Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Rilis FIFA Menyinggung Tragedi Kanjuruhan, Mengapa Terkesan Ditutupi?

31 Maret 2023   12:11 Diperbarui: 31 Maret 2023   12:25 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dicoretnya nama Indonesia sebagai tuan rumah piala dunia U-20 2023 oleh FIFA mendatangkan frustasi besar-besaran, utamanya mereka yang tergabung dalam timnas Indonesia U-20, dan masyarakat pecinta bola tanah air. Pupus sudah harapan bakal bertanding di piala dunia U-20 tersebut. Apalagi jadi tuan rumah.

Belum lagi membayangkan sanksi yang bakal diterima dari FIFA. Seluruh stakeholder persepakbolaan tanah air dihantui bakal kehilangan pekerjaan. Lalu Indonesia akan dikucilkan oleh publik sepakbola dunia sebagai negara yang gagal mengembangkan sepakbolanya, malahan jadi hancur semuanya.

Tidak sedikit juga pihak yang menghitung kerugian baik materil maupun moril yang ditimbulkan akibat batalnya Indonesia menjadi tuan rumah piala dunia U-20. Meliputi biaya persiapan dan perawatan seluruh sarana yang digunakan, hingga potensi kerugian UMKM yang bersiap melantai di 6 stadion piala dunia U-20 tersebut.

Upaya negosiasi juga telah dilakukan, Presiden Jokowi sudah mengutus Ketua Umum PSSI Erick Thohir menghadap ke Presiden FIFA di Doha, Qatar, sehari sebelum pencabutan status tuan rumah itu akhirnya diumumkan. 

Pada posisi ini, kemampuan diplomatik Erick Thohir menjadi harapan, dan ditunggu hasilnya. Semoga proses negosiasi itu bakal berhasil sehingga status tuan rumah piala dunia U-20 dapat dipertahankan. Soalnya tanda-tanda pencabutan itu sudah ada dengan dibatalkannya drawing piala dunia U-20 di Bali.

Negosiasi itu dilakukan sembari Presiden Jokowi mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia melalui konferensi pers supaya jangan mencampur adukkan olahraga dan politik. Ada yang memberitakan, bahwa langkah Presiden--yang mengutus Erick Tohir dan juga melalui pernyataan-pernyataannya di hadapan publik--merupakan kunci yang sangat menentukan.

Namun keputusan yang tak diinginkan itu keluar juga. Indonesia dicoret sebagai tuan rumah piala dunia U-20 dan rencana penentuan tuan rumah baru akan diumumkan kemudian. 

Sontak seluruh kekesalan dan kekecewaan dialamatkan ke pihak-pihak yang menolak kedatangan timnas Israel U-20 ke Indonesia. Utamanya kepada Gubernur Bali I Wayan Koster dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Gubernur Ganjar yang parah, akun medsosnya ramai-ramai dirujak warganet.

Dan begitulah sepengetahuan kita semua, bahwa pencabutan status tuan rumah piala dunia U-20 oleh FIFA semata gara-gara sejumlah pihak menolak kepesertaan timnas Israel U-20 bertanding di Indonesia. Meski dalam banyak sumber menyebutkan bahwa alasan FIFA mencabut status tuan rumah itu belum jelas.

Berikut penggalan rilis FIFA yang menyebabkan munculnya dua kesimpulan--karena penolakan terhadap timnas Israel, dan alasan yang belum jelas--itu:

"... FIFA memutuskan, karena keadaan saat ini, untuk menghapus Indonesia sebagai tuan rumah FIFA U-20 World Cup 2023 ...."

Frasa "keadaan saat ini" (due to the current circumstances) menjadi kata kunci untuk ditafsirkan menjadi penolakan terhadap timnas Israel U-20. Karena memang lagi marak-maraknya. Ada juga yang mengartikan itu sebagai alasan yang tidak jelas.

Hal itu sebenarnya tidak masalah, kita bisa mengambil makna yang kuat di antara keduanya. Yang tepat yaitu penolakan atas timnas Israel U-20. Sebab bersesuaian dengan prinsip FIFA yang tak ingin ada diskriminasi dalam dunia persepakbolaan. Sebaliknya, tidak mungkin organisasi raksasa sekelas FIFA memutuskan sesuatu tanpa alasan yang jelas. Itu tidak mungkin.

