Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Mengakali Puasa dengan Tamasya Kemegahan

20 April 2023   01:27 Diperbarui: 20 April 2023   01:34 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keterbiasaan itu akan membuat lalai, lupa karena sudah terbiasa dengan hal itu-itu juga, sampai tiba saatnya mangkat dari dunia dan masuk ke alam kubur. Selama kehidupan berlangsung, selama itu pula kemegahan membuat lalai dari menengok ke kehidupan masyarakat kelas bawah yang tak sanggup menikmati kemegahan.

Ketiga, mengapa di bulan ramadan orang-orang beriman diperintahkan untuk menahan lapar dan haus, serta terdapat perintah berzakat? Sebab salah satunya, ramadan dimaksudkan membuat kita merasakan penderitaan fakir miskin.

Namun apa yang terjadi pada even ramadan yang saya maksudkan? Tema tamasya ke tempat-tempat mahal, tempat inap yang berafiliasi terhadap sponsor tertentu, seolah akan menjauhkan kita dari rasa solidaritas terhadap kelompok masyarakat yang tidak mampu. Apalagi lomba ini bertajuk ramadan.

Sebenarnya bukan pada tema kali ini saja, tema-tema sebelumnya saja sudah mengarahkan kita--menurut hemat saya--untuk memikirkan kemegahan. Misalnya, di antaranya ada tema yang mengangkat tentang baju tarawih yang rekomended, atau ide tentang pilihan baju lebaran.

Apa yang terbayang jika disodorkan tema-tema seperti itu? Sudah jelas kita akan berpikir bahwa baju tarawih dan baju lebaran idealnya yang lagi trend, baru, mewah, bagus, dan mungkin mahal. Ketimbang misalnya kita mengajukan baju yang sederhana, 'yang ada di lemari'--seperti yang diajukan oleh beberapa partisipan lomba itu, tawaran itu akan kurang menarik, berpotensi mendapat nilai rendah.

Belum lagi soal kuliner buka puasa sekalian dengan adegan video pembuatannya, serta inspirasi kue lebaran, yang akan membuat kita berimajinasi tentang keidealan makanan-makanan yang dimaksud. Yang pada intinya kita akan secara tak sadar menyimpulkan bahwa yang megah, mahal, unik, itulah yang akan mendapat nilai tinggi.

Pertanyaan besar saya, mengapa tema-tema konsumtif (meliputi makanan, pakaian, dan tempat-tempat tamasya) seperti itu disajikan di bulan yang di dalamnya kita ditahan untuk membatasi konsumsi?

Mengapa tak ada tema tentang rekomendasi bacaan; atau mengisahkan kemiskinan di wilayah kita, serta saran-saran yang konstruktif; atau mengenai fenomena sampah dan penanganannya; atau mengenai kritik atas keborosan masyarakat di bulan ramadan; atau mengenai toleransi antar pemeluk agama; serta hal-hal yang konstruktif lainnya?

Pada akhirnya saya berkesimpulan bahwa, pantasnya saya berhenti saja dari even ramadan yang isinya membuat tulisan mengenai ramadan pada setiap harinya itu. Saya melihat bahwa even itu mengarahkan saya untuk mengakali puasa dengan inspirasi hiburan yang datang dari kita para kontributor.

Saya pada akhirnya tidak melihat pada lomba itu sejalan dengan spitit ramadan, di mana kita idealnya memberi inspirasi lewat tulisan-tulisan tentang ramadan yang menjadi bulan berkah bagi semua orang, terlebih lagi terhadap kaum miskin. Bukan hanya berkah bagi mereka-mereka yang berada.

Soalnya puasa ini diperintahkan, salah satunya, agar tumbuh rasa solidaritas terhadap orang-orang yang kurang mampu secara ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun