[caption id="attachment_370330" align="aligncenter" width="630" caption="sumber: lensaindonesia.com"][/caption]
.
Sudah bukan merupakan rahasia lagi bahwa banyak para gembong narkoba yang justru menjalankan kerajaan bisnis haramnya dari balik jeruji besi. Penjara, yang sejatinya digunakan sebagai penimbul efek jera bagi pelanggar hukum malah dimanfaatkan oleh mereka sebagai kantor dinas kerjanya. Ironis memang! Cuma mau bagaimana lagi? Memang begitulah realitas di lapangannya!
Para gembong narkoba ini bisa mengelola bisnisnya dengan lancar dan sukses karena mereka bekerja di dalam suatu jaringan sindikat yang amat rapi dan terorganisir secara baik. Jadi, boleh-boleh saja para gembong ini berada dalam penjara yang beda tempat, negara, maupun benua, tapi apa sih yang tidak bisa dilakukan pada era digital ini?
Pesatnya kemajuan teknologi diakui atau tidak, punya andil yang cukup besar terhadap kesuksesan para sindikat narkoba di dalam melakukan transaksinya. Ini adalah dampak negatif dari canggihnya pemakaian teknologi yang tidak terbantahkan. Tiap jam, menit, dan bahkan detik; tanpa disadari terdapat begitu banyak transaksi haram narkoba berseliweran di sekitar kita. Benar memang, ada beberapa yang terendus, terdeteksi, dan terbukti; tapi selebihnya tetap jadi misteri. Sama sekali luput dari intaian. Karena itu, nyaris mustahil untuk bisa melacak semua kegiatan para gembong narkoba di penjara.
Maka langkah jitu apakah yang bisa dilakukan untuk memberantas tuntas peredaran narkoba yang kian marak di tanah air? Jawabannya mudah: Hukum mati saja para pengedar narkoba yang tertangkap! Sebab dengan menghukum mati para pengedar yang tertangkap berarti telah terjadi pemutusan mata rantai yang sudah terjalin dengan rapi dan sistematis dalam sindikat narkoba tersebut. Dengan demikian, para Bandar narkoba yang belum tertangkap akan kehilangan aksesnya untuk memasarkan barang haramnya. Perlu waktu lebih lama lagi untuk merekrut orang baru yang dapat mengedarkan barang itu. Kalaupun sudah dapat orang baru, si Bandar pun tentunya tidak serta merta mempercayai orang tersebut. Sebab salah sedikit saja dalam memilih orang kepercayaan maka nyawanya sendirilahyang menjadi taruhan.
Selain itu, jedaantara vonis mati yang diterima si terpidana narkoba dengan pelaksanaan waktu hukuman hendaknya jangan terlalu lama. Karena berdasarkan realitas di lapangan, lamanya waktu pelaksanaan eksekusi hingga bertahun-tahun bahkan sampai satu dekade lebih, hanya akan membuka peluang bagi terpidana itu untuk mengadakan kontak lagi dengan sindikatnya.
.
.
Ini artinya, vonis mati saja tidak cukup untuk mereka. Bayangkan, 11 tahun bukanlah waktu yang singkat. Tersedia kesempatan yang sangat lebar untuk membangun kembali kerajaan bisnisnya melalui penjara. Skill sudah punya, uang ada, jaringan tersedia, tinggal ditambah satu HP tua maka bisnis pun tinggal mengikuti mata rantainya saja.
Hal ini selaras dengan kenyataan pahit yang dilihat BNN sendiri bahwa ternyata banyak jaringan sindikat yang berkembang dengan pesat justru di saat bandar besarnya masuk penjara. Sewaktu menjalani hukuman, mereka semakin pintar dan lebih leluasa di dalam mengendalikan jaringannya.
Oleh sebab itulah, dibutuhkan keseriusan serta keberanian yang nyata dari aparat penegak hukum kita untuk tidak menunda-nunda pelaksanaan eksekusi mati bagi para terpidana narkoba. Korban narkoba telah banyak yang berjatuhan. Jangan sampai ada lagi nyawa yang pada akhirnya melayang dengan sia-sia.
.
.
Bila sudah begini, maka tak ada ampun lagi bagi para pengedar narkoba. Bukan perkara gampang memang. Apalagi bila pengedar tersebut merupakan terpidana mati yang berkewarganegaraan asing. Pemerintah pasti akan lebih sering lagi mengalami benturan dengan negara lain. Biasanya negara yang menjadi asal terpidana itu akan mati-matian berusaha membatalkan hukuman matinya. Mulai dari cara yang santun hingga ancaman, mengiba-iba hati hingga sampai pada taraf intervensi. Semua itu mesti diterima dengan berani sebagai resiko dari sikap tegas yang dilakukan Pemerintah Indonesia.
Pemerintah pun harus pintar-pintar mengemukakan alasan dibalik keinginan kuatnya untuk membebaskan Indonesia dari cengkeraman narkoba. Akan lebih banyak lagi protes yang diterima Indonesia. Pemerintah dan rakyat harus seiring sejalan, bersatu padu dalam menghadapi berbagai ancaman serta gertakan dari negara lain. Apalagi bila sampai PBB ikut-ikutan melibatkan diri maka bersiap-siaplah kita mendapat sanksi dengan alasan basi: Pelanggaran HAM.
Tapi peduli apa, tetap tak ada toleransi, tak ada penawaran lagi. Menyegerakan hukuman mati bagi terpidana mati narkoba sudah merupakan harga mati!
===================================
Sumber Gambar:
Sumber Tulisan:
1.http://www.tempo.co/read/news/2015/02/05/078640075/Wah-70-Jaringan-Narkotik-Diatur-dari-Penjara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H