Mohon tunggu...
Saefudin Sani
Saefudin Sani Mohon Tunggu... Buruh - Swasta

Orang Biasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Gita Wirjawan Mundur, Bentuk Tanggung Jawab atau Lari dari Tanggung Jawab?

2 Februari 2014   18:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:13 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mundurnya Gita Wirjawan dari Kabinet Indonesia Bersatu II agar bisa lebih fokus menjalani Konvensi Capres Partai Demokrat adalah keputusan yang profesional. Hal ini tentu bisa menepis anggapan publik bahwa ia nantinya akan menggunakan berbagai fasilitas negara dalam menggolkan dirinya menjadi Capres dari Partai Demokrat ini. Maklum, sebagai seorang menteri, siapa pula yang bisa menjamin bahwa ia benar-benar bisa tidak tergoda untuk tidak memanfaatkan segala fasilitas yang ada. Dengan demikian, langkah yang sudah diambil Gita Wirjawan untuk mundur dari jabatannya sebagai menteri perdagangan sudah sangat tepat.

Namun rupanya, tidak setiap itikad baik seseorang akan mendapatkan apresiasi yang baik pula dari orang lain. Paling tidak, hal inilah yang saya tangkap terhadap tanggapan miring yang ditujukan kepada Gita Wirjawan. Keputusannya untuk mundur dari Kabinet dianggap sebagai tindakan yang tidak bertanggung jawab.

Hal ini dianggap sebagai bagian dari sikap cuci tangan dia dari persoalan-persoalan yang ada dalam Kemendag yang dipimpinnya. Bukan bersibuk-sibuk menyelesaikan masalah tersebut agar menjadi jelas, tetapi justru lari menjauhi. Bisa jadi begitulah anggapan bagi yang tidak menyetujui keputusannya ini.

Maklumlah, momen mundurnya Gita Wirjawan ini dilakukan di tengah-tengah sorotan dirinya yang dianggap harus bertanggung jawab terhadap kasus impor beras ilegal yang ditemukan oleh Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu.

Alasan yang cukup masuk akal memang. Meskipun demikian, masih terlalu dini untuk menyebut Gita sebagai pribadi yang suka lari dari masalah. Toh, kalaupun suatu saat keterangannya diperlukan, sewaktu-waktu ia pun bisa melakukannya. Bukan dalam kapasitasnya sebagai Menteri perdagangan melainkan sebagai Mantan Menteri Perdagangan. Lebih jauh lagi, sekiranya suatu saat Gita dianggap bersalah secara hukum, tinggal tangkap saja apa susahnya. Tapi, apa ya iya sampai sejauh itu?

Bila saja setiap keputusan yang diambil oleh para tokoh selalu diartikan secara negatif, mau jadi apa Indonesia ini. Alangkah baiknya jika kita belajar untuk menghormati keputusan seseorang yang ditujukan untuk kebaikan. Saya percaya, bahwa keputusan Gita Wirjawan untuk mundur dari jabatannya sebagai menteri perdagangan didasari niat yang baik. Sebagaimana pula sama baiknya dengan niat Dahlan Iskan yang tidak mundur dari Menteri BUMN yang dijabatnya meskipun sama-sama sebagai peserta Capres Konvensi Partai Demokrat.

Baik Gita Wirjawan maupun Dahlan Iskan pasti punya pertimbangan berbeda di dalam menyikapi permasalahan ini sehingga keputusan yang diambil menjadi berbeda pula. Gita Wirjawan pasti tetap menghormati perbedaan pendapatnya ini dengan Dahlan Iskan. Ia juga tidak memaksa-maksa Dahlan Iskan untuk mencontoh keputusan mundurnya ia dari kursi kabinet. Sebaliknya, Dahlan Iskan pun tidak melecehkan langkah yang diambil Gita Wiryawan yang jelas-jelas berbeda pendiriannya dengan Menteri BUMN ini. Malah, Dahlan Iskan justru memuji Gita Wirjawan.

13913395572060239522
13913395572060239522

Ternyata, keputusan yang tidak sama dari dua orang yang punya tujuan sama tidak selalu diakhiri dengan saling mencaci agar terlihat publik yang paling benar sendiri. Ada cara yang lebih terpuji dibanding mencaci dari peristiwa ini. Gita Wirjawan menghormati Dahlan Iskan dan Dahlan Iskan memuji Gita Wirjawan. Masuk akal kan!

Yang tidak masuk akal adalah jika ada seseorang yang menyesalkan keputusan mundurnya Gita Wirjawan, tetapi pada waktu yang sama sekaligus menyayangkan keputusan Dahlan yang tetap duduk di kursi menterinya. Bagi saya cuma ada dua kata yang patut dilontarkan untuk orang seperti itu: Kurang Kerjaan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun