Mohon tunggu...
Saepullah
Saepullah Mohon Tunggu... Guru - Aku adalah manusia pembelajar, berusaha belajar dan juga berbagi info yang baik untuk perbaikan diri selaku manusia. Melihat info yang kubagikan bisa melalui: https://www.ceritasae.blogspot.com https://www.kompasiana.com/saepullahabuzaza https://www.twitter.com/543full https://www.instagram.com/543full https://www.youtube.com/channel/UCQ2kugoiBozYdvxVK5-7m3w menghubungi aku bisa via email: saeitu543@yahoo.com

Aku adalah manusia pembelajar, berusaha belajar dan juga berbagi info yang baik untuk perbaikan diri selaku manusia. Melihat info yang kubagikan bisa melalui: https://www.ceritasae.blogspot.com https://www.kompasiana.com/saepullahabuzaza https://www.twitter.com/543full https://www.instagram.com/543full https://www.youtube.com/channel/UCQ2kugoiBozYdvxVK5-7m3w menghubungi aku bisa via email: saeitu543@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru di Persimpangan Jalan, Menjaga Disiplin Tanpa Kekerasan

24 November 2024   12:57 Diperbarui: 24 November 2024   12:59 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mengelola kedisiplinan di sekolah menjadi salah satu tantangan besar bagi guru. Mereka harus memastikan siswa mengikuti aturan, tetapi di sisi lain, ancaman hukum sering kali menjadi bayang-bayang yang membatasi tindakan mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak kasus yang menempatkan guru di posisi sulit karena metode disiplin yang digunakan dianggap melanggar hak anak. Lalu, bagaimana guru dapat mendisiplinkan siswa tanpa terjerat masalah hukum?

Antara Kedisiplinan dan Kekerasan
Kasus hukuman fisik di sekolah tidak jarang berujung pada sanksi berat bagi guru. Pada 2023, seorang guru SMP di Madiun memberikan hukuman berupa lari tanpa alas kaki hingga kaki siswa melepuh. Tindakan itu menuai kecaman, dan guru tersebut akhirnya menerima sanksi administratif. Insiden ini menunjukkan bahwa metode disiplin fisik yang dulu dianggap lumrah kini tidak lagi dapat diterima

Kasus serupa terjadi di Surabaya pada 2022, ketika seorang guru memukul kepala siswa hingga membentur papan tulis. Meski persoalan itu diselesaikan secara damai, reputasi sang guru terlanjur tercoreng, dan ia menghadapi kritik dari masyarakat. Ini mencerminkan betapa pentingnya pendekatan disiplin yang lebih humanis dalam dunia pendidikan.

Bahkan, menurut data Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) tahun 2024, beberapa kasus kekerasan di sekolah berujung pada kematian siswa. Insiden-insiden seperti ini menyoroti urgensi untuk mengubah cara guru dalam mengelola kedisiplinan. Sekolah harus menjadi ruang yang aman bagi siswa, bukan tempat yang menimbulkan trauma atau ancaman

Solusi: Pendekatan Disiplin Positif
Sebagai alternatif, pendekatan disiplin positif dapat menjadi solusi untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif tanpa melibatkan ancaman atau kekerasan. Disiplin positif berfokus pada penghargaan terhadap perilaku baik, penguatan komunikasi antara guru dan siswa, serta penerapan konsekuensi logis yang edukatif.

Sebagai contoh, daripada menghukum siswa yang terlambat dengan tindakan fisik, guru dapat mengajak siswa berdiskusi untuk memahami alasan keterlambatan tersebut. Guru juga bisa memberikan penghargaan, seperti pujian atau pengakuan di depan kelas, kepada siswa yang menunjukkan peningkatan disiplin. Pendekatan ini tidak hanya mendorong siswa untuk berubah secara sukarela tetapi juga memperkuat hubungan emosional antara guru dan murid.

Metode lain yang bisa diterapkan adalah pendekatan restorative justice atau keadilan restoratif. Dalam metode ini, siswa yang melanggar aturan diajak untuk memahami dampak perbuatannya dan berkontribusi memperbaiki situasi. Misalnya, siswa yang membuat kekacauan di kelas bisa diminta membantu membersihkan atau mengatur ulang ruang kelas.

Peran Regulasi dan Pelatihan
Untuk mendukung perubahan ini, pemerintah telah mengeluarkan regulasi seperti Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan. Aturan ini memberikan panduan kepada sekolah dalam mencegah dan menangani kekerasan. Namun, implementasinya membutuhkan upaya sosialisasi yang intensif dan pelatihan bagi guru.

Banyak guru masih merasa kebingungan dengan regulasi baru ini, terutama terkait penerapan disiplin positif. Oleh karena itu, pemerintah dan pihak sekolah perlu menyediakan pelatihan khusus bagi guru untuk memahami batasan hukum sekaligus meningkatkan keterampilan mereka dalam menangani konflik dengan cara yang lebih konstruktif.

Selain itu, sekolah juga dapat membentuk tim pencegahan kekerasan yang terdiri dari guru, konselor, dan tenaga pendukung lainnya. Tim ini bertugas memberikan pendampingan kepada guru dan siswa untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih aman.

Mendukung Guru Secara Psikologis
Tidak bisa dimungkiri, beban kerja yang berat sering kali menjadi pemicu tindakan emosional dari guru. Tekanan untuk mencapai target akademik, ditambah dengan menghadapi siswa yang sulit diatur, dapat membuat guru merasa frustrasi. Untuk itu, penting bagi sekolah untuk memberikan dukungan psikologis kepada guru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun