Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Perdagangan Manusia dan Soal Upah Dalam Negeri

11 Mei 2023   10:54 Diperbarui: 11 Mei 2023   11:01 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BPS merilis data upah buruh di Indonesia perbulan februari 2023, rata-rata berkisar 2,94 juta rupiah perbulan. Jika diamati, angka itu agaknya tidaklah cukup untuk membiayai kehidupan buruh yang sudah berkeluarga perbulannya. Apalagi di tengah kondisi yang kini, harga barang cenderung mahal. Terkecuali jika buruh melakukan penghematan secara ekstra.

Belum lagi termasuk persyaratan kerja, syarat bekerja di Indonesia tergolong ribet. Kadangkala syarat-syarat yang ditentukan tidak ada kaitannya dengan lowongan pekerjaan yang dibuka. Misalnya batas usia yang cenderung muda, penampilan menarik, berpengalaman minimal sekian tahun di bidangnya, punya kendaraan sendiri, menguasai desain grafis, photoshop, dan lain sebagainya. 

Sedang di luar negeri, konon yang dibutuhkan hanyalah kemampuan berbasis keahlian dan kemauan kerja. Tentu akan lebih produktif pekerja yang berusia 34 tahun yang memiliki keahlian dan berkeinginan kuat untuk bekerja, ketimbang yang berusia 25 tahun namun skill dan kemauannya rendah. Atau karyawan yang naik angkot bisa jadi punya skill yang lebih dibutuhkan ketimbang yang berangkat kerja dengan kendaraan sendiri.

Harapan-harapan pencari kerja yang merasa upah dalam negeri relatif rendah dan luar negeri relatif tinggi inilah yang seringkali dimanfaatkan oleh agen-agen penyedia lapangan kerja luar negeri selundupan itu. Mereka diberi iming-iming gaji tinggi serta pekerjaan yang layak. Serta karena jalur resmi TKI membutuhkan lebih banyak syarat, terutama administrasi, maka mereka pun tergiur dengan jalur cepat.

Harapan calon pekerja bakal ditempatkan bekerja secara layak berdasarkan skill-nya masing-masing itupun pupus, dan pada kenyataannya malah ditempatkan sesuai dengan keinginan hati para majikan. Alih-alih mendapat pekerjaan dan gaji layak, malahan mendapat penyiksaan, intimidasi, upah tak dibayarkan, atau bagi yang perempuan kerap ditempatkan pada rumah-rumah prostitusi, sebagiannya menjadi asisten rumah tangga (pembantu).

Maka, selain upaya penindakan tegas terhadap oknum-oknum pelaku kejahatan TPPO yang pemberantasannya akan dibahas di KTT, pemerintah juga perlu lebih serius memperhatikan dunia ketenagakerjaan, soal ketersediaan lapangan kerja, utamanya soal upah. 

Supaya masyarakat kita tidak perlu tergiur untuk menjadi tenaga kerja ilegal di negara lain, dan supaya mereka banyak terserap menjadi pekerja di dalam negeri, mengurangi angka pengangguran, serta sudah merasa cukup dengan upah yang mereka terima di negeri sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun