Pengkajian sastra yang dilakukan dalam kelas-kelas akademik maupun di buku dan jurnal sastra kebanyakan membahas ‘karya sastra’ dalam artiannya yang sempit, yaitu prosa, puisi, dan/atau drama. Yang termasuk prosa ‘hanyalah’ genre novel atau cerita pendek. Esai, otobiografi, ataupun risalah perjalanan, maupun bentuk lain dari tulisan verbal jarang sekali dibahas—apalagi tulisan yang bentuknya non-verbal. Dalam kelas-kelas sastra di universitas, karya sastra yang berupa prosa, puisi dan drama tadi pun lebih sering dibahas elemen strukturalnya. Hal ini membuat kajian sastra menjadi sempit sekali cakupannya. Padahal sastra dapat berarti teks secara luas.
Dalam sejarahnya, sastra pun mempunyai fungsi yang berbeda-beda dan penting. Berkembangnya teori bahasa di abad ke-20 dan ke-21 membuat pendekatan sastra menjadi sangat luas hingga meliputi seluruh set institusi ideologi: jurnal, kedai kopi, artikel sosial dan estetika, uang, ceramah agama, terjemahan klasik, iklan, buku panduan sikap dan moral, kaset, instalasi dll. Meluasnya cakupan ini memaksa kajian sastra untuk melonggarkan dirinya hingga melampaui batas-batas ‘disiplin’
Adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mempengaruhi perkembangan dalam kajian kesastraan. Sebagai sebuah kajian, karya sastra tidak bisa diklaim sebagai materi yang tertutup hanya pada satu dimensi pendekatan saja. Perkembangan pendekatan yang terus mengalami dinamika pada gilirannya mencipta pendekatan yang bukan lagi tunggal atau monodisipliner, tetapi sudah interdisipliner.
Interdisipliner (interdisciplinary) adalah interaksi intensif antarsatu atau lebih disiplin, baik yang langsung berhubungan maupun yang tidak, melalui program-program penelitian, dengan tujuan melakukan integrasi konsep, metode, dan analisis. Lebih lengkapnya Pendekatan interdisipliner ialah pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang ilmu serumpun yang relevan secara terpadu. Yang dimaksud dengan ilmu serumpun ialah ilmu-ilmu yang berada dalam rumpun ilmu tertentu sedangkan ilmu yang relevan maksudnya ilmu-ilmu yang cocok digunakan dalam pemecahan suatu masalah.
Pendekatan sastra interdisipliner memusatkan perhatian pada masalah-masalah sosial yang dapat didekati dari berbagai disiplin keilmuan, baik soshum maupun saintek, ataupun keduanya. Hal yang menjadi titik tolak pembelajaran biasanya konsep atau generalisasi yang berdimensi jamak atau masalah sosial yang menyangkut atau menuntut pemecahan masalah dari berbagai bidang keilmuan.
Pendekatan Interdisipliner disebut juga pendekatan terpadu atau integrated approach atau istilah yang digunakan Wesley dan Wronski adalah „correlation‟ untuk pendekatan anta rilmu, sedangkan integration untuk pendekatan terpadu. Dalam pendekatan antar ilmu dikenal adanya ini (core) untuk pengembangan yang berdasarkan pada pendekatan terpadu (integration approach) yang merupakan tipe ideal konsep-konsep dari berbagai ilmu-ilmu sosial atau bidang studi telah terpadu sebagai satu kesatuan sehingga bahannya di integrasikan menurut kepentingan dan tidak lagi menurut urutan konsep masing-masing ilmu atau bidang studi.
