Mengapa orang yang banyak mengeluarkan gagasan seringkali dicap sebagai orang yang hanya pandai beretorika dan tak mampu bekerja?
Jawabannya, mungkin saja kehidupan ini tidak butuh gagasan, hanya butuh kerja, hiburan, serta relasi kekuasaan. Di samping juga modal finansial dan popularitas.
Apa buktinya gagasan tak diperlukan dalam kehidupan? Antara penipu dan penyampai gagasan dipandang sama, yaitu sama-sama ahli dalam beretorika.
Sementara, bagi yang tak mampu mengeluarkan gagasan, harus dibedakan antara orang biasa dengan orang yang punya relasi kekuasaan.
Orang biasa yang tak mampu keluarkan gagasan tidak berhak dihormati. Sedangkan bagi yang punya relasi kekuasaan, meskipun tak pandai keluarkan gagasan, harus tetap dihormati, diberi tempat, dipuja. Variabel gagasannya dibuang.
Artinya hal yang terpenting dalam kehidupan ini bukanlah gagasan, bukan ide dari hasil membaca, berpikir, menganalisa, dan kemudian melahirkan solusi. Bukan itu!
Hal yang terpenting dalam kehidupan ini adalah bagaimana menjadi kuat, populer, berkuasa, dengan modal pencitraan dan relasi kekuasaan.
Presiden Soekarno yang gagasan-gagasannya dituangkan ke dalam tulisan-tulisan, buku-buku yang banyak dan tebal-tebal itu, nyatanya bukan itu yang dibutuhkan oleh kehidupan.
Soekarno yang rajin memproduksi gagasan, sehingga mengerucut pada 3 ideologi: Islam yang melampaui batas-batas negara, marxisme yang internasional-progresif, serta nasionalisme yang menanamkan kecintaan terhadap bangsa, disimpan begitu saja di dalam lembar-lembar sejarah.
Hal yang dikutip dari Soekarno adalah gaya pidatonya yang menggelegar, model pakaiannya, serta citranya. Gagasannya (yang ideologis dan anti imprealis)? Sekali lagi, disimpan!