Catatan Penulis :
Dalam rangka menyambut Hari Jadi Banyumas ke-447,  22 Februari 2018, saya unggah beberapa tulisan yang ada kaitannya dengan Banyumas, khususnya seni dan budayanya. Berikut adalah cerita jenaka Banyumas,  Pak Banjir.  Selamat membaca!      Â
Kini Pak Banjir menikmati hidupnya dengan tenang. Segala kebutuhan rumah tangganya sudah kecukupan. Papan, sandang, sawah dan ingon-ingon ternak seperti bebek, ayam, kambing, sapi dan kerbau dipelihara dengan baik di kandangnya. Pak Banjir jadi warga desa yang makmur jibar-jibur. Semuanya itu karena Dewi Keberuntungan selalu menyertainya. Semua keberhasilan pekerjaannya dikarenakan serba kebeneran.
Sore itu terasa nyaman. Setelah Pak Banjir menurunkan kurungan perkutut yang digantung di kerekan bambu menjulang tinggi di halaman rumahnya yang tenggarlalu menggantungnya di  teras rumah, Pak Banjir pun duduk di kursi goyang lalu meneplek-neplek jempol jarinya dengan jari tengah sambil menirukan suara burung perkutut bercanda dengan burung kesayangannya itu. Rasanya hidup ini nikmat sekali, begitu perasaan Pak Banjir.
Nyruput wedang jahe susu serta ngeplokpacitan mendhoan anget, Pak Banjir mengenang masa-masa susahnya dahulu. Jadi tertawa sendiri ketika teringat kepala benjol dilempar muthuoleh istrinya. Masa-masa sangat sengsara ketika ia setiap hari selalu diomprang, dilempar alat-alat dapur dan diusir tidak boleh pulang kalau tidak membawa sembako. Melarat, jadi pengangguran memang menderita sekali. Tapi kini, hidup telah berkecukupan, derajat, pangkat, meningkat.  Semuanya itu  karena keberuntungan.
Keberuntungan selalu menyertainya. Mulai dari peristiwa si Pahing kambingnya  Mbekayu Rinah yang sengaja disembunyikan, mulailah hidupnya dilanda keberuntungan. Peristiwa demi  peristiwa, kasus demi kasus, misteri demi misteri sampai misteri yang paling menakjubkan hilangnya mas picis raja brana telung istana. Semuanya terpecahkan karena semata-mata karena keberuntungan. Lha, hidup kok tergantung pada keberuntungan saja? Apa keberuntungan akan langgeng selalu menyertainya? Suatu saat pasti Dewi Keberuntungan akan meninggalkannya.  Saat itulah ketidakberhasilan akan muncul,  kejatuhan pun terjadi.
"Pak ... Pak .... jahe susunya mau dijogi apa? Ini saya bawakan gorengan munthul, balok, sama gedhang goreng. Pokoknya komplet!" Mbok Banjir nongol ke teras sambil membawa pacitan yang diolah dari hasil tanaman pekarangan rumah. Pak Banjir terperanjat, buyar lamunannya mendengar ocehannya Mbok Banjir. "Lha rika masih suka melamun, Pak?" Mbok Banjir melanjutkan omongannya. "Sudah tua jangan suka melamun lagi. Sekarang  tidak  usah ndlepus lagi kaya jaman masih melarat. Sekarang kan sudah kaya raya tur jadi pejabat!" Mendengar semua  omongan istrinya Pak Banjir bangkit lalu menuntun istrinya itu untuk duduk.
"Gyeh.. Mboke  si Bedhor sini duduk padha gendhu-gendhu rasa rembugan bagaimana masa depan kita" "Lha, masa depan kita ya jelas cemerlang! Tentu kita makin kaya, kan?" "Mbok, kalau dipikir-pikir secara jernih sebenarnya keberhasilan kita ini kan kerena keberuntungan?"
"Memangnya kenapa? Itu kan anugerah Tuhan!" "Begini, kita ini jangan terus tergantung pada keberuntungan! Cepat atau lambat Dewi Keberuntungan tidak selalu menyertai kita. Suatu ketika kita pasti akan mengalami kegagalan" "Ia .. ya ... lalu bagaimana?"
Pak Banjir diam, kelihatan merenung. Suami istri itu lalu  diam tak mengucapkan lagi kata-kata. Mereka sedang menyelami keberuntungan yang selalu melekat. Bagaimana kalau keberuntungan tidak hinggap lagi, apa yang akan terjadi?
"Hiii ...!" tiba-tiba Pak Banjir njimprak bangkit dari duduknya. Mbok Banjir terkaget-kaget. " Aduuh .. ada apa si? Ngaget-ngageti?" Pak Banjir mengepal-kepalkan tangan kelihatan gembira sekali. Senyumnya mengembang bak kesurupan. "Mboke ... Mboke si Bedhor. Ini, nyong sudah nemu ide, dapat ilham" Mbok Banjir pun tersenyum gembira, "Sudah dapat wangsit? Ceritakan dong?" Akhirnya suami istri itu menemukan solusinya untuk menghindarkan akan ketergantungan pada keberuntungan. Malam ini mereka mempersiapkan segala ubo rampe untuk acara esok hari. Siasat apakah itu?
