“Kekuasaan sesungguhnya tidak korup, justru yang korup adalah
Ketakutan, yakni ketakutan akan kehilangan kekuasaan”
- John Ernst Stainbeck
Kekuasaan cenderung Korup, apalagi kalau kekuasaan itu bersifat absolut. Begitulah kira-kira isi pesan dari apa yang dinyatakan oleh Lord Acton. Seorang Filsuf jerman Friedrich Nietzsche juga berpendapat bahwa pada dasarnya manusia memiliki hasrat untuk berkuasa, yang umumnya diperoleh dengan jalan menguasai atau mempengaruhi orang lain.
Dalam konteks perebutan kekuasaan, konflik antar individu maupun kelompok sangat mungkin terjadi, lagi-lagi ini sesuai dengan ungkapan Thomas Hobbes bahwa manusia secara alamiah bisa menjadi "serigala" bagi sesamanya (homo homini lupus).
Terllbih lagi ketika dewasa kini, cara untuk memperoleh kekuasaan yang paling mudah adalah ketika adanya relasi kuasa dengan kekuasaan yang didapatkan dengan connection power, dimana kekuasaan yang diperoleh karena seseorang memiliki hubungan keterkaitan dengan seseorang yang memang sedang berkuasa (Nepotism).
Semua orang beramai-ramai untuk duduk dipuncak kekuasaan. Semua orang beramai-ramai untuk menjadi pengendali dan tidak ada yang ingin dikendalikan. Semua orang ingin melihat indahnya pemandangan dipuncak secara langsung. Apabila ada orang yang mencoba untuk merebut tempat itu, maka penguasa pasti akan menendangnya sampai jatuh tersungkur.
Banyak sekali kasus ketika seseorang sudah berkuasa berlaku sewenang-wenang tanpa memperhatikan segala tindak tanduknya apakah maslahat atau tidak bagi komunalnya.
Kita semua mengamini dan tidak dapat dipungkiri, bahwa logika kekuasaan itu pada dasarnya adalah tentang kecenderungan mempertahankan kekuasaannya dengan berbagai upaya yang dapat ditempuh, bahkan dengan menghalalkan segala cara. Kecenderungan logika ini sudah berlaku lazim dan telah menjadi dalil primer setiap rezim yang berkuasa, dimanapun dan kapanpun.
Emil salim mengatakan, bahwa kecenderungan penguasa itu memang selalu mengkooptasi, ”Jika kita telah duduk dalam kekuasaan, kita cendrung ingin melanjutkan kekuasaan. Tentu dalam hal ini bagaimana mempertahankan status quo kekuasaanya.
Ketika sudah menang dan kekuasaan sudah dalam pangkuan, sebenarnya hasrat kekuasaan tidak sertamerta terpuaskan. Justru syahwat kekuasaan semakin menjadi- jadi. Ambisi tahap berikutnya setelah meraih kekuasaan adalah bagaimana “mengolah” kekuasaan secara maksimal untuk meraup keuntungan sembari bagaimana mengupayakan mengukuhkan kekuasaan agar tidak diusik dan diganggu pihak lain.