Keberadaan Pangeran Panggung gelap penuh misteri namun jejak-jejak ajarannya yang tersusun dalam Suluk Malang Sumirang ini muncul dan terawat apik sampai detik ini dalam tradisi adat masyarakat di Grumbul Kalitanjung, Desa Tambaknegara, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas. Apakah Pangeran Panggung akhirnya terdampar di suatu daerah yang kini disebut Kalitanjung?
Ratusan tahun, berabad-abad lalu, pupuh yang ditembangkan untuk mengantar manusia ke perjalanan ke tempat yang sunyi, kosong di alam fana ini, sungguh spektakuler bisa didapati di Kalitanjung. Di kekinian, di abad modern yang serba rasional dan  di tengah-tengah gelombang kegilaan mewujudkan ajaran murni agama dari tanah leluhur di suatu negeri di Timur Tengah dan di tengah-tengah hiruk pikuk monopoli kebenaran agama yang sudah banyak meminta korban dalam kerusuhan konflik agama di berbagai daerah di Indonesia,  laku ritual ini, sungguh ajaib masih terpelihara dan dilakoni oleh masyarakat Gerumbul Kalitanjung Desa Tambaknegara Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas.
Menyuri dilakukan oleh masyarakat Kalitanjung ketika ada warganya yang meninggal. Mereka melakukan tahlilan dengan cara membaca pupuh-pupuh tulisan Pangeran Panggung di antaranya adalah Suluk Malang Sumirang. Layang Menyuri yang terdiri  22 pupuh. Pembacaan dilakukan pada saat selamatan orang meninggal.
Kitab Layang Menyuri dibaca saat tahlilan dipimpin oleh seorang Kyai.  Diyakini bahwa arwah yang dibacakan Layang Menyuri akan memperoleh jalan terang ke akhirat, sempurna kematiannya dan diterima disisi Allah. Dimulai dari  nyaurtana (malam sehari setelah kematian) nelung dina, mitung dina, matang puluh dina, nyatus, mendhak pisan, mendhak pindho sampai ngepog atau nyewu, pupuh ini diukumandangkan dari pukul 22.00 sampai  menjelang fajar pukul 03.00 dini hari.
Subhanallah, masyarakat Kalitanjung dengan setia, teguh, masih melestarikan adat ini selama berabad-abad di tengah perubahan zaman dan hiruk pikuk konflik kemurnian dan kebenaran agama. Alhamdulillah, masyarakat di sekitar Kalitanjung khususnya dan warga Banyumas pada umumnya bisa memahami adat ritual keagamaan ini dengan penerimaan toleransi begitu tinggi tanpa setitik pun yang mewujud dalam tekanan apalagi gesekan.
Terima kasih Wong Banyumas, kesadaran plural dan keberagaman kepercayaan, adat istiadat dan budaya masih terlestari sampai kini, semua ini menjadi rabuk kesuburan Bhineka Tunggal Ika. Terpujilah Tuhan, semoga misteri Menyuri Suluk Larang Sumirang di Kalitanjung tak terusik, terjaga dan lestari.Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI