Mohon tunggu...
Firman Saefatullah
Firman Saefatullah Mohon Tunggu... Guru - Penulis adalah pegiat demokrasi dan pendidikan, bergabung dalam IED Institute for Election and Democracy

Lulusan Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hari Anak Nasional Versus Judi Online

24 Juli 2024   16:13 Diperbarui: 24 Juli 2024   16:15 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judi online atau judol menjadi fenomena menakutkan yang akhir-akhir ini merusak semua sendi kehidupan. Judi yang dulunya hanya dilakukan oleh kalangan tertentu di tempat-tempat tertentu dan hanya di waktu-waktu tertentu saja, hari ini bisa dilakukan oleh siapa saja dan di tempat mana saja dan dalam waktu kapan saja.

Keadaan seperti ini tidak terlepas dari kemudahan bertransaksi elektronik melalui dunia maya. Pada dasarnya teknologi ini sejatinya dimanfaatkan untuk kemajuan peradaaban yang baik. Tapi seperti kepingan mata uang selalu memiliki wajah yang berbeda di sisi lainnya. Kemajuan ini juga dimanfaatkan untuk memudahkan tindak kejahatan.

tingkat bahaya dari judol ini sudah merambah ke mana-mana. Hal ini bahkan menjadi program prioritas pemerintah saat ini untuk memberantas dan membumihanguskan judol sampai ke akar-akarnya. Karena tindak pidana yang dilakukan oleh para penjudi online sebagai effek lanjutannya sudah meresahkan dan pemberitaan tindak kriminalnya tidak lagi menjadi barang yang sulit di temukan berbagai media.

Pelajar Kecandual Judol

Pelaku judol sangat tidak mengenal usia. Di kalangan pelajar pun, ditemukan banyak pelaku judol dari yang baru coba-coba maupun yang sudah kecanduan. Lingkungan cyber yang memanjakan para pelajar untuk berperilaku layaknya para penjudi profesional dalam melakukan taruhan, menjadikan para pelajar banyak yang terjatuh dalam jebakan judol.

Sebagaimana siklus perjudian, judol pada awalnya menyuguhkan kamuflase kemenangan yang menggiurkan. Hal ini yang membuat para pelajar tertarik untuk mencobanya. Ketertarikan ini bisa karena faktor lingkungan dimana pelajar yang lain sudah mencobanya terlebih dahulu, atau ada pengaruh di luar lingkungan pelajar yang mengkontaminasinya.

Faktor kebutuhan akan aktualisasi diri pun tak luput dari penyebab kecanduan para pelajar terhadap perjudian ini. Aktualisasi para pelajar sebagai bentuk eksistensi dirinya pada lingkungan membutuhkan finansial yang terbilang tidak sedikit. Kebutuhan yang pada hakikatnya bukan primer ini kerap mendasari para pelajar terjerumus judol.

Minimnya literasi hukum juga bisa menjadi alasan para pelajar bertransaksi di judi digital. Ketidaktahuan sanksi hukum atas perilaku menyimpang berbau pidana ini melatarbelakangi para pelajar memilih untuk mempunyai hobby judi. Walaupun sebenarnya sesuatu yang jamak difahami oleh awam sekalipun bahwa judi melanggar norma hukum, namun karena abai akhirnya para pelajar keasyikan berjudi online.

Hari Anak Momentum Berangus Judol

Hari anak Nasional diperingati setiap tanggal 23 bulan Juli, selalu dirayakan sebagai Hari Raya-nya anak-anak. Di hari ini anak-anak se Indonesia dimanjakan dengan ucapan selamat dari pihak-pihak yang berkepentingan. Ucapan yang disampaikan baik melalui lisan via video ataupun melalui tulisan di beragam media cetak dan elektronik.

Menurut hemat penulis, ucapan selamat ini jangan sampai berhenti pada kalimat verbal dan teks yang terbatas kebermanfaatannya. Ucapan selamat pada dasarnya mengandung makna menularkan kebahagiaan dari si pemberi ucapan ke penerimanya. Agar makna ini meluas kemanfaatannya, maka kristalisasi ucapan menjadi tindakan nyata sangat diperlukan,

Begitu juga, tindakan nyata untuk menyelamatkan anak-anak yang nota bene masih pelajar dari jeratan judi online menjadi signifikan. Penyelamatan yang harus difahami sebagai upaya menjaga generasi agar mampu dititipi asa meneruskan perjuangan bangsanya. karena tanpa ikhtiar penyelamatan ini, para pelajar akan terus termanipulasi oleh mashsyurnya judol sebagai gaya hidup.

Upaya ini dalam hemat penulis harus lahir batin. Sebagaimana salah satu lirik dalam lagu kebangsaan kita, "Bangunlah Badannya, Bangunlah Jiwanya". Membangunkan kejiwaaan para pelajar akan bahaya judol dan menyadarkannya untuk menghindar. Kejiwaan para pelajar yang masih labil diarahkan dan dimasnifestasikan ke dalam karya-karya yang bermanfaat.

Dalam usaha yang bersifat batiniyah ini dibutuhkan kematangan strategi dan kepiawaian membangun situasi. Karena hari ini situasi sudah terlanjur menghendaki terjerumusnya para pelajar ke buaian judol. Maka reka kondisi harus nahkodai para orang dewasa yang sadar dan para pelajar yang belum terjerumus. Hal itu sendiri menjadi atmosfer pembeda yang diniscayakan mampu menyelamatkan perahu para pelajar menuju pelabuhan masa depannya.

Usaha batiniyah ini bisa berupa pendalaman pemahaman keagamaan dan pencerahan literasi. Tentu upaya ini harus melibatkan para ahli di bidangnya dan para penggerak yang mau dan mampu terlibat dalam agenda besar ini. Peran para guru agama di sekolah dan guru-guru lainnya untuk mengajarkan moral dan ahlakul karimah ke kalangan pelajar menjadi urgen. Agar proses pencerahan ini berjalan dengan optimal karena didukung oleh ahlinya.

Dengan pencerahan literasi pula, para pelajar didorong untuk memilih beragam konsentrasi dan aktifitas yang dapat menjauhkannya dari judol. Hasanah berabagai keilmuan yang dipelajari akan memudahkan para pelajar terbiasa untuk merangkai kesehariannya dengan perilaku dan kebiasaan yang positif. yang pada akhirnya diharapkan mampu memberangus hal negatif terlebih judol.

Beriringan dengan usaha batin, usaha lahir melalui kegiatan-kegiatan kreatif akan mampu membawa para pelajar kembali ke rel nya. Daya kreatif yang seolah dibungkam oleh kebiasaan memainkan jempol di arena judi online harus dihidupkan kembali. karena dengan kreatifitas itulah para pelajar bisa berdayaguna dan melepaskan pengaruh lingkungan yang tidak baik tadi.

Sekolah selaku wahana tempat tumbuhkembangnya harus mampu menciptakan program-program unggulan pemberangus judol pada para pelajar didalamnya. Dimulai dari pencegahan yang massif sampai pada penindakan yang selayaknya perlu dilakukan, sebagai usaha tanpa henti untuk menghentikan gerak laju judol ini,

Akhirnya, penulis selaku pendidik mengajak semua lingkungan pendidikan, yang terdiri dari sekolah, keluarga dan masyarakat, untuk bahu membahu saling membantu menanggulangi bahaya judol di kalangan pelajar dan mengembalikan masa depan para pelajar yang cerah dan mencerahkan tanpa judol.

Di tulis di Ruang Guru MAN 3 Majalengka pada 24 Juli 2024 oleh Firman Saefatullah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun