Justeru dengan kesendirian, sesungguhnya seseorang bisa menyelami kedalaman dirinya. Menariknya, Hemingway menyajikan bagian dialog (dengan cetak miring) lelaki tua dengan dirinya sendiri di hampir setiap halaman.
"Mungkin aku seharusnya tidak menjadi nelayan ... Tapi itulah alasannya mengapa aku dilahirkan...." (hal. 53).
Menyelami kedalaman diri dan meraih kesadaran eksistensial adalah cara manusia menemukan makna hidup sebanyak-banyaknya. Santiago di tengah lautan tak seperti kita yang hidup didaratan yang ditopang dengan sarana teknologi yang canggih. Tentu banyak hal yang kita saksikan dan nikmati. Tetapi konsekuensinya, spiritualitas atau daya tahan jiwa kita tergerus oleh kebiasaan sehari-hari.
Mungkin ada yang melakukan survei kecil-kecilan, Â di zaman ini, ketika seseorang baru bangun tidur, maka apa atau siapakah yang duluan bakal dicarinya? Berapa persenkah dari masing-masing jawaban ini: istri, anak, hewan piaraan, makanan, atau gawai? Kemungkinan besar mayoritas akan mencari gawai (harus dibuktikan dengan hasil survei).
Bisakah dalam sehari saja seseorang di zaman ini tidak memegang gawai?
Halnya dengan Santiago, tak ada teman bercakap, tak ada gawai, dan memikul malu selama 84 hari. Ditambah, harus bertarung selama 3 hari menghadapi ikan besar yang lebih panjang dari perahu yang digunakannya. Melalui cerita ini, Hemingway benar-benar mengisahkan kehidupan seorang nelayan, ternyata mereka punya dunia yang berbeda dengan manusia-manusia daratan.
Laut, ikan, penyu, ubur-ubur, burung-burung, awan, perahu, tidaklah seperti manusia yang bisa kita ajak bicara. Mereka punya cara bercerita sendiri. Sederhana dan mengikuti tabiat dan fungsi masing-masing. Nelayan harus punya pengetahuan tentang itu semua.
"Jika ada badai topan kau selalu melihat tanda-tandanya di laut. Mereka tak melihatnya di daratan karena mereka tidak tahu untuk apa melihatnya." (hal. 65).
Apakah maksud Hemingway bahwa manusia-manusia laut lebih intim dengan alam ketimbang manusia-manusia darat? Bisa jadi. Di darat, peradaban tumbuh begitu cepat, lajunya menyisakan gap-gap kepekaan dan kepedulian. Benda mati dan makhluk hidup di sekeliling kita seakan tak berbicara apa-apa jika kita terus saja terlena dengan kehidupan pribadi.
Sedemikian intens-nya kah perhatian kita terhadap benda-benda milik pribadi sehingga tidak lagi ada waktu untuk menengok ke kedalaman diri, ke alam semesta, dan kemudian kepada Tuhan (yang sesungguhnya, bukan Tuhan persepsi)?
Pertarungan adalah cara yang lain untuk mendapatkan hidup. Hemingway menunjukkan bahwa di laut, seorang nelayan seperti Santiago, lelaki tua itu adalah seorang petarung yang tangguh, dan para nelayan adalah orang-orang yang kesehariannya adalah bertarung.