Namun jika kita memperhatikan penggalan rilis selanjutnya, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa pencabutan status tuan rumah piala dunia U-20 tidak murni penolakan terhadap timnas Israel U-20:

"... FIFA ingin menggarisbawahi bahwa terlepas dari keputusan tersebut, tetap berkomitmen untuk aktif membantu PSSI, bekerja sama erat dan dengan dukungan pemerintahan Presiden Joko Widodo, dalam proses transformasi sepak bola Indonesia pascatragedi yang terjadi pada Oktober 2022."

Jelaslah yang dimaksud dengan tragedi oktober 2022 adalah tragedi Kanjuruhan yang memakan korban 135 nyawa itu. Meski bisa diasumsikan bahwa tragedi Kanjuruhan bukan penyebab tunggal keputusan FIFA tersebut, mengingat FIFA masih memutuskan Indonesia tuan rumah piala dunia U-20 selepas petaka itu terjadi.

Exco PSSI Arya Sinulingga menyebut bahwa alasan ketidaksiapan kita sebagai tuan rumah menjadi faktor utama keputusan FIFA, utamanya soal keamanan penyelenggaraan piala dunia U-20. 

Dari rilis FIFA dan keterangan dari Exco PSSI tersebut, kita bisa menarik garis kesimpulan bahwa sesungguhnya pasca tragedi Kanjuruhan, FIFA sedang mempelajari perkembangan persepakbolaan Indonesia, utamanya dari segi keamanan.

Tetapi tak dinyana, muncul pula penolakan terhadap timnas Israel U-20 secara besar-besaran, dan itu dikhawatirkan akan mengulangi kejadian yang serupa dengan Kanjuruhan. Di mana Indonesia dilihat belum mampu mencegah dan mengatasi potensi kekacauan itu.

Oleh sebab itulah mengapa dalam rilis tersebut FIFA menyatakan dukungan kepada pemerintah terkait transformasi sepakbola di tanah air. Transformasi itu tidak lain maksudnya adalah perbaikan cara PSSI dalam menata persepakbolaan Indonesia.

Jadi, penolakan terhadap timnas Israel U-20 dan tragedi Kanjuruhan tidak dapat dipisahkan dalam melihat keputusan FIFA. Keduanya saling menyebabkan satu sama lain. 

Kita bisa berandai-andai, seandainya tragedi Kanjuruhan tidak terjadi, atau dapat diselesaikan dengan baik, maka penolakan terhadap timnas Israel U-20 tidak sampai menyebabkan status Indonesia sebagai tuan rumah piala dunia U-20 dicabut.

Pemerintah Indonesia dapat mencegahnya sejak dini dengan meningkatkan keamanan dan sanksi tegas bagi yang terang-terangan mengumumkan penolakan tersebut. Minimal selama piala dunia U-20 dihelat.

Tetapi mengapa antara PSSI dan pemerintah sama sekali tidak menyinggung kasus Kanjuruhan ini? Kepulangan Erick Thohir selepas negosiasi di Qatar pun tidak menyinggung Kanjuruhan. Padahal menurut pemberitaan, Kanjuruhan juga menjadi poin pembahasan pertemuan Antara Erick Thohir dengan Gianni Infantino, Presiden FIFA itu.

Jpnn.com menyimpulkan 4 poin berikut merupakan inti pernyataan Erick Thohir: (1) Erick Thohir sudah berjuang maksimal; (2) PSSI harus tunduk keputusan FIFA; (3) keputusan FIFA bersifat mutlak; (4) Erick Thohir: kita harus tegar. Sedang mengenai Kanjuruhan sama sekali tidak disebut.

Apakah ini berarti PSSI dan pemerintah sengaja menjauhkan publik dari membicarakan Kanjuruhan yang kasusnya menguap begitu saja? Dengan kata lain seakan-akan kasus Kanjuruhan ingin disembunyikan, sengaja ditutup-tutupi dengan mengalihkan fokus publik semata kepada para penolak timnas Israel U-20.

Maka keputusan FIFA semestinya cukup dikesalkan oleh pemain-pemain timnas kita, dan juga masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap persepakbolaan tanah air.

Adapun pemerintah dan PSSI selain tetap mengupayakan agar sanksi berat tidak dijatuhkan oleh FIFA, juga harus mengusut sampai tuntas tragedi Kanjuruhan, tragedi yang membuat cacat sepakbola kita di mata FIFA, dan di mata dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun