Mohon tunggu...
Saepul Alam
Saepul Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hidup hanya sekali, Jangan menua tanpa karya dan Inspirasi !!!

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Equality Before The Law: Tinjauan Hukum Islam dan HAM Internasional

21 Februari 2024   20:42 Diperbarui: 21 Februari 2024   21:05 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kesetaraan Hukum di Pengadilan (sumber gambar:iStock/Chris Ryan)

Sama halnya dalam memberikan kesaksian mengenai perbuatan zina seperti yang dijelaskan dalam Surat An-Nisa Ayat 15:

Artinya: "Dan terhadap wanita-wanita yang melakukan perbuatan zina, hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu yang menyaksikannya. Setelah mereka memberikan kesaksian, maka kurunglah wanita-wanita tersebut dalam rumah sampai mencapai akhir umurnya atau sampai Allah memberikan jalan lain bagi mereka."

Dalam semua hal lainnya, istilah umum "dua orang adil" atau "saksi-saksi" digunakan tanpa membedakan gender, seperti yang digunakan dalam contoh pertama terkait transaksi bisnis. Oleh karena itu, dapat diperdebatkan bahwa perbedaan ketentuan terkait transaksi komersial dengan ketentuan saksi lainnya muncul karena posisi tradisional perempuan dalam masyarakat, bukan karena langsung tertera dalam teks Al-Qur'an.

Begitu juga, terdapat kesepakatan di kalangan cendekiawan fiqih bahwa kesaksian seorang perempuan dapat diterima dalam perkara-perkara di mana pengetahuan laki-laki kurang memadai atau tidak mungkin bagi laki-laki untuk memiliki pengetahuan tentangnya sama sekali. El-Bahnassawi menyimpulkan bahwa dalam Islam, perbedaan jenis kelamin diakui sebagai bagian dari kodrat alamiah mereka masing-masing, meskipun diakui bahwa keduanya berasal dari satu asal dan esensi yang sama. Ini tidak menunjukkan ketidaksetaraan terhadap perempuan, tetapi secara langsung berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan pemeliharaan keadilan.

Jika hukum memperlakukan kesaksian perempuan yang kurang berpengalaman dalam bidang bisnis dan komersial secara setara dengan laki-laki, itu akan bertentangan dengan tujuan keadilan dan kepentingan semua pihak yang terlibat dalam perjanjian. Jelas bahwa perempuan tidak akan memperoleh keuntungan atau keunggulan apa pun dari kebijakan ini. Meskipun secara umum mengakui prinsip kesetaraan, hukum Islam juga mempertimbangkan kebutuhan khusus masyarakat yang muncul dalam konteks tertentu.

Keinginan utamanya adalah mewujudkan keadilan substansial. Dengan demikian, petunjuk Al-Qur'an mengenai penggunaan dua perempuan sebagai pengganti satu laki-laki hanya berlaku dalam transaksi bisnis ketika perempuan memiliki keterbatasan pengalaman dibandingkan laki-laki. Dengan masuknya perempuan ke dunia bisnis dan penguasaan mereka atas pengalaman profesional yang setara dengan laki-laki di sektor bisnis, muncul pertanyaan apakah aturan dua saksi perempuan sebagai pengganti satu laki-laki dapat dicabut jika hal itu tidak akan merugikan keadilan. Argumen untuk menegakkan keadilan substansial mungkin memengaruhi negara-negara Muslim untuk mengadopsi interpretasi yang lebih liberal terhadap syari'ah dengan meninggalkan aturan ini demi kebutuhan atau kepentingan keadilan.

Seperti yang ditunjukkan dalam kasus Ansar Burney vs. Federation of Pakistan, di mana Mahkamah Syariat Federal Pakistan memberikan contoh beberapa situasi di mana mungkin hanya dibutuhkan satu saksi perempuan. Negara-negara yang mempertahankan pendekatan tradisional yang ketat mungkin tidak akan terpengaruh oleh argumen yang sama dan dapat dianggap melanggar Pasal 14 (1) sebagaimana yang diinterpretasikan oleh Komite Hak Asasi Manusia.

Oleh karena itu, ketentuan-ketentuan dalam Pasal 14 (1) umumnya sejalan dengan prinsip-prinsip hukum Islam. Hal ini dapat dibuktikan dengan Pasal 19 Deklarasi Kairo dari Organisasi Konferensi Islam tentang Hak Asasi Manusia dalam Islam yang menetapkan bahwa: (a) Semua individu memiliki kedudukan yang sama di mata hukum, tanpa memandang perbedaan antara penguasa dan yang dikuasai; (b) Hak untuk mendapatkan keadilan dijamin untuk semua orang.

Prinsip Equality Before The Law (Persamaan dihadapan Hukum) merupakan fondasi yang penting dalam menciptakan masyarakat yang adil dan inklusif, baik dalam konteks Hukum Islam maupun HAM Internasional. Dengan mengakui dan mempromosikan kesetaraan di hadapan hukum, kita dapat memastikan bahwa setiap individu memiliki hak yang sama untuk diakui, dihormati, dan dilindungi tanpa diskriminasi. Dalam menjaga prinsip ini, kita dapat membangun masyarakat yang lebih baik dan lebih beradab bagi semua orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun