Apa artinya kritik dan perlawanan Profesor Denny Indrayana terhadap pelaku politik dinasti, sedangkan dirinya mengabdi kepada pihak pendukung pelaku politik dinasti?
Pertanyaan ini terbesit sejak Denny Indrayana melalui akun Instagramnya @dennyindrayana99, menyatakan diri menjadi Calon Anggota Legislatif dari Partai Demokrat, untuk Dapil II Kalimantan Selatan.
Alih-alih kritik dan perlawanan Denny Indrayana akan efektif merontokkan politik dinasti yang menjadi lawannya, baik oleh olah cangkemnya langsung, maupun lewat perlawanan rakyat karena gaung cangkemnya tadi.
Sulit dibayangkan, malahan nanti kritik dan perlawanan itu akan menguap begitu saja, tidak akan ada artinya.
Denny Indrayana boleh-boleh saja berimajinasi bahwa dirinya masih layak disebut sebagai orang yang kritis meski ditempatkan di dalam posisi apapun.
Dia juga boleh membayangkan bahwa langkah yang diambilnya itu akan efektif dalam mencegat langgengnya politik dinasti, dengan menjadi duri dalam daging.
Semua orang tahu dan bahkan Denny Indrayana juga pasti lebih tahu bahwa Demokrat adalah partai pengusung pencawapresan anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.
Dengan menjadi caleg Partai Demokrat, artinya Denny Indrayana menjadi bagian dari pengusung pencawapresan anak Jokowi, yang sering ia kritisi sebagai pelaku politik dinasti itu.
Mungkin Denny Indrayana berpikir lain, fokusnya mungkin adalah memperjuangkan nasib rakyat di Kalimantan Selatan, melalui partai pendukung Gibran. Sedang di lain pihak dirinya tetap kritis meski sekolam dengan pendukung tokoh politik dinasti.
Tetapi dia mungkin tidak menyadari bahwa suara yang diperolehnya dalam Pemilu nanti akan menjadi suara yang semakin memperkuat anak dari pelaku politik dinasti, yang sering ia kritik dan lawan itu.
Bisa saja dibuat pengandaian bahwa dengan memilih Denny Indrayana dan partai Demokratnya, tidak lantas serta merta mendukung paslon Prabowo-Gibran.
Pengandaian itu sifatnya kemungkinan. Kemungkinan lainnya juga bisa berarti bahwa pendukung partai Demokrat sekaligus juga adalah pendukung Prabowo-Gibran, plus Jokowi.
Mengapa Denny Indrayana tidak berdiri di pihak yang melawan Jokowi dan anaknya secara terang-terangan?
Beranikah Denny Indrayana berdiri di kubu Anies-Muhaimin, pihak yang secara langsung berhadap-hadapan dengan Jokowi plus Gibrannya?
Tetapi bisa dipahami, Denny Indrayana mungkin terlanjur menjadi caleg Demokrat sewaktu partai yang dipimpin Anak SBY itu masih berada di kubu Anies.
Sehingga jika Denny Indrayana keluar dari Demokrat, dirinya tidak bakal dapat perahu sebab DCS (Daftar Calon Sementara) hingga DCT (Daftar Calon Tetap) sudah ditetapkan.
Denny Indrayana tidak akan bisa mencalonkan diri melalui Partai pendukung Anies-Muhaimin sebab persoalan DCS dan DCT tadi.
Maka konsekuensi yang harus ditanggung Denny Indrayana kini adalah tidak menjadi bagian dari kubu Capres dan Cawapres yang melawan politik dinasti secara langsung, yaitu Anies-Muhaimin.
Sedangkan kubu Ganjar-Mahfud bukanlah lawan Jokowi dan Anaknya, Gibran. Konsep dan logika pembangunan antara Ganjar-Mahfud dan Jokowi masih sama.
Ganjar-Mahfud boleh jadi menampilkan diri mengkritik Jokowi, dengan maksud meluruskan pemerintahan yang kini mangkir dari berpihak kepada rakyat.
Tetapi di sisi lain, tidak ada konsep antitesa terhadap visi pembangunan Jokowi. Pembangunan IKN menjadi salah satu contohnya, Ganjar-Mahfud tidak akan melawan kebijakan Jokowi yang satu ini, sebab pola pikirnya sama.
Sedangkan Anies-Muhaimin benar-benar antitesa Jokowi, antitesa dari praktik politik dinasti, antitesa dari kebijakan yang berpihak kepada Oligarki dan investor asing, pihak yang berani terang-terangan mengkritik program Jokowi tanpa takut kehilangan suara.
Di situlah seharusnya Denny Indrayana berdiri, memperkuat lawan ideologis dan menghantam lawan sekeras-kerasnya, sekalipun karir jadi caleg harus jadi korbannya.
Tetapi dengan keputusan tetap berada di partai pendukung pencawapresan Gibran Rakabuming Raka, yang sering dikritiknya sendiri sebagai hasil cawe-cawe Jokowi, maka patutlah kiranya jika Denny Indrayana dicurigai.
Jangan-jangan Denny Indrayana berpura-pura menjadi pengkritik Jokowi, berpura-pura melawan politik dinasti, cawe-cawe, serta istilah lainnya yang sering dipublikasikan lewat akun Instagramnya.
Buktinya? Dia menjadi caleg dari partai pengusung anak Presiden, yang dilawannya sebagai tokoh politik dinasti.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H