahlawan berada dalam sekejap mata, yaitu di bawah patung agung manifestasi dewa angin keempat, sosok yang hidup ratusan ribu tahun lalu. Namun, ancaman tersesar yang dihadapi Anemo bukanlah pusaka terkutuk itu, tetapi adalah diri Anemo itu sendiri.

Aturan hidup seorang manifestasi dewa adalah sebuah keyakinan yang mutlak. Jika keyakinan itu runtuh, maka hilanglah juga keberadaan sang manifestasi dewa itu. Sayang sekali si Pahlawan merupakan sosok yang sangat ahli dalam memutarbalikkan fakta yang seolah dapat membuat siapa saja tercuci otak. Si Pahlawan melemparkan pedang terkutuknya ke tanah, pertanda bahwa ia meremehkan Anemo. Si Pahlawan pun mulai berbicara.

Di puncak kuil, Koharu tak bisa tinggal diam. Ia pergi ke sisi lain di mana para tetua dan penduduk Terakuukyo tinggal. Namun sayangnya mereka sudah tak ada yang tersisa. Tinggal beberapa anak kecil yang kebetulan bersembunyi. Mereka menangis dalam diam, menatap tanah dengan pandangan kosong setelah melihat neraka yang bagi anak-anak tak berdosa ini, seharusnya mustahil bagi mereka untuk merasakannya. Namun fakta berkata lain. Koharu menyanyikan sebuah lagu suci yang hanya diketahui oleh orang-orang di kuil, yang berarti hanya keturunan manifestasi dewa dan pengawalnya saja. Anak-anak itu tertidur dan dikirimkan ke dunia fana. Koharu yang hanya mengirim mereka keluar, hanya dapat berharap ada umat manusia yang menemukan mereka, atau mereka akan mati karena terlempar ke tempat antah-berantah.

Koharu kala itu merasa khawatir akan keselamatan Anemo. Namun Anemo sudah seperti ayahnya sendiri dan ia pun memberikan kepercayaan penuh kepadanya.

Tapi, apa yang ada di puncak harapan tak akan selalu nampak seperti bagaimana adanya. Dengan kemampuan si Pahlawan dalam memanipulasi fakta, Anemo mulai merasa jatuh. Otaknya telah diobrak-abrik seperti perpustakaan yang telah luluh lantah. Ia yang berkeyakinan bahwa dewa adalah penjaga kehidupan, mulai mempertanyakan keberadaan dirinya sendiri. Apakah dia benar-benar seorang penjaga? Apakah keberadaan dirinya memang demi kehidupan? Jika memang begitu, bagaimana dengan para tetua dan penduduk Terakuukyo yang terbantai tanpa ampun? Kemampuan Anemo hanyalah sebagai sebuah ilmu pengetahuan mengenai rantai mata angin. Apakah makna hidupnya hanya sebuah pemicu ledakan yang semakin besar? Seperti oksigen yang akan memperbesar kobaran api, atau hembusan angin yang akan memperluas wabah pandemi. Hanya dengan satu kata terucap dari mulut busuk si Pahlawan, "Kejahatan," keyakinannya berubah.

Anemo berlutut di hadapan si Pahlawan, memandang ke tanah dengan pikiran dan tatapan yang kosong. Perlahan ia mulai melebur menjadi angin, kembali ke bentuk asalnya. Di dalam jiwa Anemo yang semakin hilang tergerus kenyataan, masih ada sebuah keyakinan bahwa dirinya merupakan penjaga. Serpihan jiwa itu berusaha menyampaikan pesan kepada Koharu yang kini sudah kembali ke kuil. Koharu menerima sebuah mutiara di tangannya, suara sang manifestasi dewa itu terdengar olehnya.

"Kau harus memiliki keyakinan yang tak terbantahkan, itulah makna hidup yang seharusnya kupegang teguh. Si Pahlawan sudah tiada, itulah bayaran dari membunuh seorang dewa. Kau tidak perlu khawatir. Jagalah Terakuukyo demi diriku yang gagal ini, maafkan diriku telah meninggalkanmu terlebih dahulu. Para pengawal dewa akan memiliki anugerah keabadian hingga keturunan dewa berikutnya terlahir kembali. Hingga saat itu, tunggulah aku. Kita pasti akan bertemu lagi. Jika di satu saat kau sudah tidak kuat, lepaskan saja anugerah itu. Aku akan selalu berada di sini, di akhir kehidupan, kuluangkan satu kursi di jajaran surga. Karena aku selalu dan akan selalu menyayangimu yang sudah kuanggap senagai anakku sendiri, Koharu. Selamat tinggal."

Kelahiran manifestasi dewa bukanlah hal yang dapat diprediksi. Bisa saja seratus tahun, seribu tahun, seratus ribu tahun, atau mungkin tak akan pernah ada lagi. Tak ada lagi yang tersisa dari Terakuukyo. Koharu kini hidup sendirian di alam kehampaan. Menjaga alam itu hingga kehancuran dunia tiba. Kehancuran dunia yang telah direncanakan Tuhan akan terjadi pada hari ke-7 penciptaan dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun