Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Book

Sejarah Dunia yang Disembunyikan (4): Islam dan Puncak Evolusi Kesadaran

17 Maret 2023   18:25 Diperbarui: 17 Maret 2023   18:40 1408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun keberadaan-Nya dapat diketahui melalui informasi dari Nabi, melalui Jibril. Untuk meyakinkan bahwa informasi itu benar, maka sumber yang memuat informasi itu dilengkapi dengan isyarat-isyarat yang dapat dibuktikan, baik secara seni dan sastra maupun secara ilmu pengetahuan. Sumber itu adalah Al-Qur'an. Kitab yang mukjizatnya adalah ajakan berpikir rasional, pembuktian rasional, dan melawan sistem kebodohan (jahiliah).

Jadi, sebiji bulan terlalu kecil untuk Tuhannya orang Islam. Jika asumsinya adalah bulan merupakan dasar peribadatan, olehnya di simpulkan demikian, maka penulis sejarah itu perlu tahu bahwa pada waktu pagi, siang, dan sore peribadatan Islam juga menghitung pergerakan matahari. Puasa pun dilakukan di siang hari, di mana umumnya bulan hanya akan tampak pada malam hari.

Islam, melalui Al-Qur'an maupun hadis tidak memiliki gambaran atas benda-benda langit yang dijadikan person dewa-dewa tertentu. Juga tidak ada secara eksplisit disebutkan tentang tokoh (walau sekadar gambaran) semisal Zeus, Horus, Isis, Osiris, Poseidon, Minotaur, dan lain-lain sebagainya. Al-Qur'an hanya mengajukan tokoh semisal yang umum: jin atau setan atau iblis, yang semuanya tercipta dari api. Mereka membawa sifat panas, gampang tersulut emosi, membawa nafsu yang membara, menggebu-gebu.

Dewa-dewa yang berperang dengan kelompok Titans misalnya, mungkin dimaksudkan bahwa sejarah berjalan dalam pertentangan antara baik dan jahat, benar dan salah. Selanjutnya maka wajar ada yang menyembah dewa-dewa yang baik, dan adapula menjadi pengikut-pengikut setan di sisi sebaliknya. Setiap panutan dijagokan, diidolakan, dan diidealkan.

Kita bisa meraba aspek apa yang menjadi unggulan dewa-dewa itu. Antara lain kekuatannya untuk berperang; immortality, umumnya punya nyawa yang banyak, jika satu dibunuh, nyawa yang lain masih bisa menghidupkannya--salah satunya yang terinspirasi adalah Gilgamesh, ia mencari keberadaan Dionysos (Nuh), karena hanya orang itu yang tahu di mana kembang keabadian yang serupa mawar ditanam.

Hanya zaman Islam, yakni melalui sosok Muhammad, yang digambarkan oleh Jonathan Black menyatakan penolakan terhadap dewa-dewa beserta simbolnya. Ajaran Muhammad lebih merupakan kesinambungan dari Abraham di zaman Tower Babilonia, yang memerangi perilaku Nimrod yang korup, tamak, dan menindas rakyat kecil.

Gambaran ajaran Islam ala Jonathan lebih dominan ke efek puasa; dengan menekan hawa nafsu, kesadaran akan terbentuk, dan pikiran semakin jernih. Dalam terang Jonathan, "Dorongan seksual harus ditekan, agar kemampuan manusia untuk berpikir bisa berkembang." Maka dalam ajaran Islam, tidak ada narasi pengagungan terhadap makhluk, betapapun saktinya, betapapun kuasanya. Orang Islam selalu diperingatkan, semua atas kehendak Allah. Mukjizat Nabi ataukah kesaktian lawan-lawannya, semua atas izin Allah.

Juga soal seksualitas, tidak seperti pengajaran kuno atau teks-teks sakral yang lain, di mana cinta, tubuh, dan seksualitas cenderung dibahasakan secara langsung meski dengan gaya bersastra. Di dalam teks Al-Qur'an, tidak akan ditemukan bahasa-bahasa seperti itu. Bahkan pedoman untuk bereproduksi dibahasakan dalam bentuk kiasan dengan sangat hati-hati.

Kita bisa melihat hal seperti ini pada acara dialog tentang erotika dalam teks agama, yang menghadirkan Kiai Moqsith Ghazali sebagai salah satu pembicara yang membahas teks erotis dalam Islam. Ia mengatakan baik teks Al-Qur'an maupun hadis, tidak akan ditemukan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) persenggamaan.

Al-Qur'an memilih kata "ladang" untuk mengibaratkan peran istri dalam proses regenerasi. Ulama termasuk Kiai Moqsith kerap menyambung itu dengan kata "bercocok tanam". Di mana yang dibolehkan hanya tempat yang memungkinkan terjadinya pembuahan, tidak  diperbolehkan terhadap ladang yang gersang.

Demikianlah kehalusan dan kesopanan, yang di kemudian hari dijadikan salah satu indikator orang beradab, sudah ditekankan Islam sejak awal kemunculannya. Dalam segala hal, keberadaban itu kemudian ditinggikan levelnya menjadi akhlak, hal yang menjadi alasan mengapa Muhammad diutus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun