Mohon tunggu...
Saepul Bahri
Saepul Bahri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Semua berhak bersuara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nasionalisme dalam Perspektif Bung Karno

20 Agustus 2024   15:52 Diperbarui: 20 Agustus 2024   15:53 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak sedikit kalangan di Tanah Air yang menyatakan dan mengakui bahwa Bung Karno adalah Bapak Nasionalisme Indonesia. Tentu saja tidak ada yang salah terhadap predikat yang bermaksud memberikan penghormatan sekaligus penghargaan terhadap sosok Soekarno. Dalam catatan sejarah Soekarno bahkan sering dinyatakan sebagai pencipta arus utama yang membentuk karakter dasar nasionalisme Indonesia.

Namun, hal penting yang perlu diperjelas di sini adalah, apa yang sesungguhnya dimaksudkan oleh Soekarno sebagai nasionalisme itu? Apakah definisi Soekarno tentang nasionalisme itu sekadar bermakna mencintai Tanah Air Indonesia, sebagaimana yang lazimnya dipersepsi secara umum?

Di mata Seoekarno istilah "nasionalisme" sebagai sebuah kosa kata politik belum memadai sebagai sebuah kerangka berpikir untuk menjelaskan sikap kebangsaan Indonesia yang sesungguhnya. Untuk soal ini Soekarno banyak melakukan kupasan yang ia tulis di berbagai artikel sejak ia terjun di kancah pergerakan nasional di pertengahan dasawarsa 1920-an hingga jatuhnya Hindia Belanda di tahun 1942 akibat agresi militer Jepang. Berbagai gagasannya tentang nasionalisme Indoneia pada periode itu terangkum di dalam buku kumpulan tulisannya yang berjudul Dibawah Bendera Revolusi (jilid I)

Jika nasionalisme dimengerti hanya sebatas cinta Tanah Air sebagaimana yang lazimnya dipahami, lalu apa yang membedakan nasionalisme Indonesia versi Soekarno dengan definisi nasionalisme pada umumnya?

Posisi Soekarno dalam hal ini cukup jelas bahwa ia memaknai nasionalisme tidak sekadar sikap mencintai Tanah Air atau bangsa. Satu hal yang paling penting untuk memahami nasionalisme Indonesia versi Soekarno adalah cara ia melakukan konstruksi gagasan itu. Cara pandang Soekrano yang menggunakan perspektif dialektika dalam merumuskan nasionalisme Indonesia merupakan unsur penting yang justru membuat konstruksi gagasannya berbeda secara signifikan dari pemahaman konvensional yang sering mengambil bentuk ekspresi yang sekadar bermakna cinta Tanah Air.

Satu hal yang pasti adalah bahwa Soekarno menolak ide nasionalisme Indonesia yang timbul karena sekadar ekspresi sentimental atau perasaan. Di sisi lain, sekalipun secara populer Soekarno kerap melontarkan wacana politik tentang nasionalisme Indonesia secara umum, namun secara konsepsional Soekarno memformulasikannya sebagai sosio-nasionalisme. Istilah ini kerap ditemukan di berbagai artikel yang ditulisnya di buku DBR. Tentu saja Soekarno memiliki basis argumentasi di balik rumusan sosio-nasionalisme

Namun, Soekarno---sebelum memperkaya dan memperdalam formulanya tentang nasion atau bangsa---juga berupaya terlebih dulu untuk mengambil posisi yang lebih umum tentang apa yang dimakani sebagai bangsa. Mengambil referensi pemikiran Ernest Renan---pemikir Perancis abad ke 19---Soekarno menulis dalam artikel "Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme" di tahun 1926 bahwa bangsa dimaknai sebagai,

"...suatu nyawa, suatu azas-akal, yang terjadi dari dua hal: pertama-tama rakyat itu dulunya harus bersama-sama menjalani satu riwayat; kedua, rakyat itu sekarang harus mempunyai kemauan, keinginan hidup menjadi satu. Bukannya jenis (ras), bukannya bahasa, bukannya agama, bukannya persamaan butuh, bukannya pula batas-batas negeri yang menjadikan 'bangsa' itu...Bangsa adalah suatu persatuan perangai yang terjadi dari persatuan hal-ikhwal yang telah dijalani oleh rakyat itu."

Dari definisi Renan itu Soekarno mengambil dua poin penting, yakni pengalaman kolektif yang sama serta kehendak kolektif yang sama. Sementara itu dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI Sekarno mengutip pendapat Otto Bauer bahwa bangsa  adalah persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib. Penting untuk digarisbawahi di sini bahwa aspek kesamaan bahasa, bahkan termasuk kesamaan agama dan ras, sebagaimana yang dikutip Soekarno dari Renan, bukan merupakan faktor utama yang membentuk sebuah nation.

Nasionalisme dalam arti positif, dalam pandangan Soekarno, dapat membentuk karakter percaya pada kemampuan diri sendiri serta menumbuhkan ikatan solidaritas. Dalam situasi keterjajahan, mental semacam ini penting sebagai modal bagi perjuangan nasional menuju kemerdekaan. Inilah yang menurut Soekarno merupakan hakekat semangat nasionalisme. Menurut Soekarno, nasion yang dilandasi tekad semacam itu akan mempermudah jalan untuk melenyapkan struktur kolonialisme yang menindas dan merusak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun