Jika ada yang bertanya apa hubungannya antara Pilkada 2018 dengan Tragedi Alun-alun Purwokerto? Â Mari kilas balik, menyibak jejak digital berita-berita media massa cetak atau elektronik seputar Juli 2008, salah satunya dicomot dari Oke Zone berikut :
PURWOKERTO - Alun-alun Purwokerto yang merupakan cagar budaya dibongkar atas kebijakan Bupati Banyumas Mardjoko. Pembongkaran ini membuat kemarahan kaum seniman di Banyumas, Jateng. Puluhan seniman, Sabtu (12/7/2008) menggelar aksi unjuk rasa atas kebijakan bupati yang menggusur jalan tengah alun-alun atau menggabungkan dua sisi alun-alun itu.
Dalam aksi itu, para seniman berkeliling Alun-alun Purwokerto sebanyak tiga kali dengan menggunakan ebeg (kuda lumping). Setelah itu, pekerja seni ini melanjutkan ritual membakar dupa di depan pintu gerbang menuju pendopo kabupaten Si Panji. Mereka juga membacakan doa serta berbagai kecaman terhadap bupati yang dianggap telah merusak Alun-alun Purwokerto yang selama ini dianggap sebagai cagar budaya .....
Pemimpin aksi/korlap mengingatkan Bupati Banyumas agar tidak berbuat semaunya sendiri. Menurut dia, para seniman Banyumas telah beberapa kali menyampaikan penolakan penyatuan dua bagian alun-alun Purwokerto yakni sisi timur dan sisi barat, tetapi hingga saat ini pembicaraan tersebut belum terselesaikan.
"Kami perihatin, pembicaraan penyatuan alun-alun antara pemkab dan seniman belum tuntas, tetapi sekarang jalan pemisah itu malah dibongkar. Benar-benar bupati yang sekarepe dhewek (semaunya sendiri)," katanya.
Berikut satu cuplikan lagi : Purwokerto (ANTARA News) - Puluhan warga yang menamakan diri "Nguri-uri Barang Keramat" (Ngrumat), Rabu (16/7) berjemur dengan bertelanjang dada dan memakai sarung di atas ekskavator yang berada di Alun-alun Purwokerto, Kabupaten Banyumas. Namun aksi unjuk rasa berjemur di atas ekskavator hanya berlangsung sesaat karena Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) memaksa mereka turun sehingga para pengunjuk rasa memilih berjemur di tengah alun-alun.
Sang koordinator aksi, mengatakan, aksi tersebut sebagai bentuk protes warga kepada Bupati Banyumas Mardjoko atas kebijakannya membongkar alun-alun. "Bupati tidak pernah mendengar aspirasi masyarakat, termasuk kalangan seniman," katanya. Menurut dia, pembicaraan masyarakat dengan bupati sia-sia belaka karena belum ada kesepakatan, alun-alun tetap dibongkar.
Saya teringat ucapan  Bupati Mardjoko yang mengungkapkan rencana pembongkaran alun-alun. Bupati Banyumas itu  menegaskan, alun-alun dibongkar dan diperindah merupakan salah satu materi program pembangunan 100 hari masa kerja bupati. Alasannya, selama ini Alun-alun Purwokerto tampak kumuh dan terbelah oleh jalan tengah sehingga terkesan ada alun-alun bagian barat dan bagian timur.
"Padahal mestinya alun-alun ya satu. Itu juga bisa sebagai perlambang menyatunya otak dan hati masyarakat Banyumas. Itulah sebabnya alun-alun mesti dibongkar,jalan aspal tengah diganti tanaman rumput, 2 ringin kurung di tengah alun-alun harus ditebang, tugu Selamat Datang yang menghubungkan alun-alun dengan Pendapa Si Panji Purwokerto  juga diratakan" tandasnya.
Rabu, 4 Juli 2008 melalui DKKB (Dewan Kesenian Kabupaten Banyumas) Mardjoko meminta para seniman, budayawan dan pemerhati seni budaya untuk dikumpulkan di Pendopo si Panji untuk berdialog masalah alun-alun tersebut karena DKKB akan melaksanakan aksi protes. Dialog diputuskan akan dirembug bersama bagaimana caranya untuk mempercantik alun-alun. Namun Sabtu, 7 Juli Mardjoko mendatangkan buldozer, bras-bres,  alun-alun dibongkar. Dua pohon wringin kurung ditumbangkan. Jalan Alun-alun, jalur jalan di  tengah alun-alun diratakan.
Alasan Mardjoko membongkar alun-alun katanya telah mendapatkan rekomendasi dari BP3 (Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala) Jawa Tengah. Padahal, rekomendasinya antara lain agar : (1) dua pohon beringin kurung dilarang dibongkar kecuali deganti dengan pohon sejenis, (2) jalan di tengah alun-alun dilarang ditutup, kecuali diganti dengan conblok atau paving blok. Rekomendasi itu tidak digubris.