Mohon tunggu...
Listia Hesti Yuana
Listia Hesti Yuana Mohon Tunggu... Human Resources - ASN

tertarik dengan ekologi politik, kesetaraan gender, dan perhutanan sosial

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Maggot, Pengubah Stigma Larva Lalat

13 November 2024   12:00 Diperbarui: 13 November 2024   12:01 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa sih yang ada di benak kalian ketika mendengar kata belatung? Jijik, bau, geli, dan persepsi negatif lainnya pasti akan mulai berkecamuk di kepala.

Lantas apa yang kalian bayangkan jika mendengar kata maggot? Wah uang itu kalau dijual mahal, pengurai sampah organik, dan mungkin stigma positif lainnya akan hadir di pikiran kita.

Pada dasarnya belatung dan maggot adalah sama-sama bentuk larva dari lalat. Jika sebelumnya pandangan akan belatung adalah sama, tetapi penelitian terkini akan manfaat maggot menjadikan adanya kelas sosial dari larva lalat berdasarkan jenisnya. Belatung adalah larva dari lalat hitam maupun lalat hijau. Sedangkan maggot adalah larva dari lalat buah jenis khusus yaitu black soldier fly. Gencarnya budidaya maggot karena nilai ekonomi yang tinggi (permintaan ekspor sebagai bahan baku minyak dan tepung), dan nilai ekologi karena mampu mengurai sampah organik. Selain itu maggot juga mengandung protein yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk pakan ternak dan pakan ikan. Kemampuannya mengurai sampah juga menambah nilai guna maggot sebagai agen dekomposer sehingga dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan penumpukan sampah di kota-kota besar. Tidak seperti belatung yang dapat menularkan bakteri, maggot tidak dapat menjadi patogen bagi bakteri jahat yang dapat menyebabkan berbagai penyakit bagi manusia.

Tidak heran jika saat ini budidaya maggot merajalela. Perusahaan-perusahaan yang aktivitas produksinya tidak ramah lingkunganpun juga menggunakan maggot sebagai aktor untuk memperbaiki citra perusahaan agar lebih ramah lingkungan melalui program CSR. Kemampuan biologis maggot dipergunakan sedemikian rupa untuk mengatasi permasalahan lingkungan akibat ulah manusia dan juga memenuhi konsumsi manusia dengan mengubahnya sebagai bahan baku tepung dan juga pengolahan maggot menjadi minyak.

Sebenarnya kandungan protein belatung juga tidak kalah tinggi dibandingkan dengan maggot yaitu 60% dari berat keringnya. Tetapi karena sifat belatung yang dapat menularkan penyakit kepada manusia menjadikan popularitasnya kalah dengan maggot. Belatung lebih menyukai bau amis dan bau busuk sehingga dipandang lebih menjijikkan bagi manusia.

Demikianlah adanya value tertentu dari organisme, bukan hanya meningkatkan value organisme itu sendiri tetapi juga dapat memunculkan kelas sosial yang sebelumnya tidak ada untuk organisme tersebut. Persepsi terhadap larva lalat yang sebelumnya tidak ada pembedaan, menjadi berbeda secara signifikan sejak dikenalnya maggot atau larva dari lalat buah black soldier fly.

Hal senada juga dapat ditemukan pada kehidupan sosial manusia. Misalnya saja profesi ASN atau yang dulu dikenal sebagai PNS juga dulunya sama aja, tetapi semenjak adanya tunjangan kinerja yang berbeda-beda di setiap Kementerian/lembaga, menjadikan adanya pembedaan Kementerian sultan dan kemenelit yang makan saja sulit...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun