Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Benarkah Netral Itu Tidak Memihak?

17 Januari 2024   23:47 Diperbarui: 17 Januari 2024   23:54 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Instagram @sekretariat.kabinet

Laman resmi Sekretariat Kabinet, setkab.go.id pada tanggal 1 November mengutip pernyataan Presiden Jokowi, tepatnya instruksi kepada para abdi negara agar menjaga netralitas menjelang Pemilu 2024.

"Perlu saya sampaikan bahwa pemerintah daerah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten pemerintah kota, pemerintah pusat semua harus netral. ASN semua harus netral. TNI semua harus netral. Polri semua harus netral," demikian kata Presiden Jokowi menurut laman tersebut.

Netral menjadi kata kunci instruksi Presiden Jokowi dalam kutipan tersebut, yang mestinya dipahami oleh siapa yang ditujukan, tidak terkecuali masyarakat apabila pesan tersebut sampai.

Kata netral kemudian derivasinya adalah netralitas sering diartikan sebagai 'tidak memihak'. Benarkah? Agaknya lebih tepat jika netral itu dimaknai sebagai 'tidak menunjukkan pilihan'.

Menyuruh orang untuk tidak memihak sama halnya dengan menghilangkan hak konstitusionalnya sebagai pemilih. Sebab tidak memihak itu bisa bermakna sedalam-dalamnya.

Lagipula tidak memihak bisa diakali dengan sejumlah tindakan yang menggantikan sikap formal. Para pejabat-pejabat itu mungkin tidak menyatakan secara langsung mendukung kontestan tertentu, tetapi sikapnya dalam bentuk gesture atau kode-kode tertentu bisa menunjukkan pilihan di pihak mana.

Lain halnya jika netral atau netralitas itu dimaknai sebagai 'tidak menunjukkan pilihan', maka para pejabat negara dapat memilih calonnya masing-masing tanpa harus berupaya menunjukkan ke publik.

Sejalan dengan itu, Hans George Gadamer seorang filsuf eksistensialisme mutakhir, murid Heidegger, berpendapat bahwa tidak ada netralitas di dalam pikiran manusia. Pikiran manusia sudah sedang berada dalam horizon tertentu.

Tidak ada orang yang bisa berdiri secara objektif melihat sesuatu dari ketinggian, dari posisi yang netral, melainkan dia sudah berada pada posisi tertentu, dalam pengaruh tertentu, dan dalam pengaruh sejarah tertentu.

Jika netralitas sudah dimaknai sebagai tidak menunjukkan pilihan, maka indikasi ketidaknetralan mudah dikenali. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun