Mohon tunggu...
Saepul Alam
Saepul Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hidup hanya sekali, Jangan menua tanpa karya dan Inspirasi !!!

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Equality Before The Law: Tinjauan Hukum Islam dan HAM Internasional

21 Februari 2024   20:42 Diperbarui: 21 Februari 2024   21:05 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kesetaraan Hukum di Pengadilan (sumber gambar:iStock/Chris Ryan)

Pernyataan "Hai" yang menjadi awal dari ayat tersebut menunjukkan pentingnya tidak adanya perbedaan status, ras, jenis kelamin, atau agama dalam klaim hak dan pelaksanaan keadilan, yang dijelaskan hingga akhir ayat. Konsep bahwa Mahkota atau Raja tidak pernah bersalah tidak pernah ditemui dalam teori hukum Islam. Nabi sendiri dan para Khalifah setelahnya memperlihatkan prinsip kesetaraan semua individu di hadapan pengadilan, baik dalam kata-kata maupun tindakan mereka.

Suatu contoh konkret dalam hal ini adalah kasus yang diajukan oleh warga bernama Ubay bin Kab melawan Khalifah kedua, Umar bin al-Khattab, pada masa pemerintahannya. Perkara tersebut kemudian dibawa ke Zaid bin Tsabit. Saat Khalifah Umar memasuki ruang sidang, Zaid, yang bertindak sebagai hakim, berdiri sebagai tanda penghormatan kepada Umar. Namun, Umar menegur Zaid dengan mengatakan, "Itu adalah tindakan ketidakadilan pertamamu terhadap pihak lain dalam perkara ini."

Setelah pemeriksaan, ternyata Ubay tidak dapat menyajikan bukti yang cukup untuk menguatkan tuntutannya terhadap Umar. Namun, Ubay kemudian mengajukan permintaan, sesuai dengan ketentuan dalam proses pembuktian menurut hukum Islam, agar Umar bersumpah untuk menegaskan penolakannya terhadap dakwaan tersebut. Zaid, karena menghormati Khalifah, kembali meminta Ubay untuk melepaskan Umar dari kewajiban semacam itu, yakin bahwa Khalifah tidak mungkin berbohong. Khalifah Umar merasa kesal terhadap sikap pilih kasih ini dan mengatakan kepada Zaid, "Jika orang biasa dan Umar tidak diperlakukan sama di hadapanmu, itu berarti kau tidak pantas menjadi hakim."

Sebagai contoh lain, pada suatu waktu Khalifah Umar mengirimkan pesan kepada salah satu hakimnya, meminta agar hakim tersebut menjalankan tugasnya dengan prinsip berikut: Pastikan kesetaraan semua individu di hadapanmu dalam mengadili sehingga tidak ada golongan bangsawan yang mendapatkan keberpihakan darimu dan tidak ada rakyat jelata yang merasa kehilangan harapan terhadap keadilanmu. Oleh karena itu, terdapat kesepakatan di kalangan pakar hukum Islam tentang kewajiban hakim untuk memastikan keadilan dan kesetaraan bagi semua pihak dalam setiap perkara.

Dalam Komentar Umum 28, Komite Hak Asasi Manusia menyoroti isu seputar kesaksian perempuan yang dianggap setara dengan laki-laki sesuai dengan Pasal 14. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang kedudukan kesaksian perempuan dalam konteks kesetaraan hak terhadap proses pemeriksaan yang adil menurut hukum Islam.

Peraturan mengenai kesaksian menurut hukum Islam dalam beberapa situasi mensyaratkan adanya dua laki-laki sebagai saksi atau alternatif lain, yaitu seorang laki-laki dan dua perempuan (dengan dua perempuan menggantikan satu laki-laki). Landasan aturan ini dapat ditemukan dalam Al-Qur'an pada surat Al-Baqarah Ayat 282.

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, ketika kalian melakukan transaksi yang tidak dilakukan secara tunai untuk jangka waktu tertentu, maka tulislah transaksi tersebut. Seorang penulis di antara kalian hendaknya menuliskannya dengan akurat. Janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkan, maka hendaklah ia menuliskan, dan orang yang berutang hendaklah mengimlakkan isi tulisan tersebut. Bertakwalah kepada Allah, Tuhanmu, dan janganlah mengurangi sedikitpun dari hutangnya. Jika yang berutang lemah akalnya, atau keadaannya lemah, atau tidak mampu mengimlakkan, maka walinya harus mengimlakkan dengan jujur. Saksikanlah transaksi tersebut dengan dua orang saksi dari kalangan lelaki di antara kalian. Jika tidak ada dua lelaki, boleh juga satu lelaki dan dua perempuan dari saksi-saksi yang kalian ridhai, agar jika seorang lupa, yang satu dapat mengingatkannya."

Nampaknya ayat di atas menggantikan kesaksian seorang laki-laki dengan dua perempuan, menimbulkan isu seputar kesetaraan dan non-diskriminasi berdasarkan jenis kelamin sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia internasional. Meskipun ketentuan ini secara tradisional diterapkan secara umum dalam semua kesaksian menurut hukum Islam, beberapa sarjana Muslim berpendapat bahwa aturan ini tidak berlaku secara universal melainkan hanya terbatas pada kesaksian dalam transaksi bisnis, utang-piutang, dan perjanjian.

Pandangan mereka adalah bahwa aturan tersebut lebih bersifat sebagai langkah pencegahan daripada diskriminasi, karena transaksi-transaksi semacam itu biasanya jarang dilakukan oleh perempuan. Oleh karena itu, perempuan umumnya memiliki pengalaman yang lebih sedikit dalam aspek-aspek tersebut dan lebih mungkin membuat kesalahan dalam memberikan kesaksian terkait hal tersebut.

Dengan demikian, argumen untuk menuntut dua perempuan sebagai pengganti seorang laki-laki adalah jika satu orang memberikan keterangan yang keliru, yang lain dapat mengingatkannya, sehingga orang dapat melihat bahwa dalam semua ketentuan yang terkait dengan persyaratan kesaksian, kecuali dalam transaksi keuangan dan bisnis, Al-Qur'an tidak membuat perbedaan antara lelaki dan wanita. Contohnya, untuk perkara perceraian, terdapat ketentuan dalam Al-Qur'an pada Surat At-Talaq Ayat 1-2:

Artinya: "Jika kamu menceraikan istri-istri kamu, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik, dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun