[caption caption="foto selfie di depan standing banner "Bidadari Terakhir" (dok pribadi)"][/caption]
Hah, yang bener aja, aku bisa bertemu dengan putri Indonesia tahun 2013? Ini serius gak sich.. :’( berita yang semakin santer di perjagadan kompasiana khususnya berita dari Kompasianers Only Movie enthus(i)ast Klub yang menyatakan bahwa namaku berada pada urutan orang yang akan menonton film terbaru Whulandari Herman yang juga seorang putri Indonesia tahun 2013.
Kucek-kucek mata pada tanggal 7 September 2015 kulangkahkan kaki untuk mengendarai sepeda motor menuju XXI Epicentrum yang terletak di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Berusaha untuk hadir tepat waktu saat gala premiere film perdana Putri Indonesia tersebut, namun takdir berkata lain bahwa aku tidak diijinkan datang tepat waktu. Sedih dan resah. Hanya satu penyebab kegagalan datang tepat waktu, aku nyasar titik gak pake koma.
Rencana awal penayangan film di XXI Epicentrum tersebut yaitu pada pukul 15:00, namun aku sampai pada pukul 15:10. Meski telat tapi belum terlalu telah sich.. Aku langsung mengontak mas Agung Han selaku admin untuk bisa segera kumasuki ruangan movie film Bidadari Terakhir. Mas Agung Han akhirnya menjemputku untuk segera masuk ke dalam ruangan film penayangan Bidadari Terakhir.
Aku masuk ternyata film baru saja dimulai, untung belum telat melihat penayangan filmnya. Setelah melihat adegan per adegan film, aku merasakan film Bidadari Terakhir ini sebagai film dengan konflik yang biasa dan kurang terasa ketegangan dalam film. Apa mungkin karena film ini diperankan oleh orang baru main film? Seperti Whulandari Herman yang baru pertama kali main film. Ada juga Maxx Bouttier yang bermain peran yang berbeda dari film yang biasa diperankannya. Dan mungkin masih ada peran yang tidak biasa dilakukan oleh pemain dalam film ini. Meskipun demikian peran yang dimainkan diusahakan prima untuk memenuhi sesuai karakter yang diinginkan dalam film Bidadari terakhir ini. Bahkan saat berbincang dengan beberapa kompasianers juga menyatakan hal yang sama denganku. Jadi kuberi rating untuk film ini bintang 2/4 saja dengan alasan tadi.
Namun demikian keunikan penayangan latar film yang mengambil wilayah Samarinda dan Balikpapan menjadi sebuah pesona bahwa film ini bertemakan lokalitas, meskipun ide cerita yang tidak lokalitas. Jadi aku hanya memberikan penilaian untuk rating film ini dengan 2 bintang.
Selain rating yang kuberikan dalam film Bidadari Terakhir, aku juga merasakan wah, kaget, surprise atau apalah namanya, yang jelas aku terkesima karena bisa melihat secara langsung dan lebih dekat dengan pemain dalam film Bidadari Terakhir tersebut. Aku juga bisa mengetahui bahwa dalam film dengan sentuhan make up akan merubah wajah secara drastic. Ada artis yang saat dalam film terlihat dewasa, padahal masih anak-anak. Ada lagi artis yang terlihat lebih putih tapi pada kenyataannya hitam. Dan ada artis yang terlihat wajahnya halus namun pada kenyataannya tidak halus. Yah, begitulah sebuah film bukan saja cerita fiksi yang ditampilkan bahkan pemain pun terkadang fiksi dengan make up yang berlebihan untuk mendukung acara. Mungkin itulah yang disebut sebagai fiksi perfilman (versi saya).
Nah, disinilah saya bisa mengenal beberapa artis, baik yang kalem maupun heboh serta gaya mereka seperti apa sebenarnya, hingga kenyataan dunia mereka juga sedikit tahu dengan adanya press conference yang diadakan saat kuikuti nobar Bidadari Terakhir.
Dan terakhir, melalui nobar yang diadakan oleh KOMIK selain bertemu dengan kompasianers yang juga gokil poenya saya juga bisa membuat sebuah tulisan berupa review film ala pewarta warga. Dan yang terpenting sich dengan adanya nobar KOMIK saya bisa mendapatkan kesempatan menonton penayangan perdana film-film baru. Itu yang sulit didapatkan orang lain sebenarnya. :)
[caption caption="hasil jepretanku terhadap pemain Bidadari Terakhir (dok pribadi)"]
[caption caption="foto bareng teman-teman KOMIKers (foto diambil dari admin KOMIK)"]