Teater adalah cabang seni yang banyak diminati kaum muda. Mereka menyajikan teater kontemporer tanpa menyentuh roh teater tradisional. Para penggiat teater kampus maupun di luar kampus  di Purwokerto,  kurang mengeskploatasi teater tradisional  salah satunya adalah teater bertutur,  dhalang jemblung di Banyumas.
Dhalang jemblung  sebagai teater bertutur lebih mudah digarap sekaligus  untuk melestarikan  seni tradisional ini. Misalnya,  menghilangkan pakem baku namun roh dhalang jemblung tetap dipertahankan. Ada naskah, bukan improvisasi. Lakon, dari tlatah Banyumas berupa legenda, mite,cerita rakyat, babad dll. bukan cerita Mataraman , Majapahit ataupun legenda Tanah Sebrang.
Antawacana antar peraga jemblung menggunakan  bahasa Banyumas, musik bisa akapela atau beat box ataupun iringan langsung dengan perkusi, kenthong, lesung atau musik dapur.  Sindennya menyanyikan lagu pop, dangdut ataupun campursari, tidak harus lagu gendhing klasik Banyumasan dan boleh diselipkan tari-tarian. Bisa diracik  sesuai dengan kreativitas dan imajinasi masing-masing penggarap. Yang seperti ini  bisa disebut " jemblung gaul " Â
Konsep "jemblung gaul" semacam ini adalah sebagai upaya untuk merevitalisasi dhalang jemblung klasik, agar lebih mendekati situasi kekinian pada "zaman now". Hal itu untuk menarik audiens khususnya anak muda yang gemar apa-apa yang serba gaul.
Untuk itu, saya sendiri membentuk grup jemblung gaul dan melatih beberapa grup sekolah dalam wadah ekstrakurikuler teater. Diiringi grup musik yang terdiri dari angklung thuthuk (angklung yang dipukul pakai jari) sebagai semacam kyeboard dan tripok (drum slempang) bas gede (terbuat dari genthong air besar) serta bas selo. Alat-alat musik ini alat musik utama yang ada pada seni thek-thek atau kenthongan yang membahana di Banyumas.
Formasi ini terbagi pada peran dhalang, sinden dan semua kru menjadi peraga untuk karakter-karakter cerita. Saya tulis skenario atau naskah yang meracik cerita-cerita dari legenda, mite, babad ataupun cerita rakyat dan saya bukukan baru sampai dua jilid.
Ketika manggung para peraga jemblung gaul duduk dalam formasi blocking yang artistik, bila karena belum hapal mereka bisa membacanya, maklum para pelajar bukan peraga jemblung profesional. Pada awal dan akhir permainan bisa disisipkan tarian, jadilah tontonan teater kontemporer yang berangkat dari racikan teater rakyat, teater bertutur. Grup ini menampung seni musik, teater, tari dan seni rupa untuk properti tata pentas.
Pada tanggal 29 November 2015 diselenggarakan "Semarak Sastra Lisan Banyumas Festival Jemblung Gaul 2015" di auditorium RRI Purwokerto. Pesertanya terdiri dari wakil 27 kecamatan di Kabupaten Banyumas serta beberapa grup jemblung gaul sekolah. Semua itu sebagai upaya untuk merevitalisasi sastra lisan Banyumas dan menyosialisasikan pada kalangan anak muda khususnya pelajar dan mahasiswa. Â (silakan tonton di Youtub-Saeran Samsidi)
Upaya nguri-uri dhalang jemblung tidak hanya sekadhar nanggap, itu juga bila para peraganya  masih hidup. Harus ada proses pewarisannya. Agar kawula muda tertarik maka diperlukan langkah-langkah revitalisasi dengan mengupayakan inovasi, menyesuaikan dengan selera zaman. Salah satunya dengan model  jemblung gaul.
Namun setelah penyelenggaraan "Festival Jemblung Gaul 2015" yang juga didahului dengan sarasehan, kini sudah tahun 2018, pascafestival itu, Â kondisi teater rakyat, teater bertutur dhalang jemblung tetap mati aktivitas.
 Jan nlangsa,  prihatin tidak ada yang ngopeni dan merawat seni tradisional warisan leluhur dhalang jemblung ini. Yang lebih tragis adalah Pemerintah Kabupaten Banyumas lewat SKPD terkait ngejor klowor maka dhalang jemblung riwayatmu doeloe empas-empis mau mati, dhalang jemblung riwayatmu kini,  punah! Â