Mohon tunggu...
Saepul Alam
Saepul Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hidup hanya sekali, Jangan menua tanpa karya dan Inspirasi !!!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Asas Resiprositas dalam Kepemimpinan Prophetik di Era Disrupsi

3 Februari 2024   13:16 Diperbarui: 3 Februari 2024   13:20 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kepemimpinan. (sumber gambar: Future Skills)

Kepemimpinan di era disrupsi ini, haruslah senantiasa memiliki sifat transformatif, yang artinya seorang pemimpin haruslah membawa perubahan serta adaptif bagi organisasinya agar senantiasa organisasi yang dipimpinnya terus relevan dengan perkembangan zaman. Seperti kata D'Souza "seorang pemimpin tanpa bertindak transformatif, maka dapat dipastikan organisasi yang dipimpinnya akan mengalami kematian."

Kepemimpinan

Dalam konteks Kepemimpinan, terdapat dua aspek yang perlu dibedakan, yaitu kepemimpinan itu sendiri dan sosok pemimpin. Perbedaan antara keduanya, menurut John Calvin, adalah bahwa "pemimpin adalah individu yang melibatkan diri dalam proses mempengaruhi sebuah kelompok atau organisasi untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama, sedangkan kepemimpinan adalah sifat yang dimanifestasikan oleh individu yang bertindak sebagai pemimpin untuk memengaruhi anggota kelompoknya agar mencapai tujuan yang telah disepakati bersama." Dari penjelasan ini, dapat dipahami bahwa pemimpin adalah individu yang memimpin, sementara kepemimpinan merujuk pada metode kepemimpinan.

Menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah, dan ada beberapa pendekatan awal dalam pemahaman mengenai asal-usul pemimpin. Pertama, terdapat Teori Genetik, yang menyatakan bahwa seorang pemimpin lahir dengan bakat kepemimpinan dari keturunan, bukan hasil pembentukan. Kedua, Teori Sosial mengusulkan pandangan sebaliknya, yaitu bahwa pemimpin dapat diciptakan melalui pendidikan, bukan hanya karena faktor bawaan. Ketiga, Teori Ekologis menggabungkan elemen-elemen dari Teori Genetik dan Sosial, mengklaim bahwa bakat kepemimpinan harus dikembangkan melalui pengalaman dan motivasi sepanjang hidup.

Semua individu memiliki potensi untuk menjadi pemimpin, dan manusia pada dasarnya memiliki kebebasan untuk memilih jalur hidup guna mengembangkan potensi yang dimilikinya. Poin esensial untuk menjadi pemimpin melibatkan kemampuan untuk mengintegrasikan berbagai pandangan kelompok, sambil mempertahankan sifat-sifat yang kokoh sebagai bagian dari kepemimpinan.

Analisis perkembangan zaman Disrupsi Teknologi

Disrupsi teknologi menurut Cristensen, dapat didefinisikan sebagai "suatu pergeseran teknologi yang mengguncang industri atau produk yang sudah mapan dan melahirkan industri baru." Istilah ini tetap menjadi panduan makna sejak awal hingga saat ini. Jika dikaitkan dengan abad ke-21, era disrupsi teknologi menggambarkan perubahan teknologi yang terjadi secara terus-menerus dalam waktu singkat dan tanpa batas yang pasti.

Era disrupsi teknologi ini terus-menerus berlangsung dalam kehidupan manusia saat ini dan sangat memengaruhi serta mengubah cara aktivitas manusia dilakukan dalam ruang lingkup, kompleksitas, dan transformasi kehidupan manusia dibandingkan dengan masa sebelumnya. Era ini sering disebut sebagai "Era Revolusi Teknologi." Oleh karena itu, manusia perlu memiliki keterampilan untuk meramalkan perubahan cepat yang akan terjadi di masa depan.

Contoh konkret dari disrupsi teknologi mencakup pergeseran dari penggunaan mesin ketik ke personal komputer (PC), dari telepon tetap ke telepon seluler, dari surat pos ke pesan singkat (SMS), dan dari kamera saku ke kamera yang terdapat dalam smartphone. Keberadaan smartphone juga membawa kemunculan fitur-fitur dan aplikasi yang signifikan, memudahkan manusia dalam mencari dan mengakses segala informasi. Oleh karena itu, peran teknologi digital semakin mengubah pola hidup manusia.

Iswan dan Bahar menyatakan bahwa disrupsi teknologi telah hadir dengan adanya industri-industri berbasis digital dan online. Saat ini, manusia sangat bergantung pada smartphone, yang awalnya hanya digunakan untuk menyampaikan kabar dan kondisi keluarga melalui telepon dan SMS. Sekarang, smartphone telah menjadi alat untuk bertukar informasi melalui berbagai media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Path, serta layanan panggilan video seperti WhatsApp, Skype, atau Google Hangout. Selain itu, mereka menggunakan ponsel pintar untuk membaca berita melalui koran online seperti CNN.com atau Tempo.co, mengunduh artikel jurnal terbaru dari Google Scholar, berbelanja dan menjual barang melalui aplikasi seperti Shopee atau Tokopedia, serta memesan layanan ojek online melalui Gojek, Grab, dan sebagainya. Berkembangnya teknologi keuangan baru, seperti internet banking, mobile banking, e-commerce, dan sistem kredit berbasis peer-to-peer lending, telah mengurangi peran tradisional bank. Semua ini menyebabkan manusia menjalankan aktivitas ekonomi dengan metode baru yang lebih efektif dan efisien.

Penggambaran era di atas tersebut telah ditulis oleh John Naisbitt dalam bukunya Abdul Azis di masa yang akan datang disebut sebagai "Gejala Mabuk Teknologi". Ciri-ciri dari klasifikasinya sebagai berikut:

  • Lebih menyukai penyelesaian masalah secara cepat, dari masalah agama hingga masalah perut.
  • Khawatir sekaligus memuja teknologi.
  • Tidak dapat membedakan antara yang nyata dengan maya.
  • Memaklumi kekerasan sebagai sesuatu yang wajar.
  • Mencintai teknologi dalam wujud yang mudah digenggam.
  • Terdapat kehidupan yang berjarak dan renggang. Keenam ciri ini mewarnai dunia digital saat ini yang membawa kepada kejutan budaya yaitu budaya populer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun