Mohon tunggu...
Saefudin Amsa
Saefudin Amsa Mohon Tunggu... lainnya -

Melihat, membaca, berpikir dan menulis apa saja...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Refleksi dari Demonstrasi Gerakan Pemuda Islam di Goethe Institute…

19 Januari 2011   03:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:25 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1295407559664141349

Foto diunduh dari http://www.inilah.com/read/detail/1156072/goethe-institute-diserbu-massa-gpi-pii

Sebuah pesan dari Dedy Kristanto, sahabat yang bekerja di staf Pusat Sejarah dan Etika Politik (PUSdEP) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta masuk ke ponsel saya:

Acara belum mulai. Goethe sdh didemo oleh gerakan pemuda Islam”

Saat itu saya sedang dalam perjalanan pulang dari Yogyakarta ke Semarang. Siang sebelumnya, tanggal 18 Januari 2011, saya bertemu Dedy yang hendak berangkat ke Jakarta untuk mengikuti acara Indonesia and The World 1965 di Goethe Institute Jakarta. Acara ini meliputi konferensi, launching buku, pagelaran teater, serta pertunjukan tari. Kebetulan, PUSdEP menjadi salah satu penyelenggara.

Ternyata, acara yang seharusnya digelar mulai 18 Januari sampai 21 Januari itu tertunda karena mendapat tentangan dari sekelompok massa yang menamakan diri Gerakan Pemuda Islam (GPI) dan Pelajar Islam Indonesia(PII). Mereka berdemonstrasi dan berniat membubarkan acara tersebut karena dinilai bertujuan untuk mengkampanyekan dan melegalkan ajaran komunisme.

Saya membalas:

Dan janganlah kebencianmu pada suatu kelompok membuatmu berlaku tidak adil pada mereka. Quran. Ikut prihatin atas nama kebebasan berpendapat dan berkumpul yang dijamin oleh UUD”

Kejadian pelarangan kegiatan oleh massa Gerakan Pemuda Islam (GPI) dan Pelajar Islam Indonesia (PII) menjadi kasus yang kesekian kali, di mana sekelompok orang dari organisasi Islam melarang sebuah acara karena pobhia berlebihan terhadap ajaran komunisme. Sementara dalam kasus yang berbeda, pada tanggal 28 September 2010 yang lalu, Front Pembela Islam (FPI) melarang melarang pemutaran film bertema homoseksual, juga di Goethe Institute. Anda tentu juga masih ingat kasus FPI yang menghalang-halangi dan menyerang massa HKBP yang sedang melakukan ibadah minggu pada tanggal 8 Agustus 2010 yang lalu di Bekasi. Kasus-kasus di atas hanyalah sebagian kecil dari sekian banyak kasus dengan kesamaan ciri; sekelompok orang yang bernaung dalam organisasi berlabel agama (Islam) menunjukkan arogansinya dengan melakukan aksi kekerasan atas nama dakwah, mengajak pada kebaikan dan mencegah kemunkaran (amar ma’ruf nahi munkar).

Seorang muslim tentu memahami bahwa Islam adalah rahmatan lil alamiin, agama yang menebarkan kedamaian dan kasih sayang bagi seluruh semesta alam. Menjadi ironi jika ada sebagian orang atau kelompok dari umat Islam berperilaku jauh menyimpang dari esensi Islam sebagai agama yang ramah dan toleran dengan berbagai tindak kekerasan, berteriak-teriak penuh kemarahan, apalagi merusak fasilitas umum demi menjalankan apa yang mereka klaim sebagai dakwah.

"Nanti sore akan ada pemutaran film PKI. Nanti juga ada kongres melegalkan kegiatan PKI. Ini harus dibubarkan, atau jangan paksa kami bertindak kasar," ujar salah seorang demonstran dalam orasinya. Kutipan di atas saya ambil dari dari http://www.inilah.com/read/detail/1156072/goethe-institute-diserbu-massa-gpi-pii .

Luar biasa. Entah siapa yang diteladani oleh kelompok-kelompok yang membawa bendera Islam tersebut sehingga bisa mengatakan “atau kami akan bertindak kasar”. Sulit dimengerti jika hal tersebut dikatakan oleh orang yang mengaku Islam demi mengajak pada jalan kebaikan. Mereka lupa, bahwa Muhammad, nabi yang agung dan mulia itu menyampaikan risalahnya dengan cara lembut, santun bahkan terhadap musuh-musuhnya sekalipun.

Jika alasan dakwah digunakan untuk melegitimasi aksi kekerasan, sudah seharusnya mereka merenungi firman Allah dalam Al Quran surat An Nahl 125: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” Mudah dimengerti bahwa ketika seorang muslim berselisih pendapat atau tidak sepaham terhadap suatu hal dengan pihak lain, hendaknya ketidaksetujuan tersebut di sampaikan dengan cara-cara dialog, argumentatif, berlandaskan akal dan hati nurani, bukan dengan okol, arogansi, apalagi dengan cara-cara kekerasan. Dalam Al Quran surat Al Maidah ayat 8, Islam juga memberi pesan yang luar biasa mulianya, yaitu agar manusia senantiasa berbuat adil dan tidak berlaku aniaya, termasuk kepada orang atau kelompok yang tidak kita sukai.

Fobia terhadap ajaran komunisme yang dipersoalkan GPI, PII atau mungkin kelompok Islam lainnya, juga seharusnya tidak perlu terjadi. Muhammad sendiri pernah bersabda "Ambillah hikmah dan jangan merisaukan kamu darimana hikmah itu keluar." Hikmah, ilmu, kearifan, atau kebajikan bisa didapat dari siapa saja dan dari banyak peristiwa, tanpa mempedulikan latar belakang agama, jenis kelamin, status, ilmu, partai atau ideologi. Memprotes acara Indonesia and The World 1965 jelas bertentangan dengan semangat yang disampaikan Nabi untuk senantiasa mempelajari kearifan dan hikmah dari berbagai peristiwa yang pernah terjadi di masa lalu -termasuk dari tragedi 1965-, yang tentunya menjadi tujuan dari acara tersebut. Dengarkan pesannya, jangan lihat siapa yang memberi pesan, begitu ucapan Sayyidina Ali bin Abi Thalib, sahabat nabi yang karena kedalaman ilmu yang dia miliki mendapat julukan Babul Ilmi atau Pintunya segala ilmu.

Demonstrasi GPI dan PII di Goethe Institute dan berbagai kasus kekerasan yang dilakukan oleh kelompok berbendera Islam di berbagai tempat di Indonesia mengingatkan saya pada ucapan Romo Baskara T Wardaya SJ, dosen saya di program Magister Ilmu Religi dan Budaya universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang kebetulan mengajar mata kuliah Marxisme/Komunisme di program tersebut. Dalam sebuah obrolan ringan, beliau mengutip sebuah pepatah anonim: “Jika kau beruang seberat 300 pound, kau bebas untuk duduk di mana saja.”

Semoga dengan jumlah dan potensinya yang luar biasa besar, umat Islam di negeri ini – di mana saya juga menjadi bagian di dalamnya- jauh dari kecenderungan untuk berperilaku layaknya seekor beruang yang arogan dan bebas berbuat semaunya …

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun