Putus Sekolah Bukanlah Alasan Untuk Bisa Sukses, Contohnya Nurman Farieka dengan Sepatu Kulit dari Ceker Ayam Akhirnya Bisa Mendunia
Indonesia masih dikatakan sebagai negara yang tertinggal dalam hal dunia Pendidikan. Masih banyak pula anak-anak Indonesia yang putus sekolah. Sebutlah salah satunya Nurman Farieka Ramdhani.
Nurman (sapaan akrab Nurman Farieka) mengenang masa lalunya yang nakal dan putus sekolah di semester II. Nurman mengaku bahwa akibat keputusan dirinya yang tidak melanjutkan perkuliahan, akhirnya uang jajan pun diputus oleh ayahnya. "Senakalnya saya tidak sampai kabur dari rumah, masih tetap pulang ke rumah untuk makan," imbuh Nurman.
Dengan kondisi tidak punya uang, akhirnya Nurman melihat sebuah dompet yang pernah diberikan oleh temannya. Dompet kulit pemberian temannya membuat Nurman untuk berpikir bahwa dompet itu berharga jika ada isinya. "Percuma ada dompet, namun tidak ada isinya. Dompet kulit tersebut akhirnya saya jual ke teman seharga Rp.150.000,-" ucap Nurman dengan senyum yang tertahan.
Dari penjualan dompet tersebut, akhirnya Nurman belikan bahan untuk membuat gelang atau aksesoris lainnya. Lalu dijual gelang dan aksesorisnya. Kondisi tersebut karena mamang Nurman menyukai dunia fashion. Modal tersebut, ia gunakan untuk berputar agar roda usaha bisa berjalan. Namun, malang menjumpai Nurman dan kerugian didapat. Tak tanggung-tanggung kerugian yang dialami Nurman mencapai ratusan juta.
Belajar dari pengalaman yang ada, akhirnya Nurman mulai mempelajari dari adanya limbah ceker ayam. Selama setahun Nurman pun meneliti tentang pengolahan kulit ceker ayam agar bisa kuat dan bertahan lama. Nurman pun meneliti dari adanya hasil penelitian ayahnya 20 tahun silam yang masih berkuliah di Politeknik Akademik Teknologi Kulit Yogyakarta. Setelah melakukan penelitian, Nurman pun menyimpulkan bahwa kulit ceker ayam itu lebih kuat dibanding kulit ular.
Limbah dari adanya kulit ceker ayam bisa bermanfaat dan diberdayagunakan. Bukan hanya itu, justru dengan penggunaan kulit ceker ayam justru menjaga kelestarian fauna dan juga ekosistem. Kulit ceker ayam berlimpah pun mudah didapatkan bagi Nurman. Nurman biasa mendapatkan kulit ceker ayam dari tukang sayur yang lewat di depan rumahnya. Bahkan Nurman juga mendapatkan dari pengepul di Pasar Kembar, Bandung. Bukan hanya itu, di warung penjual ayam goreng, kerap didapati kulit ceker ayam menjadi limbah.
Proses hasil olahan ceker ayam menjadi kulit sepatu cukup unik. Ceker ayam diusahakan berukuran lebar dan besar agar memudahkan pengerjaan. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, setidaknya bobot ayam minimal sebesar 2 kilogram. Dengan bobot ayam tersebut sehingga lebar dan besar kulit ceker ayam lebih mumpuni untuk diolah menjadi bahan dasar sepatu kulit.
Proses yang memakan waktu 14 hari untuk penyamakan yang mengubah kulit asli menjadi kulit tersamak. Dalam proses penyamakan tersebut juga turut menggunakan tujuh bahan kimia. Setelah proses kulit tersamak tersebut, maka bisa untuk dijadikan sepatu yang bisa meraup harga dari Rp. 400 ribu hingga Rp. 6 juta per pasang.
Perjuangan Nurman pun membuahkan hasil yang tak terkira. Hingga akhir 2019 Nurman yang hanya memiliki 4 orang tenaga kerja bisa meraup omzet hingga mencapai Rp 40 sampai 60 juta per bulan. Dengan dana awal yang dimilikinya hanya Rp 2 juta dan tanpa memiliki cabang.
Perjuangan Nurman dengan nama perusahaan sepatunya yaitu Hirka kini telah melahirkan dua jenis sepatunya yang bernama Jokka dan Tafiaro juga turut memperkaya kekhasan Indonesia. Jokka diambil dari Bahasa Makassar dan Tafiaro diambil dari Papua. Baik Jokka maupun Tafiaro berarti jalan-jalan.
Nurman berkat usahanya juga akhirnya memperoleh penghargaan dari SATU Indonesia Awards 2020 yang digelar oleh PT. Astra International Tbk dalam kategori kewirausahaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H