Gaya kampanye Desak Anies yang semakin marak pasca debat capres ketiga perlahan menuntun kita untuk mengingat kritik Antonio Gramsci terhadap teori Marxisme.
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengarahkan kesimpulan bahwa Anies adalah seorang Marxis, meskipun dirinya kini turun bergumul dengan kaum proletariat.
Anies bukanlah seorang Marxis, dirinya tidak lebih adalah Calon Presiden yang (sampai kini) dicitrakan sebagai simbol politik identitas.Â
Tetapi mengejutkan, Anies tidak risih bersalaman bahkan berpelukan dengan masyarakat yang tidak berciri islamis, masyarakat yang bermacam-macam identitas.
Apa yang dikritik Gramsci terhadap teori Marxisme, dan apa kaitannya dengan Desak Anies?
Mengutip dari buku yang ditulis oleh Romo Franz Magnis Suseno 'Dalam Bayang-Bayang Lenin', kritik Gramsci bermula dari serangannya atas buku yang ditulis oleh Nikolai Bukharin, seorang anggota Politbiro Uni Soviet.
Bukharin menulis sebuah buku pedoman bagi para Marxis yang memperjuangkan nasib kaum proletariat berjudul (terjemahan) 'Teori Materialisme Historis: Buku Pegangan Sosiologi Populer'.
Poin kritik Gramsci bukan pada kekeliruan teori yang dijelaskan di dalam buku tersebut, tetapi lebih kepada logika kehadiran buku-buku semacam itu.
Menurut Gramsci, tidak ada kebenaran objektif atau teori ilmiah tentang kondisi proletariat yang berasal dari atas, yaitu berasal dari teori-teori yang dibangun oleh orang-orang terdahulu.
"Pikiran lahir bukan dari pikiran lain, filsafat bukan dari filsafat lain, melainkan mereka itu selalu merupakan ungkapan baru lagi dari perkembangan historis nyata," demikian kata Gramsci, dikutip Franz Magnis Suseno dari Kolakowski.
Pernyataan itu menerangkan bahwa kebenaran objektif atau teori ilmiah mengenai perjuangan proletariat adalah apa yang sekarang dirasakan oleh proletariat itu sendiri.
Seorang Marxis tidak perlu mengutip teori objektif perkembangan masyarakat di era Marx, teori itu terbaik hanya pada zamannya. Kini teori objektif masyarakat adalah ungkapan masyarakat itu sendiri mengenai kondisi sosialnya.
Gaya kampanye Anies seolah cocok dengan pernyataan Gramsci ini. Desak merupakan medium calon pemimpin mengetahui teori objektif mengenai perkembangan masyarakatnya sendiri.
Anies tidak hadir membawa teori objektif mengenai perubahan dari atas dan kemudian digunakan untuk mengorganisasi masyarakat menuju perubahan.
Melainkan dirinya turun mengumpulkan teori itu, bahasa-bahasa proletariat yang diungkapkan dalam program Desak Anies. Suara-suara yang bebas dimuntahkan tanpa dibayang-bayangi oleh teror.
Dari situ kemudian perumusan kebijakan Anies apabila terpilih menjadi Presiden berasal dari bahasa-bahasa yang diungkapkan oleh rakyat di dalam forum Desak Anies, bukannya berasal dari rumusan Anies sendiri sebagai orang yang paling paham terhadap arah kebijakan yang harus dibuat.
Lagipula dalam beberapa kesempatan Anies seringkali menyampaikan bahwa orang-orang yang menjabat bukan berarti adalah orang yang lebih paham tentang masalah, maka dari itu harus ada dialog dan pelibatan unsur lain.
Tetapi tulisan ini hanyalah sebuah kerangka analisa, tidak untuk mengidentikkan bahwa Anies adalah seorang Gramscian.
Melainkan hanya terlihat ada kecocokan antara gaya kampanye Anies melalui gerakan Desak Anies, dengan pikiran yang diungkapkan oleh Antonio Gramsci.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H