Titir kenthongan tanda bahaya berbunyi bertalu-talu, penduduk desa geger ada rumah kebakaran, terlebih-lebih rumah yang terbakar adalah rumahnya Pak Banjir, dukun ampuh, pejabat tinggi Kadhemangan, penasihat Ndara Dhemang. Mendengar Pak Banjir kena musibah maka Ndara Dhemang pun berkenan menjenguknya. Rumah dan harta benda yang terbakar akan diganti Ndara Dhemang.
"Katiwasan ... katiwasan ... Ndara Dhemang!" Pak Banjir menyambut kehadiran Ndara Dhemang, bosnya. "Kebakaran disebabkan apa si, Pak Banjir? Sudah, nanti semua kerugian Kadhemanagan yang akan menggantinya"
"Perkara kerugian si tidak seberapa Ndara Dhemang. Tapi, itu ada benda yang terbakar musna jadi abu yang tak mungkin tergantikan" "Lha ... barang apa yang sangat berharga itu?""Kitab primbon yang menjadi sumber semua pemecahan masalah, Ndara Dhemang""Kitab primbon? Kitab primbon apa si itu ?"
"Begini Ndara Dhemang .." Pak Banjir pun menjelaskan barang berharga itu. "Kitab primbon itu yang selalu menjadi rujukan untuk memecahkan berbagai misteri. Berkat berpedoman petunjuk dari kitab primbon itu saya selalu berhasil menjalankan tugas" "Ooo  ... begitu. Untunglah hanya kitab primbon ... "
"Justru itu yang saya sesalkan Ndara Dhemang. Tanpa kitab primbon itu saya sekarang tidak  bisa apa-apa" "Jadi, bagaimana?" "Nah, begini Ndara Dhemang. Berhubung kitab primbon telah musna terbakar, maka saya tidak punya kekuatan untuk memecahkan misteri karena sudah tidak punya rujukan. Sudah hilang kesaktian saya, Ndara Dhemang"
"Terus, jadinya?" Â "Ndara Dhemang, dengan sangat menyesal terpaksa saya mengajukan pengunduran diri saya sebagai penasihat Kadhemangan. Saya ingin pensiun untuk menikmati hari tua, Rama Dhemang" "Ooo ... begitu. Baiklah ... tidak apa-apa. Memang sudah saatnya Pak Banjir pensiun dengan meninggalkan banyak jasa" Ndara Dhemang akhirnya mengabulkan permohonan Pak Banjir untuk pensiun.
Beberapa hari kemudian setelah bagian rumah yang terbakar yang sebenarnya tidak seberapa dan sudah diperbaiki dan dipulihkan Pak Banjir dan istrinya, Mbok Banjir terlihat lagi duduk-duduk di beranda rumah. Mereka asyik ndopok sampai tertawa-tawa. "Pak, rika benar-benar sukses. Skenario berjalan mulus, hasilnya pun memuaskan" Mbok Banjir memuji siasat suaminya agar ia terbebaskan dari tugas-tugas sebagai penasihat Kadhemangan yang keberhasilannya dikarenakan keberuntungan.
Pak Banjir mendapatkan wangsit untuk pensiun dengan membuat peristiwa kebakaran yang memusnakan kitab primbon andalannya. Padahal tidak ada itu kitab primbon yang membuat sakti Pak Banjir. Kebakarannya pun dibuat sedemikian rupa agar tak begitu merugikan. Semuanya itu hanya pura-pura kebakaran, pura-pura kitab primbon musna terbakar. "Mboke si Bedhor, kan tidak ada  benda berharga yang terbakar?" tanya Pak Banjir bercanda. "Jelas tidak. Pak,  mari kita nikmati saja kehidupan di hari tua ini tanpa kekuatiran, kecemasan karena tuntutan pekerjaan." Mbok Banjir mengakhiri dopokannya.
Berakhirlah sudah segala keberhasilan yang diperoleh Pak Banjir yang  hanya mengandalkan keberuntungan.  Jer Basuki Mawa Bea,tidak ada kesuksesan tanpa tetes keringat hasil kerja keras. Jadi, hidup itu jangan suka mengandalkan keberuntungan. Keberhasilan harus diraih dengan kerja keras menaklukan berbagai rintangan.Â
(Tamat! Matur mbah nuwun. Kepareng ... kelilan!)
Leksikon :
ingon-ingon : binatang piaraan
tenggar : luas, lebar
ngeplokpacitan : makan panganan suguhan untuk teman minum
mendhoan : tempe goreng ditepungi, lembek khas Banyumas
dijogi : ditambah
munthul: ubi jalar
balok: ubi goreng     Â
padha gendhu-gendhu rasa : saling curhat
ndopok : ngobrol
Jer Basuki Mawa Bea : suatu keberhasilan, kesuksesan membutuhkan biaya atau pengorbanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H