Pendekatan interdisipliner tampaknya dapat menjadi jalan keluar yang menjanjikan. Dengan model interdisipliner, pembelajar sastra dituntut untuk tidak hanya berkutat pada satu disiplin ilmu saja, namun secara lebih luas dia juga harus bisa melihat hubungan kajiannya dengan disiplin ilmu lain. Dalam kajian sastra khususnya, selain menguasai materi sastra itu sendiri, pengkaji juga dapat melihat kaitannya dengan disiplin atau persoalan-persoalan lain yang lebih luas di luar karya sastra itu sendiri. Dengan adanya penerapan atau penggunaan perspektif interdisipliner dalam studi sastra, setidaknya ada beberapa keuntungan yang diharapkan dapat timbul. Salah satunya adalah studi sastra tidak mengasingkan dirinya lagi dari studi-studi kemanusiaan yang praktis karena ketika bersinggungan dengan ilmu-ilmu sosial dan teknik, misalnya, studi sastra harus mampu menjawab permasalahan-permasalahan pragmatis yang dihadapi manusia.
Selain itu manusia yang tersentuh sastra akan mempunyai cara melihat persoalan yang lebih utuh dalam hidup karena apa yang dipahaminya dari teks-teks sastra yang merupakan potret kehidupan dapat dilihat dari sisi-sisi lain bergantung pendekatan dari disiplin lain. Perbedaan-perbedaan akan dipahami karena memang berangkat dari persepsi yang berbeda terhadap suatu masalah.
Akibatnya, toleransi akan lahir. Dalam hal ini, para manusia sastra akan menjadi lebih demokrat, argumentatif, tidak otoriter, dan tidak memaksakan pandangannya dalam menilai pandangan dan penilaian terhadap karya-karya sastra dan terhadap cara pandang orang lain. Dengan demikian, sastra membantu terciptanya cara berpikir yang demokratis. bagi pakar dari disiplin lain, studi sastra interdisipliner akan memperkaya pengetahuan mereka tentang manusia yang meliputi keinginan-keinginannya, normalitas dan abnormalitasnya, penyimpangan-penyimpangan yang dilakukannya, kekecewaan-kekecewaannya sehingga para pakar tersebut lebih mempertimbangkan sisi-sisi kemanusiaan semacam itu dalam pembuatan keputusan yang berkaitan dengan disiplin-disiplin mereka.
Dalam jangka panjang, akan terjadi perubahan pandangan di dalam masyarakat bahwa studi sastra yang mulanya hanya dapat dilakukan oleh para ilmuwan sastra akan dapat dilakukan oleh para ilmuwan dari disiplin lain, dan bahkan orang biasa dalam pengertian tertentu. Akibatnya, studi sastra juga tak hanya berbicara tentang karya-karya sastra tanpa ada keuntungan pragmatisnya, tetapi studi tersebut akan mencoba menjawab kebutuhan-kebutuhan praktis manusia.
Pada akhirnya pendekatan dengan kajian sastra interdisipliner melihat bahwa disiplin-disiplin tertentu tidak lebih unggul atau lebih favorit daripada yang lain. Sebab, setiap disiplin memiliki kekurangan dan kelebihan dalam melihat fenomena kehidupan manusia; setiap disiplin memiliki obyek dan permasalahan yang diselesaikan dengan caranya yang khas dan tidak dapat diselesaikan oleh oleh disiplin lain. Pendekatan interdisipliner dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang memiliki banyak sisi. Atau dengan perkataan lain, pendekatan interdisipliner dalam kasus-kasus tertentu sangat diperlukan, karena penjelasan yang menyeluruh terhadap satu hal atau fenomena dapat diperoleh.
Jadi, kita sebagai mahasiswa harus turut memaksimalkan pengkajian sastra interdisipliner dengan selalu berpartisipasi aktif berinovasi bersama disiplin ilmu yang lainnya, saling berbagi ilmu pandangan, serta selalu menumbuhkan semangat dan pantang menyerah demi suksesnya pembangunan negeri sekaligus menghasilkan karya yang bermanfaat bagi masyarakat Indonesia. Oleh karenanya dibutuhkan juga peran dari sebuah wadah atau organisasi untuk menampung segala inovasi mahasiswa serta memupuk dan menjaga semangat para calon cendikiawan muda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H